Menilik Femisida : Kapitalisme Gagal Menciptakan Ruang Aman Bagi Keluarga


Oleh : Haura (Pegiat Literasi)

Tingginya Angka Perceraian dan Femisida 

Rentetan kasus yang menimpa perempuan semakin hari sering terjadi. Mulai dari kasus pertengkaran, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, pembunuhan hingga femisida (pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya).

Berdasarkan data, setiap tahunnya angka perceraian di Indonesia tinggi. Meskipun di tahun 2023 angka perceraian mengalami penurunan namun tidak signifikan. Pada 2023, mayoritas perceraian di Indonesia adalah cerai gugat (perceraian yang diajukan isteri). Jumlahnya mencapai 352.403 kasus atau 76% dari total kasus perceraian Nasional. Kemudian 111.251 kasus atau 24% perceraian terjadi karena cerai talak (perceraian yang diajukan suami). Faktor penyebab perceraian berdasarkan data tahun 2023, perselisihan dan pertengkaran, masalah ekonomi, salah satu pihak meninggalkan pasangannya, KDRT, mabuk, judi murtad, zina dsb. Adapun berdasarkan provinsi, kasus perceraian terbanyak pada 2023 terjadi di Jawa Barat, yakni 102.280 kasus. Berikutnya ada Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan 88.213 kasus dan 76.367 kasus. 

Angka cerai gugat yang lebih tinggi dari cerai talak memberi gambaran bahwa istri lebih banyak mengajukan perceraian dibanding suami karena ketidakmampuan untuk melanjutkan ikatan pernikahan dengan berbagai faktor di atas. Namun ada pula yang masih mampu meneruskan ikatan pernikahan dengan segala permasalahan hingga resiko yang harus dihadapi seperti beberapa kasus yang terjadi disebabkan depresi hutang pinjaman online, cemburu atau faktor ekonomi, suami tega membunuh istri bahkan ada yang disertai mutilasi. Komnas perempuan menamainya sebagai Femisida.

Berdasarkan data, Komisioner Komnas Perempuan Rainy M Hutabarat mengungkap kasus indikasi femisida yang kuat pada 2020 terpantau 95 kasus, pada 2021 terpantau 237 kasus, pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus. Menurutnya, pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi.

Umumnya femisida dilatarbelakangi oleh lebih dari satu motif. Dari motif yang teridentifikasi, cemburu, ketersinggungan maskulinitas, menolak bertanggungjawab, kekerasan seksual, menolak perceraian atau pemutusan hubungan. Motif-motif tersebut menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan. Termasuk dari kasus-kasus yang terjadi beberapa hari ini," jelas Rainy. 


Perempuan dan Anak Menjadi Korban

Kondisi di atas setidaknya memberi gambaran bahwa relasi suami istri tidak lagi memberikan ketenangan, kedamaian dan rasa kasih sayang sebagaimana tujuan pernikahan. Sebaliknya malah memberi rasa tidak aman dan tidak nyaman bagi keluarga khususnya perempuan dan anak-anak. Kaum perempuan seolah menjadi sasaran pelampiasan kaum lelaki dalam menyelesaikan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya tanpa mempertimbangkan dampak bagi dirinya, keluarga maupun anak-anaknya. 

Tidak hanya itu, perceraian dan kasus-kasus femisida pun tentunya memberi dampak negatif terhadap kelanjutan hidup anak-anak karena peran ayah sebagai pemimpin, penyedia dan pemberi fasilitas, pelindung, pengambil keputusan, pembimbing anak serta pendamping ibu dalam pengasuhan tidak ada atau fatherless. 

Anak yang fatherless pada umumnya lebih berisiko mengalami masalah psikologis hingga perilaku, seperti agresif, kenakalan, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Anak tersebut juga lebih berisiko mengalami masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan masalah harga diri.

Berdasarkan data tahun 2021, dari jumlah 30.83 juta anak usia dini yang ada di Indonesia, sekitar 2.999.577 orang kehilangan sosok ayah atau tidak tinggal bersama dengan ayahnya. Tentu ini jumlah yang banyak, belum lagi anak yang tidak mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan cinta ayah, meskipun ayah ada secara fisik. Ironis memang, padahal peran ayah sangat signifikan bagi anak.


Imbas Sekuler Kapitalisme

Fakta-fakta di atas terjadi tidak lepas dari cara berpikir yang keliru sebagai akibat dari diterapkannya aturan sekuler kapitalis dalam kehidupan saat ini. Sekuler Kapitalis telah menjauhkan masyarakat terhadap kehadiran Allah dalam setiap aktifitas kehidupan sehingga membentuk masyarakat diselimuti dengan pemikiran duniawi, tidak memahami arah tujuan hidup berumah tangga yang bervisi surga dan berorientasi akhirat. Kehidupan berumah tangga cenderung disandarkan pada ukuran materi. Sehingga banyak yang beranggapan kesuksesan rumah tangga adalah berkelimpahan harta dengan mengabaikan aspek-asep agama.  

Sementara di sisi lain kehidupan kapitalisme berhasil menciptakan kesulitan bagi masyarakat. Negara dalam sistem kapitalis melalui berbagai kebijakan nya, telah menciptakan kemiskinan terstruktur karena semakin mahalnya biaya hidup, baik biaya pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan ongkos sosial. Kondisi ini pun diperparah dengan sempit nya lapangan kerja bagi kaum lelaki sehingga selaku pemimpin keluarga tidak mampu memberi nafkah lahir (ekonomi) yang cukup guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. 

Selain materi, kehidupan kapitalisme juga telah membuka pintu liberasi dengan lebar, membentuk masyarakat hidup dalam suasana bebas tanpa mempertimbangkan halal haram. Sehingga kemaksiatan semakin tidak terkendali terlebih sejak era media sosial, aplikasi chatting hingga dating online membuat perselingkuhan dan prostitusi semakin mudah. Aplikasi judi online, pinjaman online hingga toko online membuat perjudian dan perilaku konsumtif semakin lumrah, budaya flexing pun makin mewabah. Akumulasi permasalahan tersebut akhirnya sering menjadi sumber perselisihan dan pertengkaran di antara suami istri dan keluarga, berujung perceraian, penganiayaan dan yang paling ekstrim femisida.


Feminisme Bukan Solusi

Kondisi tersebut menjadi pembahasan kaum perempuan terlebih para aktivis perempuan yang mengusung feminisme. Feminisme dianggap solusi untuk menghentikan berbagai problem perempuan. Feminisme memiliki keyakinan bahwa perempuan harus diberikan hak, kekuasaan dan peluang yang sama dengan pria dan diperlakukan dengan cara yang sama. Feminisme bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi gender dan mewujudkan kesetaraan gender. Feminisme memiliki perspektif perempuan harus mandiri secara finansial, perempuan mempunyai tugas dan peran sama dengan laki-laki dalam kehidupan pernikahan, keluarga dan masyarakat.

Ide-ide feminisme tersebut terus di opinikan ke tengah-tengah masyarakat terlebih setelah Indonesia meratifikasi CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) tahun 1984 kemudian diadopsi para pemangku kebijakan melalui berbagai peraturan di antaranya UU No 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita yang kemudian menurunkan berbagai aturan lainnya. Namun ternyata belum mampu menyelesaikan persoalan perempuan secara tuntas malah menambah persoalan baru.

Feminisme membawa perempuan keluar dari fitrahnya. Dengan pemahaman tersebut perempuan dibentuk agar mandiri terutama secara finansial meskipun akhirnya harus memiliki peran ganda, terkadang pula harus teraniaya atau mempertaruhkan nyawa. Peran ganda perempuan, memaksakannya untuk masuk pada dunia kerja tanpa pilih-pilih. Perempuan menjadi kelompok sosial yang menurut persepsi laki- laki menyaingi ruang kerja yang dulunya menjadi ranah kaum lelaki.  

Kapitalisasi dan liberalisasi di berbagai bidang telah membuka luas lapangan kerja bagi perempuan. Jika sebelumnya, laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar namun kini laki-laki dan perempuan menjadi pesaing nya maka dengan persaingan tersebut akhirnya saling menjatuhkan. Fungsi lelaki sebagai pemimpin/qowwam terkikis secara perlahan, pengasuhan terhadap anak-anak juga hilang, anak menjadi korban dan terabaikan akhirnya rentetan masalah semakin Panjang, berada di rumah pun menjadi tidak nyaman dan aman. 


Islam Memberi Ruang Aman Bagi Keluarga

Keluarga adalah perkara yang paling dibenci oleh setan. Karena setan tahu dampak kebaikan keluarga untuk kehidupan peradaban manusia. oleh karenanya menyelesaikan persoalan keluarga secara tuntas harus dikembalikan kepada sang pencipta anggota keluarga tersebut yakni Allah SWT, pemilik aturan Islam. Dalam Islam digambarkan tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan ketenangan dan kedamaian sebagaimana surah arrum ayat 21
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّفِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ 
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Kedamaian dan ketenangan keluarga dapat diraih ketika semua anggotanya baik suami, istri dan anak-anak melaksanakan hak dan kewajibannya. Islam menetapkan laki-laki (suami) sebagai pemimpin, memiliki kewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, suami berdosa ketika mengabaikan kewajiban tersebut karena pemberian nafkah memberikan ketenangan kepada istri. Selain itu suami juga memiliki kewajiban untuk melindungi dan mendidik istri dan anak-anaknya agar terjamin kenyamanan, keamanan dan kecerdasannya.  Oleh karenanya, para suami haruslah menjadi role model bagi segenap anggota keluarganya dan layak menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa sebagaimana digambarkan surah al furqon ayat 74. 

Sementara wanita (istri) sebagai ibu dan pengatur rumah memiliki kewajiban taat kepada suami selama masih berpegang pada ketaatan Allah SWT. Dengan segala talenta dan kemampuannya yang Allah berikan wanita harus memiliki integritas bagi keluarga dan lingkungannya serta mampu menjadi penyejuk hati suaminya.

Mewujudkan itu semua, tentu tidak cukup dilakukan secara individu namun negara pun wajib hadir untuk membantu masyarakat melaksanakan tugas sebagai suami atau istri sehingga memberi ketenangan pada keluarganya. Dalam Islam, negara wajib memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang seluk beluk kerumahtanggaan dengan edukasi berbasis Islam mulai tujuan, hak dan kewajiban suami istri hingga pola pengasuhan anak sehingga kelak ketika menikah siap menjalankan rumah tangga dengan segala konsekuensi akadnya. 

Negara wajib menyediakan berbagai kebutuhan dasar masyarakat dengan mudah, murah dan terjangkau. Negara juga wajib menjamin kemudahan lapangan kerja bagi para lelaki karena pekerjaan adalah wasilah untuk mencari nafkah. Pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh negara membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan di berbagai bidang, mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampil. Oleh karenanya negara mutlak memberi pendidikan keterampilan kerja sesuai minat, bakat dan hobinya.

Selain itu, negara juga wajib menjamin sistem perlindungan berjenjang bagi para wanita ketika suaminya telah tiada sebagaimana jalur wali nya sehingga wanita dan anak-anaknya tidak terlantar namun terjamin keamanan fisik dan psikis nya. Perlindungan keamanan menjadi prioritas negara agar kehidupan damai sentosa. Maka jika ada hal-hal yang membahayakan bagi wanita negara segera mengatasinya dengan cepat. Negara memiliki sistem peradilan yang dapat menyelesaikan persengketaan-persengketaan dalam ranah keluarga dengan seadil-adilnya.

Islam telah mengukir peradaban yang tinggi pada masanya dengan menempatkan perempuan pada kedudukan yang mulia, berintegritas, kreatif namun tidak menyelisihi kodratnya. Keamanan dan ketentraman nya pun terjaga. Islam melahirkan sosok seperti Khaulah binti Aus yang memiliki kesabaran tingkat tinggi dalam menghadapi kemelut rumah tangganya, menjadikan Allah dan Rasulullah sebagai tempat mengadu dan pemberi solusi dalam menyelesaikan permasalahannya hingga rumah tangganya terjaga dalam bingkai sakinah mawaddah warrahmah dan masih banyak sosok lainnya yang dapat dijadikan panutan. Untuk itu marilah kita kembali pada Islam untuk menciptakan ruang aman bagi keluarga. Sebab Sistem Islam dapat menyelesaikan persoalan umat secara tuntas. Allaahu A'lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar