Tujuh Kali Tiga; Rumus Cegah Kenakalan Remaja


Oleh: Maria Ulfa Sukari (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali) 

Polisi menangkap 11 remaja yang terlibat tawuran di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Polisi juga menyita berbagai jenis senjata tajam dari tangan mereka.

"Dari para remaja yang terlibat aksi tawuran itu, polisi berhasil mengamankan 11 remaja berinisial FA (19), AB (18), MR (16), RP (14), WA (17), ID (19), DA (18), FAR (17), ES (19), MD (15), dan LR (18)," ujar Kasat Samapta Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Rosa Witarsa, Senin (3/6/2024) (SINDOnews.com 3/6/2024)

Tragedi memilukan menimpa seorangsiswa MTs berinisial MF (15)asal Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur, Situbondo , Jawa Timur. Ia tewas setelah dikeroyok oleh sembilan temannya di sebuah lapangan desa pada hari Minggu (26/5/2024). (SINDOnews.com 28/5/2024) 

Media sosial kembali dihebohkan dengan sebuah Video viral yang menunjukan sekelompok pelajar bolos dan ketahuan membuat Video mesum tengah digerebek Satpol PP Manado. Dalam keterangan unggahan tersebut, netizen dibuat terkejut lantaran sekelompok pelajar yang bolos itu masih SMP dan diduga sedang membuat Video mesum. (METROPOLITAN.id 5/6/2024)

Beberapa kutipan berita kenakalan remaja di atas hanyalah sedikit saja dari sekian banyaknya kasus kenakalan remaja yang marak terjadi. Mengapa persoalan ini tak kunjung berhenti? Apakah cara-cara pencegahan tidak dilakukan atau apakah hukuman bagi pelaku tidak menjerakan sehingga fenomena kenakalan remaja ini terus berlanjut? 

Sebagai cara untuk mencegah kenakalan remaja, dalam dunia parenting Islami telah cukup populer istilah '7 x 3', cara parenting menurut Imam Ali bin Abi Thalib. Imam Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke empat yang memimpin kaum muslimin sepeninggal Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam. Sepupu Rasulullah ini dikenal pula sebagai pencetus parenting Islami dengan rumus 'tujuh kali tiga', sesuai fase pertumbuhan anak. Cara tujuh dikali tiga ini tepat sekali jika diterapkan sebagai cara pencegahan tindak kenakalan remaja.

Tujuh kali tiga yang dimaksudkan di sini adalah; fase 7 tahun pertama ananda yaitu dimulai sejak usia 0 hingga 7 tahun, fase 7 tahun ke dua yaitu sejak usia 8 hingga 14 tahun, dan tujuh tahun yang ke tiga adalah masa usia anak telah di masa baligh atau remaja yaitu 15 hingga 21 tahun. 

Cara tujuh kali tiga ini membutuhkan peran orang tua sebagai pemeran utama bagi yang diamanahi anak oleh Allah Subhanahu Wata'ala, pendidik atau guru, lingkungan masyarakat, dan pemerintah. 

1. Tujuh tahun pertama (0-7 tahun) 
Di fase awal ini anak sudah bisa dibimbing oleh orang tua bahkan sejak dalam kandungan sebetulnya. Tentu orang tua harus membekali diri terlebih dahulu dengan ilmu supaya bisa mendidik anak-anaknya sesuai dengan tujuan penciptaan manusia. Di fase pertama ini adalah tahap penanaman akidah kepada anak dengan bahasa yang sederhana tentunya. Yang populer dari fase ini adalah cara orang tua melayani si buah hati diibaratkan seperti cara memperlakukan seorang raja. Maka sebagai orang tua kita harus memberikan pelayanan terbaik kita untuk mereka. Di samping itu mengajarkan tata krama dan kebiasaan baik juga dilakukan di masa ini. Seperti membiasakan mereka untuk mengucapkan kalimat thayyibah (kebaikan), antara lain mengucap dan menjawab salam, tahmid saat bersyukur, istighfar saat bersedih atau marah, mengajaknya beribadah dst. 

Dengan kemampuan berpikir atau daya analisa anak yang belum optimal, tetapi di masa ini disebut sebagai masa keemasan atau golden ages, di mana otak anak bersifat seperti spons yang bisa menyerap apapun. Maka orang tua dianjurkan untuk memberikan sebanyak-banyaknya informasi yang baik dan benar karena anak belum bisa memilah-milah antara baik atau benar,  terutama yang harus diajarkan adalah dalam rangka penanaman akidah. 

Selain itu, di masa ini anak juga disebut sebagai peniru ulung. Maka keteladanan orang tua sangat penting bagi mereka. Anak akan mendengar apa yang biasa diucapkan atau dibicarakan oleh orang tuanya, melihat gerak-gerik perbuatan orang tuanya dan orang-orang yang dekat dengan mereka, dan itu berpotensi akan dicontoh oleh mereka. Karena itu, orang tua harus berhati-hati dalam berucap, bertingkah laku dan memilih-milih lingkungan pergaulan yang sesuai dengan target pendidikan Islam.

2. Fase 7 tahun ke dua (8- 14 tahun) 
Fase di mana anak diperlakukan sebagaimana seorang tawanan. Islam sangat baik dalam memperlakukan tawanan. Tapi memang bersyarat, artinya jika seorang tawanan menunjukkan perlakuan yang baik, maka konsekuensi terbaiknya yaitu bisa dibebaskan. Bahkan, pernah para sahabat hanya memakan kurma kering sedangkan para tawanan perang diberikan roti. Itu sama saja dengan bagaimana orang tua harus memprioritaskan kebutuhan anak, daripada kebutuhan pribadinya. Di masa ini, anak sudah bisa diberikan peraturan-peraturan yang tegas. Apa yang baik dan yang tidak baik, mana yang boleh dan yang tidak boleh harus jelas. Namun, hal ini akan terkendala jika apa yang sudah dijadikan peraturan di rumah berbeda dengan peraturan di tempat lain yang disinggahi anak, misal di sekolah dan di lingkungan sekitar. Lalu apakah anak tidak usah disekolahkan dan dikurung saja di rumah? 

Tentu tidak demikian. Orang tua juga berkewajiban mencarikan pendidikan terbaik untuk anaknya. Maka orang tua Muslim, sudah sepatutnya mencarikan sekolah yang memiliki kurikulum berlandaskan akidah Islam bukan yang lain. Apapun bentuk sekolahnya, misalnya MI, SDIT, SD Islam, Rumah Quran, sekolah Tahfidz plus dll. Itu bisa menjadi bentuk ikhtiar orang tua memberikan lingkungan pendidikan terbaik untuk perkembangan anaknya di usia awal baligh. 

Pendidikan hari ini memang disebut-sebut gratis untuk usia wajib belajar 9 tahun bagi sekolah negeri, walaupun pada faktanya tidak gratis secara menyeluruh melainkan dalam skema BOS. Artinya tidak betul-betul gratis. Itu dalam hal pembiayaan. Dalam hal kurikulum, seringkali bergonta ganti yang menyebabkan kebingungan baik bagi pendidik, siswa apalagi orang tua. Fakta di lapangan lebih mencengangkan lagi, di mana banyak kasus kenakalan remaja juga dilakukan oleh anak-anak SD, usia SD sudah berani membully bahkan sampai membunuh, ada yang melakukan tindak asusila pemerkosaan, melakukan seks bebas, mencuri, hingga bunuh diri. Kasus tersebut memang tidak sepenuhnya terjadi pada anak-anak sekolah negeri. Namun, saat ini bagi orang tua yang memiliki kemampuan finansial lebih ternyata lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Bisa dikatakan kepercayaan masyarakat kepada sekolah negeri atau yang dalam pelayanan negara, itu kurang memuaskan. 

Orang tua sangat perlu mencari sekolah, sebagai pihak yang menjadi rekan bagi mereka untuk mendidik anak, yang bisa bersinergi dengan tujuan mereka dalam mendidik anak secara Islami. Agar selaras apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah, juga diajarkan di sekolah. Agar anak tidak mengalami kebingungan persepsi. Apa yang dianggap baik dan benar di rumah, harus begitu juga di sekolah. Sehingga terbentuk karakter yang utuh dan idealis. Karena manusia yang berkarakter inilah yang akan menjadikan negeri ini bangkit menuju kebaikan yang optimal. Harapannya tidak hanya maju dalam perkara kecanggihan teknologi duniawi, tetapi juga maju dalam hal moral dan adab. Sehingga, tercetaknya generasi yang optimal iptek dan imtaqnya tidak hanya menjadi slogan saja. 

Di fase ini pula anak sudah harus ditanamkan dengan jelas tentang konsekwensi dari perbuatan. Yaitu secara jelas apabila mereka berbuat baik maka orang tua jangan sampai lupa mengapresiasi atau memuji, dan jika melakukan keburukan maka jangan sampai dibiarkan tanpa memberikan sanksi atau hukuman. Agar jelas apa yang boleh dan tidak diperbolehkan oleh Syariat,  orang tua merujuknya kepada hukum syariat, bukan yang lain. Dengan harapan akan terbentuk kekokohan iman anak kepada Islam dan syariatnya. Maka dengan ini, idealismenya akan merujuk kepada Islam. Mereka akan tumbuh menjadi pembela Islam. 

3. Fase tujuh tahun ke tiga ( 15-21 tahun) 
Pada usia 15 tahun dijadikan sebagai usia rerata anak-anak masuk dalam usia mukalaf atau pubertas, atau masa awal baligh, walaupun bisa juga lebih cepat dari itu. Tetapi jika fase 7 x 2 nya sudah terdidik dengan baik sesuai ajaran Islam, maka di fase tujuh tahun ke tiga ini orang tua tinggal mendampingi saja. Fase ini disebut masa di mana anak diperlakukan sebagaimana seorang sahabat. 

Rasulullah bersabda, "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian". (H.R. Ali Bin Abi Thalib).

Di jaman ini, tantangan terberat bagi orang tua salah satunya adalah pengaruh media terutama yang ada dalam genggaman yaitu setan gepeng atau gadget. Orang tua harus bijak bagaimana memberikan screentime kepada anak. Anak tidak diperkenankan terpapar gadget sama seklai di usia 0-2 tahun. Kemudian di usia 3-6 tahun diberikan screentime maksimal 1 jam dan tentu dalam pengawasan. Kemudian 6 tahun ke atas anak sudah perlu dijelaskan apa arti kebutuhan dan keinginan. Anak perlu diajarkan mengelola emosinya, dan memberikan pelajaran tentang konsekwensi dari perbuatan. Di samping itu, orang tua dianjurkan pula membekali anak dengan ilmu bela diri, sebagai mana sabda nabi. 

Diriwayatkan dari Umar Bin Khattab Ra. "Ajarkanlah kepada anak-anak kalian berenang, memanah, dan tetap duduk di punggung kuda yang sedang melompat." 

Bisa disimpulkan kemampuan berenang, memanah dan berkuda ini adalah kemampuan mempertahankan atau melindungi diri. Maka bela diri pun termasuk, karena bela diri yang dicontohkan nabi dan para sahabat dulu adalah termasuk saat berperang menghadapi musuh di mana mereka mengendarai kuda-kuda dan menggunakan panah. Maka kuda dan panah hanyalah wasilah atau alat saja. Di mana tujuannya adalah fokus menghadapi musuh. Maka musuh generasi saat ini memang tak sama dengan musuh generasi terdahulu. Musuh generasi hari ini bersifat lebih lembut, yaitu melalui hiburan-hiburan termasuk yang ada di dalam gadget mereka. Maka, peran yang tidak kalah penting lainnya adalah peran pemerintah dalam menjaga kondusifitas tumbuh kembang generasi. 

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka cegahlah dan hentikanlah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka cegahlah dan hentikanlah dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka cegahlah dan hentikanlah dengan hatinya; dan hal ini merupakan buah iman yang paling rendah) (HR. Muslim). 

Mengubah dengan tangan atau membuat aturan itu ada tingkatannya. Pada lingkup keluarga,  orang tua memiliki kewenangan untuk membuat aturan bagi anaknya. Pada lingkup sekolah, kepala sekolah memiliki kewenangan untuk membuat aturan bagi seluruh warga sekolah, dibantu para jajaran guru. Pada lingkup lingkungan masyarakat, siapa yang memiliki kewenangan untuk membuat aturan jika bukan pemerintah? 

Dan ketiganya haruslah bersinergi memberikan perhatian yang besar bagi generasi. 

Dalam hal keamanan tayangan hiburan termasuk media, adalah ranah pemerintah. Media ada dalam pengawasan pemerintah. Maka, apabila ada informasi atau tayangan-tayangan yang tidak mendidik yang perlu dimuhasabahi atau dikritik adalah pemerintah. Ini bukan karena benci, melainkan karena cinta. Karena kita tak mau, pemimpin kita menjadi pemimpin keburukan, di mana pemimpin keburukan akan mengalir kepadanya dosa jariyah hingga hari kiamat. Jika keburukan itu terus langgeng dilakukan oleh orang-orang yang dalam pimpinannya (ummat).

Allah berfirman yang artinya,  "Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami (pulalah) yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuz)" (TQS. Yassin: 12).

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang baik, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat; dan barangsiapa yang mensunnahkan (mempelopori) satu sunnah yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat." (HR Ahmad).

Demikianlah rumus 7x3 untuk cegah kenakalan remaja, dalam parenting Islam menurut pandangan Imam Ali bin Abi Thalib. Di samping hukuman yang tegas dan tidak tebang pilih yang diberikan atas tindakan kenakalan remaja yang telah terlanjur terjadi, cara ini insyaAllah akan berhasil untuk cegah kenakalan remaja jika disertai keyakinan dan kesungguhan dalam menerapkannya. 

Wallahu a'lam bisshawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar