Rupiah Melemah, Siapa yang Salah?


Oleh : Lucky Bunda Zanky

Bulan April ini nilai tukar rupah mencapai titik terendahnya selama empat tahun, yaitu Rp. 16.200. Dimana tren setiap tahunnya rupiah mengalami pelemahan. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa mata uang bisa menguat dan melemah? Sebenarnya bagaimana konsep mata uang sebenarnya? Kita akan bahas satu persatu mengenai mata uang.


Mengapa Mata Uang Dunia Bersandar Pada Dollar?

Pada kisah sejarah tampak dengan jelas bahwa mata uang yang digunakan adalah dinar (emas) dan Dirham (perak). Namun hal ini berubah pascaperang dunia II posisi AS yang unggul dibanding Inggris menjadikan standar mata uang dolar semakin menguat di dunia. Terlebih ketika Inggris yang semula masih menjadikan emas sebagai standar mata uang akhirnya ikut-ikutan meninggalkannya dan beralih kepada standarisasi mata uang kertas. 

Apalagi setelah perjanjian Bretton Woods tahun 1944, delegasi dari 44 negara Sekutu bertemu di Bretton Wood, New Hampshire, AS. Mereka berunding untuk menghasilkan sistem pengelolaan devisa yang tidak merugikan negara mana pun. Diputuskanlah bahwa mata uang dunia tidak dapat dikaitkan dengan emas, tetapi dapat dikaitkan dengan dolar AS yang terkait dengan emas. (cnbcindonesia.com, 28/7/2022). 

Kesepakatan itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Bretton Woods. Isinya menetapkan bahwa bank sentral akan mempertahankan nilai tukar tetap antara mata uang mereka dan dolar AS. Pada gilirannya, Amerika Serikat akan menebus dolar AS untuk emas sesuai permintaan. Negara-negara memiliki beberapa tingkat kendali atas mata uang dalam situasi di mana nilai mata uang mereka menjadi terlalu lemah atau terlalu kuat relatif terhadap dolar. Mereka bisa membeli atau menjual mata uang mereka untuk mengatur jumlah uang beredar.

Sebagai hasil dari Perjanjian Bretton Woods, dolar AS secara resmi dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia dan didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia. Alih-alih cadangan emas, negara lain mengumpulkan cadangan dolar AS. Lantaran membutuhkan tempat untuk menyimpan dolar mereka, negara-negara mulai membeli surat berharga U.S. Treasury yang mereka anggap sebagai penyimpan uang yang aman.

Saat artikel tentang Perjanjian Bretton Woods ini dimuat oleh Investopedia pada Mei 2021 lalu, lebih dari 61% dari semua cadangan bank asing dalam bentuk mata uang dolar AS. Hal itu berdasarkan sumber dari Dana Moneter Internasional (IMF). Banyak dari cadangan dalam bentuk tunai atau obligasi AS, seperti U.S. Treasury. Selain itu, sekitar 40% dari utang dunia dalam mata uang dolar. 

Kenyataan hari ini justru kondisi ekonomi dunia semakin terpuruk ketika mereka meninggalkan standar mata uang emasnya beralih ke standar mata uang kertas yang sangat tidak berharga. Bagaimana tidak, standar mata uang kertas tampak ringkih dan tidak fix (fluktuatif).


Dampak Melemahnya Rupiah terhadap Ekonomi Indonesia

Wakil ketua MPR, syarif Hasan meminta pemerintah memitigasi dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dengan kurs yang menembus diatas Rp 16.000 per 1 USD, hal ini berdampak pada perekonomian nasional, terutama bagi pelaku UMKM dan masyarakat umum. jika tren ini terus berlanjut maka akan mengarah pada inflasi (16 April 2024), yang tampak pada harga barang yang terus melambung. Jika dibiarkan tentu akan berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, meningkatnya biaya produksi yang berujung meningkatnya PHK dan berakhir pada melambatnya perekonomian nasional.

Dampak lainnya akan terasa pada hutang luar negeri yang menjadi lebih mahal untuk dibayar. ini tentu berimbas pada penekanan APBN dan perusahaan swasta.


Mata Uang dalam Islam

Hal diatas tentu tidak akan terjadi jika kita tetap berpegang pada syariah Allah terkhusus pada bagaimana pengaturan mata uang. Islam menetapkan sistem mata uangnya berbasis emas dan perak, dimana kedua uang ini memiliki nilai intrinsik, sehingga dari aspek ekonomi akan lebih aman dan jauh dari krisis. ini tampak dari nilai mata uang yang terus stabil dari masa Rasulullah SAW hingga hari ini, dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif.

Sebagai contoh, Seekor kambing di zaman Nabi saw., harganya adalah 1 dinar, atau yang besar adalah 2 dinar. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 atau 2 dinar. Seekor ayam pada zaman Nabi saw. harganya 1 dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 dirham. Dengan demikian selama 1400 tahun, inflasinya adalah nol.

Disisi lain, emas dan perak senantiasa digunakan dalam pelaksanaan syariat Islam. Ustaz Dwi Chondro Triono, PhD. Menyampaikan contoh-contohnya yang begitu banyak. Islam mewajibkan zakat emas dan perak dan telah menetapkan nishâb-nya. Sabda Rasulullah saw., “Pada setiap 20 dinar (zakatnya) setengah dinar.” Nishab zakat dinar (emas) adalah 20 dinar (85 gr emas). Zakatnya sebesar 2,5%. Rasulullah saw. juga bersabda, “Pada setiap 200 dirham (zakatnya) 5 dirham.” Nishab zakat dirham (perak) adalah 200 dirham (595 gr perak). Zakatnya adalah 2,5%. 

Islam juga mewajibkan pembayaran diyat dengan emas dan perak dan telah menentukan ukurannya. Diyat berupa emas besarnya 1000 dinar. Diyat berupa perak besarnya 12.000 dirham. Islam juga mewajibkan potong tangan dalam pencurian dengan kadar minimal nilai harta yang dicuri adalah seperempat dinar atau 3 dirham. Sabda Rasulullah saw., “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali dalam (barang senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Khamsah). 

Pakar Ekonomi Syariah Dr. Dwi Condro Triono, menjelaskan mata uang haruslah memenuhi tiga syarat. Pertama, mata uang harus dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai suatu barang dan jasa. Kedua, dikeluarkan oleh otoritas yang bertanggung jawab menerbitkan mata uang tersebut dan bukan badan yang tidak diketahui keberadaanya (majhul). Ketiga, mata uang tersebut harus tersebar luas dan mudah diakses oleh masyarakat luas dan tidak eksklusif pada kelompok tertentu.

Saat emas dan perak digunakan sebagai mata uang resmi negara, maka ketiga syarat tersebut akan terpenuhi dan bukan sekedar menjadi komoditas biasa. Negara yang dapat mewujudkan ini semua adalah negara khilafah yang akan menerapkan Islam secara sempurna.

Dengan menggunakan mata uang dinar dan dirham yang diterapkan oleh negara khilafah, ekonomi rakyat akan berjalan stabil. kehidupan masyarakat juga akan tenang tanpa rasa khawatir akan krisis ekonomi, resesi ataupun pelemahan nilai tukar mata uang.





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar