Meningkatkan Kualitas Hidup Ibu Anak dengan UU KIA


Oleh : Maya Dhita E.P., ST. (Pegiat Literasi)

Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna DPR RI. Selasa,  (4/6/2024).

UU KIA ini disinyalir mampu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak karena menjamin hak ibu bekerja yang melahirkan untuk tetap mendapatkan gaji selama cuti hamil. UU ini pun menjamin bahwa ibu yang bekerja berhak mendapat cuti melahirkan selama 3 bulan pertama dan tambahan 3 bulan berikutnya untuk kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. (Kompas, 5/6/2024)

Adapun narasi peningkatan kesejahteraan dalam UU KIA ini tidak serta merta mendapatkan respon positif dari masyarakat. Ada beberapa yang nyatanya kontra dan menilai UU KIA ini masih banyak kurangnya. 

Para pekerja wanita cenderung khawatir akan diskriminasi penerimaan kerja, karena perusahaan lebih memilih pekerja laki-laki yang tentunya tidak akan cuti melahirkan. Sehingga perusahaan tidak akan kehilangan uang tanpa adanya nilai balik yang didapatkan.

Selain itu UU KIA sendiri tidak secara spesifik mengatur tentang bagaimana implementasinya bagi pekerja informal. Bukankah seharusnya UU KIA ini berlaku menyeluruh bagi pekerja baik formal maupun informal? Apakah pekerja informal tidak memiliki hak cuti melahirkan?

Dalam sistem kapitalisme, segala hal diukur dalam sudut pandang materi. Begitu pula dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Tak hanya laki-laki, bahkan wanita pun dikondisikan untuk bisa memberikan nilai bagi negara. 

Dalam bekerja, perempuan cenderung lebih tekun dan patuh. Ia lebih bertanggungjawab menyelesaikan pekerjaan hingga benar-benar selesai serta lebih menghargai waktu. Selain itu juga mampu melakukan pekerjaan multitasking. Hal ini merupakan nilai tambah pekerja wanita bagi perusahaan. Itu sebabnya pekerja wanita lebih disukai dari pada pekerja laki-laki. Fakta ini pun ditangkap negara sebagai salah satu penggerak roda perekonomian. 

Maka berbagai perundangan pun dikondisikan untuk merayu para wanita agar tetap berkontribusi pada negara dengan menjadi pekerja. Seperti halnya UU KIA ini. Ditujukan kepada pekerja wanita agar mereka tidak ragu-ragu untuk tetap bekerja meskipun nantinya akan hamil dan melahirkan anak.

Dalam Islam, wanita memiliki kedudukan yang mulia. Fitrahnya sebagai ummun warobbatul bayt di dukung oleh syariat yang menjamin kesejahteraan mereka. Seperti halnya kewajiban mencari nafkah bagi kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tidak hanya itu, seorang suami juga wajib memberikan pakaian yang layak, tempat tinggal dan pengobatan. Dan yang tak kalah penting adalah kewajiban suami untuk mendidik istrinya dalam urusan  agama.

Negara pun berperan aktif dalam hal ini dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai khususnya bagi para kepala keluarga. Negara memberikan jaminan pendidikan dan kesehatan bagi umat. Negara mengatur 

Begitulah syariat Islam dalam memuliakan wanita. Tidak hanya ada untuk mengatur perannya dalam kehidupan, tetapi juga menjamin agar peran-peran tersebut dapat terealisasi dengan sempurna. Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar