Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, seorang pedagang perabot ditemukan tewas di dalam tokonya. Pelakunya adalah dua anak kandungnya sendiri yang berinisial K berusia 17 tahun dan P berumur 16 tahun. Kedua pelaku ditangkap di rumah kediaman yang tidak jauh dari Tempat Kejadian Perkara (TKP), yang masih berada di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Sabtu 22 Juni 2024 sore. Mereka menusuk ayahnya sendiri menggunakan sebilah pisau karena sakit hati dimarahi tersebab mencuri uang ayahnya. (liputan6.com, 23/06/2024)
Hal yang sama juga terjadi di Pesisir Barat, Lampung, seorang anak yang berinisial SPA berusia 19 tahun tega menghabisi ayahnya yang menderita stroke. Pelaku merasa kesal dan marah ketika dia sedang makan diminta tolong untuk membopong ayahnya ke kamar mandi. Pelaku memukul korban berkali-kali yang akhirnya korban dilarikan ke rumah sakit. Dan kurang dari 24 jam, akhirnya korban meninggal dunia. Akibat dari perbuatannya, pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara. (enamplus.liputan6.com, 21/06/2024)
Dari kedua kasus tersebut memberikan gambaran pada kita bahwa sistem sekuler menjadikan interaksi dalam keluarga hanya sebatas materi. Semua diukur untung dan rugi. Jika salah satu anggota keluarga tidak memberi manfaat maka akan disingkirkan, tidak terkecuali orangtua sendiri. Generasi durhaka banyak dilahirkan dalam sistem sekuler-liberalisme. Kerapuhan dalam keluarga akibat liberalisme menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang tak beradab dan bergaya hidup bebas, sesuka hatinya bersikap pada siapa pun termasuk orang tuanya. Liberalisme berhasil mengikis pemahaman tentang menjaga kewajiban dan hak antar anggota keluarga. Individu-individu kurang iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya dan abai pada keharusan untuk birul walidain banyak dilahirkan dalam sistem sekularisme. Hal ini disebabkan ditinggalkannya nilai-nilai Islam dalam keluarga. Sistem pendidikan sekuler juga tidak mendidik agar memahami birul walidain. Maka lahirlah generasi rusak, dan rusak juga hubungannya dengan Allah. Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba Allah dan pemimpin pembawa rahmat bagi alam semesta. Lahirlah generasi rusak dan merusak pun tak bisa dihindari.
Dalam Islam, anak memiliki peran yang dan tanggung jawab dalam keluarga, terlebih anak-anak yang telah baligh. Ia wajib berbakti pada kedua orang tuanya, yaitu ayah dan ibunya serta bergaul secara baik dengan mereka. Di samping itu, anak pun bertanggung jawab terhadap keluarganya, membawa keluarganya tetap berjalan sesuai Islam. Dan ketika ayah dan ibunya melakukan kesalahan atau khilaf, seorang anak pun memiliki kewajiban untuk memberikan pandangannya dan beramar makruf nahi mungkar pada kedua orang tuanya. Hanya saja, tentu harus dengan perkataan yang makruf. Di sinilah pentingnya adab yang harus dipahami seorang anak terhadap orang tuanya, sehingga ia tidak menjadi anak yang durhaka.
Adab merupakan bagian dari akhlak Islam yang diperintahkan Allah dan Rasulullah agar setiap muslim menghiasi dirinya dengan akhlak mulia, baik dalam beribadah, bermuamalat dengan orang lain maupun dalam perilaku yang sifatnya pribadi sekalipun. Sebaliknya, syariat telah melarang kaum muslim dari akhlak tercela.
Islam memerintahkan orang tua untuk menanamkan adab kepada anak sejak dini. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak telah mencapai usia 6 tahun, maka hendaklah ia diajarkan adab dan sopan santun.” (HR Ibnu Hibban).
Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW telah menjelaskan dengan sangat terperinci bagaimana seharusnya seorang anak bersikap baik terhadap orang tuanya, di antaranya adalah menaati dan menghormati kedua orangtua, merendahkan pandangan dan perkataan dihadapan orangtua, bersegera memenuhi panggilan mereka, tidak mencela irangtua dan tidak menyebkan mereka mendapat celaan, menafkahi orangtua, selalu mendoakan dan minta maaf bila kita salah dan menjaga silaturahmi.
Islam mendidik anak menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam yang akan berbakti dan hormat pada orangtuanya dan memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi. Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Juga menegakkan sistem sanksi yang menjerakan sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orangtua.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar