Lemahnya Solusi Judi Online Ala Kapitalis, Belum Dipraktikkan Sudah Diklarifikasi


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Wacana pemberian bantuan sosial atau bansos kepada korban judi online menuai polemik. Sejumlah pihak mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Akhirnya pada Senin, 17 Juni 2024, Muhadjir memberi klarifikasi. Muhadjir menegaskan, mereka yang menjadi sasaran penerima bansos korban judi online bukan pelaku, akan tetapi pihak keluarga.

"Perlu dipahami ya, jangan dipotong-potong, kalau pelaku sudah jelas harus ditindak secara hukum karena itu pidana, nah yang saya maksud penerima bansos itu ialah anggota keluarga seperti anak istri/suami," katanya. (Tempo online, 18/06/2024).

Inilah bukti lemahnya solusi yang diambil dalam sistem kapitalis. Selalu saja dijadikan ajang percobaan, tanpa kepastian, setengah hati, bahkan menimbulkan masalah baru karena solusi diambil dari fakta yang ada berdasarkan kelemahan indera manusia. Seperti halnya saat penanganan masalah pandemi covid dahulu. 

Sebelumnya, Muhadjir membuka peluang agar korban judi online masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar menerima bantuan sosial (bansos). Hal ini disampaikan Muhadjir menanggapi judi online makin marak di masyarakat. Muhadjir bilang, judi online memang memiskinkan masyarakat. Oleh karenanya, korban judi online pun berpotensi menjadi masyarakat miskin baru. Masyarakat miskin itu pun menjadi tanggung jawab pemerintah.

Mantan Menteri Pendidikan ini tidak memungkiri, judi online sudah sangat mengkhawatirkan masyarakat. Korbannya tidak hanya dari kalangan masyarakat menengah ke bawah dan minim literasi, namun juga dari kalangan intelektual. Pernyataan ini beliau sampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (Kompas online, 13/6/2024). 

Hal itu sebagai tindak lanjut dan bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas dan memerangi perjudian online. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga menyarankan publik untuk menabung daripada judi online.

"Sejauh ini, pemerintah sudah menutup 2,1 juta situs judi online yang kegiatannya bersifat transnasional, lintas negara, lintas batas, dan lintas otorisasi. Dan satgas judi online juga sebentar lagi akan selesai dibentuk yang harapan kita dapat mempercepat pemberantasan judi online," kata Jokowi dalam keterangan yang disampaikan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (12/6/2024) malam.

Sungguh memprihatinkan memang, penduduk Indonesia yang mayoritas muslim ternyata banyak kecanduan judi online. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan, transaksi judi online di Indonesia meningkat. Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp100 triliun. Berdasarkan data di PPATK, pada 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia. Astaghfirullah! 

Dan yang lebih memprihatinkan lagi, lebih dari dua juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil, hingga ibu rumah tangga. Bahkan berita terbaru yang sempat viral ada oknum polisi yang tewas dibakar oleh istrinya sendiri yang juga polisi sebagai akhir dari percekcokan akibat sang suami kecanduan judi online. Na'udzubillah! 

Penyebab banyak orang terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir akut. Berawal dari keisengan mengisi waktu luang hingga kesengajaan karena berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras dan modal besar. Dalam sistem kehidupan berbasis ideologi kapitalisme, perjudian legal karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal, judi hanya menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.

Tapi benarkah dengan pemberian bansos kepada korban judi online adalah sebuah solusi sampai ke akar? Benarkah mereka adalah korban? Tidakkah kita mengambil pelajaran dari kisah Wali Sanga, bahwa di suatu daerah terdapat orang alim yang dianggap pahlawan oleh sebuah penduduk karena dia selalu membagi-bagikan harta kepada penduduk. Dan ternyata harta yang dibagi-bagikan tersebut adalah hasil dia mencuri dari para pejabat dan orang kaya yang selama ini menindas penduduk. 

Lantas apa yang terjadi? Ternyata karena keenakan diberi, apalagi pemberiannya berasal dari sesuatu yang tidak halal, para penduduk menjadi malas, bahkan mereka menggunakan hartanya untuk berjudi. Sungguh amatlah kecewa seorang alim tersebut. Lelahnya yang dia anggap sebagai kebaikan dibalas dengan keburukan. Dari sana barulah dia yakin, bahwa Allah SWT. MahaBaik dan hanya menerima yang baik-baik saja. Apalagi harta, akan ditanya darimana dan untuk apa. 

Dari kisah di atas dapat kita petik hikmah. Bukan berarti bansos haram, terlepas pemerintah mendapatkan bansos tersebut hasil dari memeras rakyat melalui pajak atau tidak. Hehe.. Ups! Tapi perlu kita cermati lagi, apakah setelah mendapat bansos yakin mereka akan berhenti bermain judi online? Jangan sampai kejadian dalam kisah tadi menimpa pula kepada mereka. Apalagi sampai kepikiran asyiknya judi online, menang dapat uang, kalah dapat bansos! 

Semestinya pemerintah mengambil solusi yang dapat menyelesaikan masalah hingga ke akar agar tidak perlu ada klarifikasi di awal langkah dan penyesalan di akhir perjuangan. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencari akar masalah. Mengapa judi online begitu marak di Indonesia bahkan menelan banyak korban hingga banyak yang kecanduan? 

Judi online terjadi karena ada fasilitas yang mudah diakses oleh siapa saja. Tidak adanya benteng dari negara mengakibatkan judi online bebas mencari mangsa. Di sisi lain, banyak penduduk yang berpenghasilan tidak menentu, bahkan ada yang tidak mempunyai pekerjaan sama sekali. Sedangkan kebutuhan begitu banyak. Ditambah dengan tontonan gaya hidup hedonis semakin membuat orang iri. Apalagi yang bisa dilakukan? 

Itu dari kalangan menengah ke bawah. Sedang dari kalangan atas, mereka merasa sudah berkecukupan sehingga tidak tahu lagi untuk apa harta digunakan dan harus apalagi. Akhirnya untuk mengisi waktu luang mereka iseng judi online, kemudian keterusan. 

Kesemua itu adalah cerminan dari lemahnya akidah. Mereka lupa tujuan penciptaannya. Akibat mereka lupa siapa penciptanya. Rakyat dan penguasa berbuat seenaknya sesuai aturan yang mereka buat. Sungguh agama telah dijauhkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Inilah sistem kufur kapitalis. Padahal Allah SWT. telah menegaskan dalam firman-Nya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat: 56)

Kedua, memberikan solusi tuntas. Jika sudah mengetahui penyebabnya, maka harus mencari obat yang tepat. Akar masalahnya adalah lemahnya akidah akibat agama dijauhkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehingga berpengaruh luas terhadap kehidupan seluruhnya. Maka yang harus ditempuh adalah mendekatkan kembali agama dalam kehidupan dengan menjadikan Islam sebagai ideologi. 

Dengan diterapkannya Islam sebagai ideologi maka negara akan berjalan sesuai dengan aturan Sang Pencipta. Semua tunduk dan patuh terhadap syariat. Penguasa dan rakyat. Dengan demikian, aturan yang berlaku di masyarakat juga berdasarkan halal dan haram. Negara akan menutup rapat- rapat celah judi online meskipun diiming-imingi menambah pendapatan negara. 

Ini semua dilakukan karena syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ilat apa pun, juga tanpa pengecualian. Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).

Dalam ayat di atas, Allah SWT. menyejajarkan judi dengan minuman keras, berhala, dan mengundi nasib (azlam). Ini menunjukkan keharamannya secara mutlak. Demikian kerasnya keharaman tersebut hingga Allah menyebutnya sebagai perbuatan setan,  rijs[un] (kotor/najis). Oleh karena itu, Allah SWT. memerintahkan kaum muslim untuk menjauhi semua perbuatan tersebut agar mendapatkan keberuntungan.

Bahaya judi tidak lebih ringan dibandingkan dengan minuman keras, yakni menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara para penjudi, menghalangi orang dari mengingat Allah SWT. , dan dari menunaikan salat, merusak masyarakat, membiasakan manusia di jalan kebatilan dan kemalasan, mengharapkan keuntungan tanpa kerja keras dan usaha, menghancurkan keluarga dan rumah tangga. Berjudi juga termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu, harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah SWT., yakni dibakar di dalam api neraka. 

Keharaman judi dan sanksinya ini mengikat semua warga negara; muslim maupun nonmuslim (ahlu dzimmah). Negara tidak boleh membiarkan atau memberikan izin perjudian online maupun melokalisasi perjudian. Contohnya seperti yang dilakukan oleh sebagian negeri muslim hari ini yang menyediakan kawasan judi untuk nonmuslim. Memberikan izin perjudian walaupun kepada kalangan nonmuslim sama artinya dengan menghalalkan perjudian. Oleh karena itu, memungut pajak dari perjudian juga haram. 

Negara akan menegakkan sanksi pidana (’uqûbât) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksi bagi mereka berupa takzir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada pemimpin negara/Khalifah atau kepada jadi/hakim.

Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî Al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai. Beliau juga menjelaskan bahwa Khalifah atau kadi memiliki otoritas menetapkan kadar takzirini. Oleh karena itu, pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara, bahkan dihukum mati.

Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariat Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian, maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan, apalagi mengundi nasib lewat perjudian.

Masyarakat pun memiliki kekuatan akidah yang kokoh sehingga mereka akan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Bukan menghabiskan waktu untuk berjudi online maupun offline. Dengan pengaturan yang tepat dari negara, menjadikan masyarakat giat bekerja dan beribadah. 

Negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat sehingga masyarakat tidak akan mencari nafkah dari jalan haram. Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, dan pelayanan kesehatan tanpa melihat kaya atau miskin, semua diberikan secara cuma-cuma. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariat Islam, maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.

Demikianlah seharusnya. Jika solusi ini yang diambil tentu masalah akan tuntas. Sekarang masalahnya adalah, maukah negara menerapkannya? Maukah masyarakat berjuang menegakkannya? Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar