Tindak Asusila di Kampus, Bukti Pergaulan Makin Liberal


Oleh : Ummu Niki

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya mendalami beredarnya dua video asusila yang diduga dilakukan mahasiswa mereka di lingkungan kampus. Investigasi mendalam pun dilakukan. Wakil Rektor III UINSA Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Prof Abdul Muhid membenarkan adanya video yang beredar tersebut. Ia menuturkan salah satu video diduga kuat direkam di gedung Uinsa Kampus Gunung Anyar, Surabaya. (Surabaya, CNN Indonesia)

Pihaknya pun saat ini sedang memanggil mahasiswa yang diduga melakukan adegan mesum itu untuk menginformasi kebenaran video yang beredar. Namun mahasiswa yang dipanggil tersebut rupa nya syok setelah mengetahui video tersebut viral sehingga pihak kampus memutuskan memanggil orang tua nya untuk proses investigasi mendalam. 


Sebuah Ironi

Peristiwa ini sungguh ironi sebab terjadi di kampus yang berbasis agama islam. Hal ini juga menegaskan bahwa sistem pendidikan hari ini tidak menjamin kualitas keimanan serta ketakwaan peserta didiknya. Rusaknya pemikiran membuat mereka tidak peduli lagi akan tempat dan waktu serta tak peduli lagi dengan sistem sanksi. 

Berkuliah dikampus islam juga tidak menjamin para peserta didik bisa terhindar dari tindakan amoral. Para peserta didik juga tidak dipungkiri bisa terikut arus liberal. Liberalisme tidak hanya merasuki pemikiran, tapi juga sudah mencemari akidah dan berdampak buruk pada perilaku mereka. Kondisi ini juga tak berbeda dengan kampus kampus yang tidak berlabel islam. 

Kasus perilaku amoral semacam ini bukan lah hal yang baru. Sudah banyak kasus kasus serupa yang terjadi, misal pada tahun 2018, ketika sepasang mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) yang notabene berbasis pendidikan agama di Salatiga ketahuan mesum di sebuah masjid di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kendati mengakui bahwa keduanya adalah mahasiswanya, tetapi pihak kampus menolak jika perbuatan mereka dikaitkan dengan kampus. Pihak kampus bahkan sampai meminta media massa untuk tidak menyebutkan nama institusi mereka dalam pemberitaan. Dan masih banyak lagi kasus kasus serupa yang terjadi didunia pendidikan. 


Buah Sistem Pendidikan Sekuler dan Liberal

Semua ini jelas buah dari sistem pendidikan sekuler dan liberal yang tegak saat ini. Pada saat yang sama, sistem pendidikan saat ini menunjukkan kegagalannya dalam membentuk kepribadian peserta didik. Makin tingginya tingkat pendidikan mereka, nyatanya tetap menjadikan mereka mudah terbawa arus tanpa memiliki prinsip hidup sejati.

Dengan kata lain, kendati mereka terdidik tetapi hasil pendidikannya terbukti tidak mampu membendung rusaknya pemikiran mereka. Ini karena kondisi individual mereka juga diperburuk oleh sistem kehidupan yang liberal dan serba boleh.

Di sisi lain menunjukkan adanya kegagalan pembentukan kepribadian dalam sistem Pendidikan, apalagi di kampus ada fakta integritas untuk menjaga kemuliaan dan martabat mahasiswa.

Lemahnya sistem hukum negeri ini membuat tak adanya rasa takut Ketika melakukan pelanggaran. Fenomena tindak asusila di kampus ini juga semestinya menampar kita, terkhusus dalam kaitannya dengan penerbitan Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi sebagai pendahuluannya. Diketahui, Permendikbud 30/2021 telah kontroversial sejak awal kelahirannya. Peraturan ini memiliki potensi pelegalan zina di lingkungan perguruan tinggi, yakni dengan adanya frasa “consent/izin/persetujuan” pada butir pasal yang ada dalam peraturan tersebut. 

Akibatnya, kebijakan ini memunculkan makna legalisasi terhadap perbuatan seks bebas selama ada persetujuan antara kedua belah pihak. Tidak heran, perilaku amoral di kalangan intelektual pun marak tanpa ada rem pengendali/penghenti yang mampu berperan penuh.


Sistem Pendidikan dalam Islam

Akar permasalahan dalam hal ini jelas karena ketiadaan landasan sahih dalam sistem pendidikan. Perbuatan zina adalah salah satu kejahatan besar dalam syariat Islam, yang bahkan mendekatinya saja sudah diharamkan.

Allah Taala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).

Pada kejadian ini, jelas kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal-haram yang hakiki, itulah sistem sahih sistem Islam. Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi tindakan amoral yang dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.

Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam secara kafah akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Dengan lahirnya ketakwaan ini, seorang individu muslim akan merasa membutuhkan syariat Islam sebagai pengatur bagi kehidupannya.

Hanya saja, keluarga tentu tidak bisa berdiri sendiri. Mereka membutuhkan lingkungan tempat tinggal yang nyaman bersama masyarakat yang kondusif. Masyarakat tersebut juga harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka.

Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu. Sebab, perbuatan amoral perzinaan bisa mengundang azab bagi masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).

Masyarakat juga tempat terlaksananya sistem pendidikan, yang tentu saja harus sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga menghasilkan generasi berkepribadian Islam, yang dengan kata lain memiliki keterikatan terhadap syariat Islam kafah.

Terakhir, yakni negara yang menerapkan aturan Islam kafah (Khilafah) sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Sebab, aturan Islam mengenai perzinaan sangatlah tegas.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar