Oleh : Anita S.M (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Disdikbud Kaltim melalui Bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) produksi cookies berbahan dasar rice bran atau bekatul. Produksi cemilan tersebut, dirancang untuk mengatasi masalah stunting di kalangan pelajar. Dalam proses produksi juga melibatkan berbagai sekolah di Kaltim. Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMK Disdikbud Kaltim, Surasa mengungkapkan, ide produk cookies ini lahir dari keprihatinan terhadap isu stunting yang masih tinggi di kalangan pelajar. Surasa menyebut, bahan yang digunakan berasal dari sumber daya lokal. Termasuk rice bran yang sering kali dibuang, ternyata bisa berdampak pada pendidikan, sosial dan ekonomi. (NomorSatuKaltim, 14/06/24)
Stunting adalah kurangnya asupan gizi pada anak sehingga terganggu pertumbuhannya. Saat ini angka stunting Kota Bontang sebesar 19,65% dan ditargetkan turun 14% pada tahun 2024 yang juga sebagai target nasional. Beberapa daerah yang menjadi fokus penurunan stunting tahun 2022 yakni Kelurahan Loktuan, Kelurahan Berbas Pantai, Berebas Tengah, Kelurahan Api-api dan Kelurahan Gunung Elai. Sedangkan untuk fokus lokasi khusus tahun 2023 akan dilaksanakan di Kelurahan Bontang Baru, Kelurahan Guntung, Kelurahan Tanjung laut, Kelurahan Bontang Kuala dan Kelurahan Tanjung Laut Indah.
Adapun penyebab stunting ini di antaranya adalah pertama kurangnya nutrisi sejak dalam kandungan karena sang ibu tidak dapat mengonsumsi makanan sehat dan bergizi. Kedua, setelah lahir, bayi tidak mendapatkan asupan ASI yang cukup. Ketiga, buruknya sanitasi dan kurangnya akses air bersih.
Stunting sangat berbahaya ketika menimpa anak-anak yang notabene merupakan cikal bakal generasi masa depan kelak. Stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan fisiknya (tubuh pendek/kerdil), tetapi juga mengganggu perkembangan otaknya. Kalau sudah begini, tentu generasi pembangun peradaban yang cerdas berkualitas tidak akan didapatkan.
Melibatkan sekolah untuk ikut menangani stunting tidak akan mampu membuat tuntasnya persoalan stunting. Justru bentuk cuci tangan negara dalam sistem kapitalis saat ini. Semua lini dan sektor dibuat terlibat penanganan stunting sedangkan akar masalah persoalan stunting tidak disentuh.
Sistem kapitalisme hanya berpihak pada kaum yang bercuan. Boleh jadi suatu wilayah kaya SDA, tetapi yang menikmatinya bukan rakyat jelata. Siapa yang kuat dana, maka ialah yang berhak memiliki SDA. Karena itu SDA justru dikuasai dan dinikmati oleh pihak swasta baik lokal maupun asing. Kalaupun ada hasil SDA yang disalurkan kepada masyarakat, jumlahnya ala kadarnya, ibarat hanya sebatas pil penenang, sehingga tidak benar-benar memenuhi kesejahteraan rakyat banyak.
Dalam Islam, SDA merupakan milik umat. Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Manusia berserikat dalam 3 perkara, dalam hal air, padang dan api.” Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tambang adalah representasi dari api. SDA adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer, seperti biasa Bu pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal.
Dalam hadits tersebut, Abyadh diceritakan telah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat : “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)”. Rasul SAW kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya.” Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak digambarkan mengalir terus-menerus. Hadits tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Sikap pertama Rasul SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang yang lain kepada seseorang. Akan tetapi, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan bagaikan air yang terus mengalir, Rasul SAW mencabut pemberian itu.
Hal ini karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut dikategorikan milik umum. Adapun semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu. Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang garam itu jumlahnya sangat banyak, Ia menarik kembali pemberian itu.
Tidak ada larangan bekerjasama dengan perusahaan tertentu, tetapi hanya sebatas menggunakan jasanya, bukan sebagai pemilik. Mereka akan dibayar sesuai dengan jasa yang digunakan. Sehingga semua proses mulai dari pemilihan lokasi, aktivitas eksplorasi, distribusi, sampai pemulihan pasca tambang selalu dalam pengawasan ketat pemerintah. Sehingga pemerintah bebas menyalurkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Dengan demikian, ketika SDA tidak diatur berdasarkan ketentuan Islam, maka tidak akan banyak manfaatnya bagi masyarakat dan pastinya akan kehilangan berkahnya. Terbukti, di tengah berlimpahnya SDA, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Karena sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak swasta lokal maupun asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.
Alhasil, hanya sistem Islam yang mampu mengelola SDA dengan sempurna, karena Islam mempunyai sistem yang mumpuni dalam menjamin kesejahteraan manusia di segala sisi kehidupan. Penerapan sistem Islam secara keseluruhan dalam bingkai negara ialah solusi satu-satunya guna mengatasi berbagai permasalahan di dalam kehidupan dunia ini. Karena banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan SDA. Pengelolaan SDA sepenuhnya hanya ada di tangan negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang maupun jasa yang murah bahkan gratis, seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan fasilitas umum. Wallahualam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar