Pengelolaan Tambang Sesuai Syariah Islam


Oleh : Venny Swandayani (Aktivis Dakwah)

Menggemparkan, kasus korupsi di Indonesia terjadi lagi. Kali ini, korupsi besar-besaran tambang timah yang merugikan negara hingga 271 triliun oleh Harvey Moeis, suami dari aktris berinisial SD. Dugaan penggelapan yang dilakukan PT timah ini bukanlah satu-satunya, banyak tindak korupsi kejahatan para yang kasusnya tidak terungkap.

Terkait tata kelola tambang yang karut-marut ini, KPK mengidentifikasi dari sekitar 11.000 izin tambang di seluruh Indonesia 3.772 izinnya bermasalah dan dicurigai terjadi korupsi yang melibatkan kepala daerah selaku pihak pemberi izin. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah. (Kompas.id, 31/3/2024)

Tindak pidana korupsi SDA dalam sektor pertambangan, telah diusut oleh kejaksaan RI sendiri sejak beberapa bulan lalu. Ratusan saksi telah dimintai keterangan pada kasus di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk sejak 2015-2022 itu. Sehingga kasus korupsi timah ini menjadi skandal dengan jumlah kerugian yang fantastis. Sebelumnya sudah terdapat beberapa kasus mega korupsi dengan kerugian yang tak sedikit, contohnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit, pengelolaan dana pensiun PT Asabri, dan kasus penyimpangan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia merupakan faktor tata kelola yang berhubungan dengan sistem dan cara kerja dari lembaga tersebut, korupsi cenderung tinggi di lembaga yang memberikan minim informasi terkait aturan dan tata cara pelayanan. Sedikitnya informasi yang tersedia atau informasi yang tidak jelas akan menyebabkan disinformasi, sehingga memungkinkan oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan tersebut.

Selain faktor di atas, kebijakan dari negara berupa pemberian izin pngelolaan tambang juga berpotensi terjadinya tindak korupsi seperti kebijakan swastanisasi bahkan liberalisasi atas nama investasi. Kebijakan ini dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk menarik dan mendorong investasi dari pihak swasta, baik asing maupun lokal untuk membantu peningkatan ekonomi dalam negeri. Dalam sektor pertambangan pemerintah memberikan keistimewaan investasi bagi investor asing. Pemerintah mengeluarkan UU No.11/1967 tentang ketentuan pokok pertambangan yang mengatur hak tambang pada pihak swasta. Salah satunya Freeport McMoRan yang berinvestasi tambang dan emas di Papua, Yang pada awalnya mendapatkan konsensi 30 tahun menjadi 50 tahun.

Dengan adanya investasi kepada investor asing, menjadi awal dimulainya dampak negatif pada negeri ini. Sebab sumber daya alam dan energi (SDAE) yang melimpah di Indonesia khususnya sektor pertambangan, dari segi pendapatannya akan lebih banyak masuk ke kantung pengusaha bersama kelompoknya ketimbang negara dan rakyat Indonesia. Tak hanya itu, para investor asing hanya memikirkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan nasib masyarakat atas pencemaran air, udara dan tanah. Misalnya, perusahaan tambang batu bara dan timah mereka meninggalkan lubang-lubang bekas galian tambang yang terbengkalai tanpa melakukan reklamasi yang mengakibatkan eksploitasi pada lingkungan di sekitaran tambang. Akibatnya, banjir sering terjadi bahkan air sungai menjadi keruh, sehingga masyarakat menjadi kesulitan memperoleh air bersih.

Dalam pandangan Islam, kepemilikan seperti tambang, ataupun lainnya yang menjadi sumber kebutuhan masyarakat sehari-hari dikategorikan sebagai harta milik umum. Karena Islam memiliki seperangkat aturan yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna). Dengan begitu Islam menjadikan SDA (sumber daya manusia) yang diperoleh dari laut, sungai, danau bahkan rawa-rawa padang (isi perut bumi) dan api (sumber energi panas bumi, gas, tenaga surya, api menyala) sebagai kepemilikan umum. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (Abu Dawud dan Ahmad)

Islam memberikan kekuasaan kepada negara untuk mengelola kepemilikan umum. Oleh karena itu negara akan menutup celah pengerukan SDA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Haram hukumnya menyerahkan barang yang merupakan kepemilikan umum semisal tambang kepada individu atau badan usaha baik dalam negeri ataupun swasta. Hanya negara pelaksana syariat yang berhak mengelola dan hasilnya diberikan untuk urusan masyarakat dalam rangka mewujudkan pelayanan publik, kemajuan ekonomi, sampai kesejahteraan rakyat.

Dengan pengelolaan tambang sesuai syariat Islam, pendapatan keuangan negara akan jauh lebih besar dan negara bisa berdaulat dengan cara ekonomi maupun politik. Karena negara mampu memenuhi kebutuhan publik secara mnyeluruh. Keharaman memberikan kepemilikan umum kepada individu telah dicontohkan Rasul saw. saat pemberian tambang garam.
 
"Sungguh dia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh." (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Oleh karena itu, hanya aturan Islam yang mampu mensejahterakan rakyatnya dengan SDA yang melimpah di negeri ini. Karena, pemimpin dalam Islam sangat menjamin hak asasi masyarakat secara murah bahkan gratis. Negara akan memberikan sanksi tegas untuk siapapun yang mengambil kepemilikan umum tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Seperti, mengambil hak atau bahkan mengambil alih pengelolaanya. Dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh, baik aspek terkecil maupun hingga ranah negara akan cepat terselesaikan dengan solusi Islam. Dan masyarakat akan merasakan kesejahteraan yang hakiki dengan Islam diterapkan dimuka bumi.

Wallahu a'lam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar