Tapera Solusi Atau Ilusi Perumahan Untuk Rakyat


Oleh: Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) semakin bergulir setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Gelombang penolakan terus terjadi karena PP tersebut  mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta. Jika sebelumnya kepesertaan atau kewajiban pemotongan upah untuk Tapera hanya sebatas pegawai negeri sipil, kini  perluasan kepesertaan Tapera menyasar karyawan swasta serta BUMN, BUMD, BUMDes, TNI atau Polri. Besaran iuran Tapera adalah 3% dengan rinciannya 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja. (sindonews.com, 29/05/2024)

Tentu saja kewajiban iuran Tapera akan memberatkan karena rakyat sudah dibebani bermacam-macam pajak serta iuran BPJS. Ditambah lagi dengan kenaikan bahan pokok, listrik dan lainnya. Dan program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat yang berarti pula sama dengan pengambilan harta rakyat secara paksa. Ini merupakan bentuk kezaliman karena adanya sanksi untuk peserta yg tidak membayar iuran yang diatur dalam PP No.25 Tahun 2020.

Dalam pasal 56 ayat (1) PP 25 Tahun 2020, apabila pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerja menjadi peserta Tapera seperti yang tertuang dalam pasal 8 ayat (1) dan tidak membayarkan simpanan peserta sesuai dengan ketetapan yang berlaku (pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), maka akan dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, denda administratif, memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja, pembekuan izin usaha, dan atau pencabutan izin usaha.

Untuk masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap maka tidak termasuk ke dalam target PP ini. Jadi jelaslah bahwa PP tersebut bukan untuk memudahkan tetapi justru menyulitkan mendapatkan rumah yang murah dan layak ditempati. Padahal merekalah yang lebih membutuhkan jaminan pemenuhan kebutuhan berupa rumah dari pemerintah. Sehingga dapat dikatakan Tapera hanya ilusi. Karena itu Tapera bukan solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah murah, namun lebih menguntungkan pihak tertentu.

Itulah yang terjadi jika sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler kapitalistik, dimana kewenangan pengurusan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat diserahkan kepada badan usaha atau korporasi. Negara hanya menjadi regulator sehingga pemenuhan kebutuhan pokok rakyat menjadi terabaikan, termasuk kebutuhan perumahan bagi rakyat miskin. Badan usaha, atau korporasi, pada dasarnya didirikan dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk pribadi atau korporasi, bukan untuk rakyat.

Dalam Islam, negara adalah pengurus rakyat. Dan rumah adalah kebutuhan pokok dimana ketersediaannya menjadi tanggung jawab yang wajib dipenuhi oleh negara dan menjadi hak rakyat. Oleh karena itu negara wajib memudahkan rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyatnya yang berlandaskan hukum syara'. Penguasa tidak diperbolehkan menyimpang dari hukum syara' karena alasan kemaslahatan tertentu seperti memungut harta dari rakyat terus menerus. Dan tidak diperbolehkan mewajibkan sesuatu yang mubah seperti kewajiban menabung Tapera dan akan dikenai sanksi jika tidak menabung. Juga tidak boleh menghalalkan sesuatu yang haram.

Negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada badan usaha, bank-bank, maupun pengembang perumahan karena fungsi negara sebagai pelayan rakyat. Dengan anggaran berbasis baitulmal maka akan mudah bagi negara melaksanakan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rumah bagi rakyat, khususnya rakyat miskin. Tidak diperbolehkan mengumpulkan dana yang dihimpun dari rakyat lalu didepositokan atau diinvestasikan di pasar modal, tidak juga dengan cara utang, atau penarikan pajak kepada seluruh rakyat. Negara dibolehkan memberikan tanah miliknya kepada rakyat miskin secara cuma-cuma untuk dibangun rumah. Demikian juga lahan-lahan yang dimiliki oleh negara bisa langsung dibangunkan rumah untuk rakyat miskin. Hal ini dibenarkan selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslim. Namun, negara harus melarang penguasaan tanah oleh korporasi karena hal itu akan menghalangi negara dalam proses penjaminan ketersediaan lahan untuk rakyat.

Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, tetapi tidak layak huni dan mengharuskan direnovasi, negara harus melakukan renovasi langsung dan segera, tanpa melalui bank-bank penyalur maupun pengembang dan tanpa syarat yang rumit sehingga hasilnya bisa langsung dirasakan oleh rakyat miskin.

Hanya dengan sistem Islam yang diterapkan secara kafah, jaminan ketersediaan perumahan bagi seluruh rakyat, terutama rakyat miskin dapat dipenuhi.

Wallahu a'lam bi ash-shawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar