Benarkah, Pendidikan akan Merata dan Berkualitas dengan Zonasi?


Oleh : Arini Fatma Rahmayanti
 
Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang memiliki peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pendidikan juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Dengan mengimani bahwa pendidikan adalah hak dasar, negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan.

Kewajiban negara atas pendidikan tertera dalam Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945.  Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mempertegas dengan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta jaminan atas penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Dilansir dari TEMPO.CO, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) telah membuka pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB jenjang SMA dan SMK mulai tanggal 24-27 Juni 2024. Terdapat empat jalur PPDB SMA Negeri yakni zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan kerja orang tua. Sedangkan, SMK Negeri hanya terdapat tiga jalur, yakni prestasi, seleksi domisili, dan seleksi afirmasi.

Tahun ini, PPDB SMA Negeri jalur zonasi memberikan daya tampung paling sedikit 55 persen dari daya tampung sekolah yang dipilih. Lalu, jalur afirmasi paling sedikit 20 persen dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali paling banyak diterima adalah 5 persen. Sedangkan jalur prestasi yang diterima paling banyak 20 persen.

Pada PPDB SMK Negeri, jalur seleksi prestasi paling sedikit 75 persen dari daya tampung sekolah, dan jalur afirmasi paling sedikit 15 persen. Kuota bagi Anak Guru/Tenaga Kependidikan paling banyak sebesar 2 persen dari daya tampung, yang merupakan bagian di dalam kuota seleksi domisili terdekat paling banyak 5 persen.

Namun, akses warga telah dibatasi dengan problem ketidakbecusan negara dalam menuntaskan program wajib belajar. Inilah akar persoalan PPDB. Alhasil, untuk menjalankan hak dan kewajiban mengikuti pendidikan, warga negara mengikuti proses seleksi yang dikenal dengan PPDB. Implementasi PPDB pada kenyataannya selalu dibayang-bayangi berbagai persoalan yang terus berulang, mulai dari titip siswa hingga pungutan liar atau suap sebagai syarat masuk sekolah tersebut. Bahkan pada 2023 terungkap persoalan manipulasi dokumen kependudukan untuk mengakali seleksi PPDB jalur zonasi.

Proses PPDB seharusnya mengedepankan prinsip objektif, non diskriminatif, adil, transparan, dan akuntabel. Masalah PPDB merupakan buah buruknya implementasi dan pengelolaan wajib belajar yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Sayangnya, pemerintah juga tak siap mencegah dan menangani beragam praktik kecurangan PPDB.

Sebanyak 30 aduan terkait masalah pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jawa Tengah 2024 masuk melalui Ombudsman. Data itu berdasarkan pantauan posko Ombudsman Jateng belum genap sepekan, sejak dibuka 11 Juni 2024.

Kepala Ombudsman Jawa Tengah Siti Farida menyebutkan, aduan terbanyak terkait dengan kuota penerimaan melakui jalur afirmasi. Banyak masyarakat yang mempertanyakan terkait data siswa tidak mampu.

"Contoh aduannya ada di kota Semarang dan Klaten, iya (aduannya) di jenjang SMA dan SMK," ujarnya, Minggu (16/6/2024) pagi. Beberapa aduan lainnya juga terkait dengan masalah zonasi, kendala diaplikasi hingga seragam sekolah.

Kondisi sistem PPDB yang sangat ribet ini tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang berada dalam sistem sekuler-kapitalis, inilah akar masalah yang sebenarnya, pendidikan dalam sistem sekuler-kapitalis tidak meniscayakan biaya pendidikan yang mahal, sehingga pendidikan sulit untuk diakses oleh masyarakat kecil, sebab sistem ini memiliki paradigma bahwa pendidikan adalah jasa yang boleh di komersialkan atau diperjualbelikan. Selain itu, sistem sekuler-kapitalis ini juga telah menempatkan negara hanya sebagai regulator saja, bukan pengurus urusan rakyat, sistem ini meniscayakan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, sehingga banyak pihak swasta yang diberi kesempatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan. Sementara itu pada waktu yang bersamaan negara berlepas tangan terhadap tanggung jawabnya untuk menyediakan dan memfasilitasi pendidikan rakyatnya. Oleh karena itu selama sistem sekuler-kapitalis ini diterapkan maka masalah pemerataan mutu pendidikan tidak akan pernah tuntas, rakyat akan terus merasakan ketidakadilan dan kecurangan dalam sistem ini.
 
Kondisi ini berbeda dengan sistem pendidikan yang berada dalam negara islam yang menerapkan sistem islam, kepala negara atau khalifah adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya. Negara sebagai pelaksana dalam pelayanan pendidikan, sebab negaralah yang paling bertanggung jawab untuk pengurusan seluruh urusan rakyat. Dalam hadistnya Rsulullah SAW, bersabda: “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
 
Negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana dan prasaraan seperti, gedung sekolah dan fasilitas kelengkapannya, guru yang kompeten, kurikulum yang benar, dan konsep tata kelola sekolahnya. Negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta, namun sekeloh swasta diberi kesempatan untuk tetap hadir memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan, tetapi pihak swasta tidak sampai mengambil alih tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya. 
 
Anggaran pendidikan dalam negara islam diatur secara sentralisasi atau terpusat, seluruh biaya pendidikan berasal dari baitul maal, yakni pos fai, kharaj, dan pos kepemilikan umum. Dengan begitu negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, dan pendidikan islam menjamin pemerataan di seluruh wilayah negara baik perkotaan maupun perdesaan. Kondisi pendidikan yang dikelola dengan baik oleh negara secara kualitas maupun kuantitas maka keberlangsungan pendidikan akan berjalan khidmat tanpa kisruh, capaian pendidikan dapat benar-bener optimal untuk membangun peradaban yang gemilang. Dalam pembangunan sistem pendidikan negara islam berpegang teguh pada tiga prinsip yakni, kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas, sehingga kerumitan dalam pendaftaran pendidikan dapat di minimalisasi, sistem pendidikan seperti inilah yang berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh warga negara.

Wallahualam bi sawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar