Oleh : Fitri Andriani, S. S. (Penulis dan Pengamat Sosial)
Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) adalah salah satu program pengadaan perumahan bagi rakyat yang belum memiliki hunian sendiri di era presiden Jokowi di tahun 2016. Dan ini menjadi PP no 25 /2020. Awalnya yg ikut tabungan ini di tahun 2021 adalah ASN dahulu. Lanjut 7 tahun kemudian dari karyawan swasta, berarti tahun 2027 baru diikuti oleh seluruh pekerja. Namun, 20 Mei 2024 ini diperbaharui menyasar hampir semua pekerja dan juga usaha mandiri sehingga menuai penolakan dari rakyat, baik karyawan dan juga pengusaha.
Awalnya, Tapera ini diperuntukkan bagi yang belum punya rumah. Tapera merupakan realisasi dari program Presiden Jokowi untuk pengadaan rumah disebut "Satu Juta Rumah" bagi rakyat kelas ekonomi bawah. Namun, di PP no 21/2024 pasal pasalnya banyak yang sudah dirubah. Sekarang, peserta Tapera adalah yang sudah berusia 20 tahun atau sudah pernah menikah. Setiap yang memiliki gaji UMR (Upah Minimum Regional) sudah wajib dipotong gajinya setiap tanggal 10 setiap bulannya. Besarnya untuk peserta 2,5% gaji dan 0,5% sisanya ditanggung oleh perusaan atau lembaga tempat bekerja. Total pungutan ini ada 3% gaji. Pungutan ini berlaku untuk semua pekerja gaji UMR, baik yang sudah punya rumah atau pun belum.
Program pengadaan perumahan rakyat semacam ini bukan yang pertama. Sebab, di jaman Presiden Suharto sudah pernah ada di tahun 1994, namun hanya untuk PNS.
Dalam PP 2020 disebutkan bahwa tahap pertama pelaksanaan Tapera hanya untuk ASN mulai 2021. Selanjutnya tahun 2027, selang 7 tahun dari masa percobaan terhadap ASN, maka pekerja swasta menyusul pelaksanaan rencana Tapera ini. Besarnya iuran tabungan adalah 2,5% dari gaji sendiri dan 0,5% ditanggung perusahaan pemberi kerja (viva.coid., Rabu, 5 Juni 2024).
Pada tahun 2020 tidak banyak pihak yg paham akan PP ini. Barulah di tahun 2024 ini ramai menuai penolakan dari karyawan, buruh, dan pengusaha karena dinilai terlalu banyak program pemerintah yang semacam ini dan memaksa mengambil banyak pungutan. Sewaktu dicairkan juga terlalu berbelit-belit. Dan rakyat berpendapat, tabungan itu sukarela, bukan dipaksa atau menjadi wajib.
Pasalnya, Tapera ini nanti wajib bagi yang sudah punya rumah atau belum. Sedang pencairan dana yang menunggu pensiun, itu memberatkan bagi penabung yang punya rumah. Pemerintah berkelit dengan dalih, ini program gotong royong. Bila rakyat menolak maka sejumlah sangsi akan menanti.
Masalahnya lagi, pengelola tabungan ini, adalah para mentri yang tergabung dakam komite digaji berdasarkan PP no.9 tahun 2023. Besaran gaji komite Tapera unsur menteri ex officio Rp 32, 5 juta/ bulan. Anggota komite unsur profesional gajinya sekitar 43,34 juta/ bulan. Anggota unsur menteri ex officio gajinya 29, 25 juta/ bulan. (CNBC, Indonesia, 30 Mei 2024). Ini tidak sebanding dengan berapa titik keringat rakyat yang mengucur, rupiah demi rupiah receh namun yang miris, dipakai menggaji pemerintah yang merupakan wakil dari rakyat dengan gaji yang tinggi. Adakah harapan rakyat untuk percaya bahwa uang tabungan mereka akan bisa cair jika pengurusnya saja bergaji setinggi itu?
Sementara, sudah ada ASN yang pensiun dari 2021 saja dugaan lenyapnya tabungan nasabah hilang oleh pengelola hingga kini tidak bisa dicairkan oleh ahli warisnya dan sangat berbelit-belit. Badan Pemeriksa keuangan (BPK) pada tahun 2021 menemukan kejanggalan penerimaan dana Tapera. Dalam laporan bernomor 202/LHP/XVI/12/2021 tanghal 31 Desember 2021, ada sekitar 124.960 peserta Tapera yang terkategori pensiunan, namun tidak bisa mencairkan dana Tapera mereka sejumlah Rp 567,5 miliar. Bahkan para pensiunan ganda sekitar 40,266 peserta belum bisa mencairkan dananya sejumlah Rp 130,3 miliar. (Inilah.com., Minggu, 9 Juni 2024).
Masalah kedua, tabungan ini melibatkan sistem riba yang sudah jelas dilarang (haram) dalam Islam. Rakyat tidak bisa memilih, uang dikelola oleh pemerintah dengan cara yang batil.
Masalah ketiga, Tapera ini akan dimanfaatkan untuk pemerintah dalam mendanai pembangunan infrastruktur. Harusnya, dana dari APBN yang merupakan dana dari pengelolaan sumber daya alam, yang jika lebih bisa dipakai untuk pembangunan, dana hasil bea cukai, apalagi terlalu banyak pajak dibebankan kepada semua lini kehidupan, bisa digunakan untuk pembangunan. Faktanya, uang negara kosong karena korupsi besar-besaran. Pilihan lainnya hanyalah menggarong uang rakyat dengan dalih tabungan seperti Tapera, dan lainnya.
Masalah keempat, Rumah sebagai kebutuhan pokok, harusnya menjadi tanggungjawab pemerintah untuk pengadaannya. Bisa diambil dari uang kas negara. Namum karena sistem kapitalisme yang terapkan di negri ini, jadilah pemerintah justru berjual beli dengan rakyatnya. Pemerintah harus untung. Rakyat yang harus berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Lalu pemerintah ketika tidak cukup kas negara, bisa leluasa menekan rakyat dengan dana ini dan itu. Ini sungguh dzolim.
Masalah kelima, tanah kita banyak sebenarnya. Namun tersebar di berbagai pulau. Dan perekonomian hanya terpusat di pulau Jawa. Sebab infrastrukturnya juga hanya di pulau Jawa layak. Harusnya, infrastruktur dibangun secara merata. Sehingga rakyat dari manapun bisa saling berhubungan dan tertarik mendiami daerah yang masih luas tanahnya. Pulau yangnsedikit penghuninya rawan dijajah oleh perusak kesatuan bangsa.
Pemerintah juga bisa menyediakan perumahan bagi rakyat yang belum memiliki hunian pribadi ke daerah yang masih banyak lahan kosong. Dibuatkan hunian yang layak dan mempunyai kualitas yang memadahi. Tentu saja harus dibarengi pembuatan sarana dan prasarana yang memadahi di sekitar perumahan rakyat tersebut.
Umumnya sekarang perumahan justru dikelola oleh swasta, jadi harganya menjadi sangat mahal. Banyak rakyat yang membutuhkan hunian harus rela menabung lama atau hanya sekedar ngontrak bila harga tidak terjangkau oleh dana mereka. Kalau nekat, maka harus ikut membeli dengan sistem leasing. Jelas sekali sistem riba dilarang. Tapi itulah yang jamak terjadi di negri ini.
Solusi Islam
Sejak dahulu, Islam sebagai pemimpin peradaban, memiliki solusi bagi rakyat dan juga negara dalam memenuhi.kebutuhannya. Begitu juga dalam hal perumahan ini. Rumah merupakan kebutuhan pokos setelah pangan dan sandang.
Dalam islam, pemerintah bisa mengambil alih lahan yang tidak digarap selama tiga tahun berturut-turut. Tanah yang diambil alih pemerintah tersebut, bisa saja diberikan secara cuma-cuma kepada rakyat miskin yang belum memiliki hunian. Mereka bisa.mengelolanya sebagai lahan pertanian atau juga hunian mereka.
Setiap developer miliki tanah berhektar-hektar yang tidak digarap selama waktu yang panjang. Ini juga harus ditertibkan. Jangan sampai, tiga tahun berturut turut, tanah luas tersebut tidak dimanfaatkan, juga tidak memberi manfaat kepada siapapun. Bisa jadi nanti akan dibangun perumahan, dan harga mahal sehingga tidak bisa dijangkau masyarakat banyak. Ujunh-ujungnya dalam kepemilikan perumahan mahal ini akan terjadi praktik cicilan riba. Negara bisa mengambil alih tanah tersebut jika terlantar lebih dari tiga tahun, lalu menyerahkan kepada rakyat yang bisa mengelolanya. Harus ada patokan pemilikan tanah bagi para developer dan pengelolaannya, agar tertib dan ganjaran hukuman berat agar tidak semena-mena terhadap pemenuhan hak rakyat oleh pemerintah yang diambil alih swasta.
Tabungan perumahan rakyat harus dihentikan. Karena yang berkewajiban mengadakan perumahan rakyat itu adalah pemerintah. Bukan individu atau kelompok (swasta dan korporasi). Tidak boleh memungut upah dari rakyat jika itu untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Tapi pemerintahlah yang harus menyediakan secara gratis. Kalau harus mengganti, mungkin harus mengganti biaya pembangunan sesuai pesanan individu tertentu, bukan secara umum rakyat harus membelinya dari pemerintah. Apalagi berhitung untung rugi pada rakyatnya sendiri untuk urusan kebutuhan pokok. Itulah kedzoliman yang nyata.
Setiap amanah akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar