Akses Pupuk Sulit, Petani Menjerit


Oleh : Imas Rahayu S.Pd.

Akses pupuk subsidi yang sulit bagi petani menjadi masalah krusial yang menghambat produktivitas pertanian di Indonesia. Situasi ini mencerminkan kegagalan sistem yang seharusnya mendukung sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi. Artikel ini akan membahas tiga aspek utama: fakta, analisa, dan solusi dalam perspektif Islam.

Masalah akses pupuk subsidi menjadi salah satu keluhan utama petani di berbagai daerah. Di Kecamatan Soko, harga pupuk subsidi tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuat petani kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau, sehingga berdampak pada hasil panen mereka. Menurut laporan dari Tribun Tipikor, banyak petani merasa terbebani oleh harga pupuk yang tidak stabil dan cenderung mahal. (Selasa, 25/6/2024)

Di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur, petani harus menempuh jarak hingga 80 kilometer untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Situasi ini menunjukkan betapa sulitnya akses petani terhadap pupuk yang seharusnya mudah didapatkan. Berita Satu melaporkan bahwa kondisi jalan yang buruk dan jarak yang jauh semakin memperburuk situasi petani di daerah tersebut. (Selasa, 25/6/2024)

Selain itu, utang pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia yang mencapai Rp 12,5 triliun menjadi salah satu faktor yang memperburuk distribusi pupuk. Menurut laporan dari Bisnis.com, utang ini mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah dalam mendukung sektor pertanian. (Selasa, 25/6/2024)


Penyebabnya

Permasalahan akses pupuk subsidi bagi petani merupakan buah dari kapitalisasi sektor pupuk dan lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan petani. Saat ini, perusahaan memegang kendali penuh atas pengadaan dan distribusi pupuk, sehingga petani sering kali kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau dan dalam jumlah yang cukup. Sistem ini lebih mengutamakan keuntungan perusahaan dari pada kesejahteraan petani.

Keadaan diperparah oleh utang pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia, yang ironisnya adalah BUMN. Utang ini tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola keuangan, tetapi juga mencerminkan ketidakseriusan dalam mendukung sektor pertanian. Akibatnya, cita-cita terwujudnya kedaulatan pangan dan ketahanan pangan semakin jauh dari kenyataan.

Kurangnya akses pupuk yang memadai menyebabkan produktivitas pertanian menurun. Ini berdampak pada pendapatan petani yang semakin berkurang, membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian, kapitalisasi sektor pupuk dan lepas tangannya negara dari tanggung jawab terhadap petani menciptakan masalah berkelanjutan yang sulit dipecahkan dengan solusi parsial.


Solusi dalam Islam

Dalam pandangan Islam, pertanian adalah sektor strategis yang harus didukung penuh oleh negara. Negara berperan sebagai pelayan rakyat, yang bertugas memastikan kebutuhan dasar petani terpenuhi dengan baik. Dalam hal ini, negara harus memastikan akses saprotan, termasuk pupuk, dapat diperoleh dengan mudah dan terjangkau oleh petani.

Islam mengajarkan bahwa negara memiliki mekanisme yang jelas dalam memberikan bantuan kepada petani dan keluarga yang tidak memiliki modal. Dengan demikian, petani dapat tetap berproduksi dan sejahtera tanpa harus terbebani oleh biaya saprotan yang tinggi. Negara harus mengelola sektor pertanian dengan amanah dan tanggung jawab, memastikan bahwa distribusi pupuk dilakukan dengan adil dan merata.

Selain itu, Islam menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang baik dan berkelanjutan. Negara harus mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pertanian organik dan penggunaan pupuk alami, yang tidak hanya baik untuk lingkungan tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang. Dengan demikian, ketergantungan pada pupuk kimia dapat dikurangi, dan ketahanan pangan nasional dapat terwujud.

Dalam sejarah Kekhilafahan Islam, pengelolaan pertanian termasuk pemupukan tanah adalah bagian integral dari kebijakan ekonomi dan sosial negara. Kekhilafahan memandang pertanian sebagai sektor strategis yang harus didukung penuh demi kesejahteraan masyarakat dan kestabilan ekonomi. Berikut adalah contoh bagaimana masalah kelangkaan pupuk pertanian diatasi pada masa Kekhilafahan:


Kebijakan Agraria pada Masa Kekhilafahan Umar bin Khattab

Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab (634-644 M), wilayah kekhilafahan berkembang pesat, mencakup berbagai daerah dengan kondisi tanah yang berbeda-beda. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah memastikan kesuburan tanah di berbagai wilayah tetap terjaga untuk mendukung produksi pertanian.


Kebijakan dan Tindakan

1. Distribusi Lahan dan Irigasi
Umar bin Khattab memprakarsai kebijakan distribusi lahan yang adil kepada petani, dengan memastikan bahwa tanah yang subur diberikan kepada mereka yang mampu mengelolanya. Selain itu, proyek irigasi besar-besaran dilaksanakan untuk memastikan ketersediaan air bagi pertanian.

Salah satu proyek besar adalah pembangunan kanal dan saluran irigasi di Mesir dan Irak, yang meningkatkan produksi pertanian secara signifikan.

2. Dukungan Pupuk dan Teknik Pertanian
Umar mendorong penggunaan pupuk alami, seperti kotoran hewan dan kompos, yang tersedia secara lokal. Petani diberikan pelatihan mengenai cara membuat dan menggunakan pupuk alami untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Negara juga mendukung penelitian dan pengembangan teknik pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan, termasuk rotasi tanaman dan penanaman varietas tanaman yang memperkaya tanah.

3. Pembiayaan dan Subsidi
Baitul Mal (perbendaharaan negara) digunakan untuk memberikan subsidi dan bantuan keuangan kepada petani yang membutuhkan. Petani yang kekurangan modal diberikan pinjaman tanpa bunga atau hibah untuk membeli pupuk dan alat pertanian.

Selain itu, Umar memastikan bahwa tidak ada tanah yang dibiarkan menganggur. Tanah yang tidak ditanami selama tiga tahun berturut-turut akan diberikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya dengan baik.

4. Pemberdayaan Komunitas Pertanian
Pembentukan dewan pertanian lokal yang terdiri dari petani berpengalaman, ulama, dan pejabat negara untuk mengawasi distribusi pupuk dan memastikan kebutuhan pertanian terpenuhi.

Para petani didorong untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok tani, sehingga mereka bisa saling membantu dan berbagi sumber daya, termasuk pupuk.


Hasil dan Dampak

Kebijakan Umar bin Khattab berhasil meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan. Penggunaan pupuk alami dan teknik pertanian yang baik menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang. Subsidi dan bantuan keuangan memastikan bahwa semua petani memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan. Keberhasilan ini tidak hanya menjamin ketahanan pangan dalam negeri tetapi juga memungkinkan surplus hasil pertanian untuk diekspor ke wilayah lain.

Pendekatan holistik yang diambil oleh Umar bin Khattab dalam menangani masalah pertanian, termasuk kelangkaan pupuk, menunjukkan bagaimana negara Islam dapat memainkan peran aktif dalam mendukung sektor pertanian. Dengan kebijakan yang adil, dukungan finansial, dan pemberdayaan komunitas, Kekhilafahan berhasil mengatasi tantangan pertanian dan memastikan kesejahteraan rakyatnya. Pendekatan ini bisa menjadi inspirasi untuk mengatasi masalah serupa di masa kini dengan prinsip-prinsip yang berkelanjutan dan berbasis pada keadilan sosial.

Begitulah, akses pupuk subsidi yang sulit bagi petani merupakan masalah serius yang mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme dalam mendukung sektor pertanian. Negara harus mengambil peran aktif dalam memastikan ketersediaan pupuk yang mudah diakses dan terjangkau bagi petani. Solusi dalam perspektif Islam menawarkan pendekatan yang holistik, di mana negara bertindak sebagai pelayan rakyat, mendukung penuh sektor pertanian, dan mengelola sumber daya dengan bijak. Hanya dengan demikian, cita-cita kedaulatan pangan dan ketahanan pangan dapat terwujud. Wallahualam Bissawab.

Sumber referensi: 
M. Sa'id Al-Afghani, "Kebijakan Ekonomi dan Sosial Islam di Masa Kekhilafahan".




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar