Mabuk Kecubung, Generasi Terpapar Liberalisme


Oleh : Hana Annisa Afriliani, S.S

Fenomena mabuk kecubung tengah viral di laman-laman pemberitaan. Hal tersebut lantaran video yang menampilkan puluhan warga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan,  yang mabuk usai meminum pil putih tanpa merek viral di media sosial. Diberitakan sebanyak 35 orang dirawat di rumah sakit jiwa dan dua orang meninggal dunia. Setelah ditelusuri, pil putih tersebut ternyata mengandung ekstrak buah kecubung.

Kecubung (Datura metel) merupakan tanaman yang  mengandung senyawa kimia beracun seperti alkaloid tropane, termasuk scopolamine, atropin, dan hiosiami. Senyawa tersebut memiliki efek berbahaya bagi tubuh. Efek yang paling banyak terjadi yakni munculnya halusinasi dan delirium. Hampir semua bagian dari tumbuhan kecubung, mulai dari daun, bunga, buah, hingga biji, punya efek racun yang berbahaya jika dikonsumsi. Sebagaimana dilansir dalam kompas.id (12-07-2024) guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinis Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, mengungkapkan bahwa mengonsumsi kecubung bisa sangat berbahaya. Konsumsi tumbuhan ini dalam dosis kecil pun bisa menimbulkan efek yang serius.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalimantan Selatan, Brigjen Pol Wisnu Andayana.  Namun demikian, kecubung dalam undang-undang belum masuk sebagai bagian dari golongan narkotika. Kecubung, katanya, termasuk dalam golongan zat psikoaktif baru atau new psychoactive substance (NPS). (Kompas.com/10-07-2024)


Potret Generasi Liberal

Fenomena mabuk akibat mengonsumsi pil yang mengandung buah kecubung merupakan potret kehidupan rusak hari ini. Di bawah payung sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan, seseorang berbuat tanpa menimbang apakah perbuatan tersebut membawa kebaikan atau justru bahaya bagi dirinya. Sekularisme yang berpadu dengan kapitalisme melahirkan individu yang permisif alias bersikap serba boleh. Mereka menakar segala perbuatan berdasarkan suka atau tidak suka dan mau atau tidak mau. Bukan berdasarkan halal haram, terpuji atau tercela berdasarkan standar hukum syariat.

Miris! Generasi dalam saat ini begitu mudah mencoba-coba segala hal tanpa menimbang baik buruknya. Padahal setiap muslim kelak akan dihisab setiap perbuatannya. Allah Swt berfirman dalam surah Al-Zalzalah ayat 7 dan 8, "Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar zarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula."

Demikianlah karakteristik generasi sekuler, bebas berbuat atas nama dorongan nafsu dan kesenangan dunia belaka. 


Beramal dalam Dimensi Ibadah

Padahal seorang muslim sudah seharusnya melakukan perbuatan dengan landasan pemahaman yang sahih, yakni Islam. Dalam hal konsumsi makan dan minum, Islam mewajibkan seseorang untuk hanya mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan toyib (baik) saja. Sebagaimana Allah berfiman: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata." (Al-Baqarah Ayat 168)

Oleh karena itu, seorang muslim akan senantiasa mempertimbangan segala sesuatu yang akan dikonsumsinya dengan matang. Karena selain demi melaksanakan perintah Allah sesuai ayat di atas, juga dalam rangka menjaga kesehatan tubuhnya. Dalam Islam, haram hukumnya menimpakan bahaya pada diri sendiri maupun orang lain.

Nabi saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan selainnya dari Ibnu Abbas rahimahullah:
لاَ ضَرَرَ Ùˆَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh memadharati diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2341, Thabrani dalam Al Kabir no. 11806)

Dalam hal mengonsumsi buah kecubung yang ternyata mengandung efek memabukkan dan halusinasi bahkan berisiko pada kematian jelas diharamkan oleh syariat. Dalam hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Rasulullah saw bersabda: "Setiap benda yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram."


Generasi Ideal Butuh Negara Ideal

Negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah adalah kebutuhan mutlak jika mendamba lahirnya generasi ideal, bukan generasi liberal. Sebab sejatinya Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif dalam menata kehidupan dan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan landasan iman, negara Khilafah yang merupakan institusi penerap syariat kaffah akan mendidik rakyatnya dengan ajaran Islam yang sumbernya adalah wahyu Allah, bukan akal manusia seperti sistem hari ini.

Rakyat di bawah pengaturan sistem Islam akan dicetak menjadi generasi bertakwa yang takut kepada Allah, sehingga akan menimbang setiap perbuatannya berdasarkan prinsip halal-haram. Negara akan menerapkan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, sosial, hingga pemerintahan. Sehingga semuanya saling terintegrasi dalam mencetak generasi berkepribadian Islam.

Negara juga akan menjatuhkan sanksi tegas kepada para produsen makanan atau obat-obatan yang mengandung bahaya apalagi dzat haram di dalamnya. Oleh karena itu, negara akan memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap peredaran barang-barang konsumsi di tengah masyarakat. Demikianlah Khilafah akan mampu menjadi negara ideal dalam menciptakan generasi ideal, jauh dari sikap liberal. Wallahu’alam bis shawab.





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar