TAPERA, Kebijakan Zalim Untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah


Oleh : Ummu Azam

Polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus bergulir setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Gelombang penolakan terus terjadi, lantaran PP tersebut akan mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta .Inilah Jajaran Komisioner Tapera yang Akan Mengelola Dana Potongan 3% Gaji Karyawan Swasta Nantinya para karwayan bakal mendapatkan potongan gaji sebesar 3% sebagai iuran Tapera, dengan rinciannya 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja. Kewajiban iuran Tapera diyakini bakal menambah beban kelas menengah di Indonesia, lantaran daftar potongan gaji yang diterima karyawan semakin panjang. Potongan gaji untuk iuran Tapera tersebut akan dikelola oleh BP Tapera . Pengelolaan dirumuskan oleh anggota komite dan jajaran komisioner dan deputi komisioner. Beda Nasib PNS dan Pegawai Swasta, Antara Gaji ke-13 dan Potongan Tapera Melansir laman resmi BP Tapera, tugas dari komite BP Tapera ialah merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan stratgis dalam pengelolaan Tapera; melakukan evaluasi atas pengelolaan Tapera, termasuk melakukan pengawasan dan pelaksanaan tugas BP Tapera dan menyampaikan laporan hasil evaluasi atas pengelolaan Tapera kepada Presiden. 

Seluruh pekerja maupun pekerja mandiri wajib menjadi peserta Tapera dan membayar iurannya. Kalau peserta Tapera tidak membayar iuran,  maka sanksipun telah disiapkan untuknya.        Iuran Tapera ini sebagai kezaliman berupa pemaksaan bahkan dapat dikatakan pemalakan harta rakyat. “Kezaliman yang nampak dalam isi PP Nomor 25 Tahun 2020 tersebut antara lain : pertama, pembayaran tabungan ini wajib atas semua pekerja di Indonesia yang memiliki penghasilan, bahkan yang sudah memiliki rumah sekalipun. Demikian pula bagi yang masih menyicil rumah tetap wajib setor Tapera”.

Kedua, tidak ada jaminan setiap peserta akan memiliki rumah, karena targetnya adalah memberikan pinjaman kredit rumah hanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berpenghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan dan Rp10 juta per bulan untuk wilayah Papua dan Papua Barat, serta minimal harus sudah menjadi peserta selama 12 bulan. Itupun, ucapnya, masih harus memenuhi syarat-syarat yang bisa dikatakan memberatkan MBR, seperti pengembalian pinjaman disertai bunganya.

“Ketiga, peserta akan kesulitan menarik tabungan yang telah disetorkan, karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga tabungan bisa ditarik, seperti peserta meninggal dunia, telah pensiun atau telah berusia 58 tahun atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Artinya peserta harus menganggur sekian lama, barulah tabungannya bisa diambil”.

Keempat, sebutnya, sanksi administratifpun akan dijatuhkan jika peserta tidak melakukan pembayaran.
“Sekularisme yang mendasari sistem kehidupan hari ini benar-benar menafikkan halal haram, bahkan mengagungkan nilai-nilai materil dan kemanfaatan”.

Sistem kapitalisme, sumber-sumber pemasukannya dengan memalak rakyat, alih-alih meriayah rakyatnya. Sangat  wajar jika dalam sistem kapitalisme rakyat banyak sengsara. Berbeda dengan sistem islam, sumber pemasukan negara sangat banyak,yang semua itu dalam rangka untuk mensejahterakan rakyatnya. Sudah saatnya sistem islam ditegakkan. Karena islam kaffah lah solusi untuk setiap permasalahan umat.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar