Mimpi Lapangan Pekerjaan Subur, Gen Z Justru Menganggur


Oleh : Wahyuni Mulya (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan, menganggur atau tanpa kegiatan (Not In Employment, Education, and Training/NEET). Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun.

Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan. Fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z yakni mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012, menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah menjelaskan banyaknya anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan ini karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini terjadi kepada lulusan SMA/SMK yang menyumbang jumlah tertinggi dalam angka pengangguran usia muda.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Jumlah ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada periode 2014-2019, dan kembali merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja.


Gen Z Menganggur

Ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok NEET, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan lainnya. Pemerintah menilai masih tingginya pengangguran di kalangan pemuda membuat daya saing pemuda belum mencapai posisi yang optimal. Salah satu penyebab tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) pemuda adalah rendahnya daya saing pemuda di pasar kerja.

Banyaknya pengangguran menunjukkan adanya keterbatasan lapangan kerja sekaligus menunjukkan gagalnya negara dalam menciptakan lapangan kerja. Apalagi adanya kebijakan negara memudahkan investor asing dan pekerjanya masuk di Indonesia, termasuk dalam mengelola SDA. Selain itu juga adanya ketidaksesuaian antara lapangan kerja dan kebutuhan industri dengan pendidikan  yang dimiliki Gen Z. Juga  inovasi-inovasi yang membuat proses produksi dan bisnis berjalan lebih efisien sehingga mengurangi tenaga kerja.

Sistem yang diterapkan di negeri ini ialah sekuler kapitalisme yang membolehkan penguasaan SDA untuk dikelola dan dikuasai oleh perusahaan. Tragedi demografi ini sesungguhnya merupakan buah busuk penerapan ideologi kapitalisme yang liberal. Kapitalisme telah menjadikan fungsi negara hanya sebagai pengawas. Negara tidak turun tangan menyolusi masalah warganya. Negara “kalah” dengan warung ayam geprek yang mampu membuka lapangan pekerjaan, meski sumber dayanya sangat minim. Sedangkan negara yang menguasai tambang, hutan, laut, sungai, pulau, gunung, sawah, dan uang dalam jumlah besar ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang mencukupi kebutuhan warganya.


Lapangan Pekerjaan yang diharapkan

Islam (Khilafah) sungguh-sungguh mempersiapkan pemuda menjadi generasi unggul, bukan generasi menganggur. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan negara. Departemen Pendidikan menyelenggarakan pendidikan yang mampu menghasilkan para teknokrat dan saintis yang bersyahsiah Islam dan mampu mengelola SDA menjadi senjata canggih ataupun pesawat tempur yang modern. Biaya pendidikan dijamin oleh negara sehingga bisa rakyat nikmati dengan cuma-cuma. Generasi muda tidak akan dipusingkan dengan UKT, BKT, SPI, biaya kos, makan, transport, buku, dll

Negara juga mendirikan sejumlah industri yang berhubungan dengan harta kekayaan milik umum. Banyak dari kalangan masyarakat, termasuk pemuda, yang diserap untuk bekerja di sejumlah industri tersebut. SDM unggul akan mengelola kekayaan milik umum sesuai aturan Islam dan kemaslahatan umum. Negara akan mencetak generasi sebagai pemimpin atau negarawan, bukan pengangguran. Departemen Pendidikan akan menyelenggarakan pendidikan di perguruan tinggi yang mampu mencetak para ulama, mujtahid, pemikir, pakar, pemimpin, qadi (hakim), dan fukaha.

Islam menjadikan SDA sebagai milik umum dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara. Pengelolaan  SDA oleh negara akan membuka lapangan perkerjaan yang besar. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban yang  mulia.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar