Oleh: Nur Hidayati (Lisma Bali)
Setiap musim haji, jutaan kaum Muslim melaksanakan ibadah haji dan inti dari pelaksanaan haji tersebut adalah wukuf di Arafah. Penentuan hari Arafah berkaitan erat dengan penentuan awal bulan Dzulhijjah yang ditetapkan oleh Amir Mekkah, bukan berdasarkan otoritas pemimpin kaum muslim di negeri yang lain. Itulah mengapa ada fenomena Idul Adha yang sering berbeda di beberapa tahun tertentu. Seharusnya hal ini tak perlu terjadi jika setiap orang mau berpikir.
Contoh sederhananya, Idul Adha adalah lebaran haji dan haji sendiri dilaksanakan di Mekah maka sudah barang pasti kita juga harus mengikuti ketentuan dari Mekah. Perbedaan ini terjadi akibat pengaruh sekat nasionalisme yang merupakan ajaran barat.
Seharusnya kita bersatu dalam merayakan Idul Adha seperti dalam pelaksanaan ibadah haji. Seluruh umat bersatu tanpa memandang perbedaan ras, warna kulit, dan suku bangsa. Mereka semua sama, yakni sama-sama mengharap ridho Allah, sama-sama memakai pakaian ihram. Seperti firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 10 yang artinya "Sungguh kaum mukmin bersaudara".
Yang menjadi tanda tanya besar bagi kita, mengapa kebersamaan ini tidak terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja perang di Palestina, penguasa negeri muslim banyak yang mengecam dan mengutuk Zionis Yahudi. Tetapi, mereka tak melakukan apa-apa. Mereka tak mengirimkan bantuan militernya yang sekiranya bisa membantu warga Palestina melawan kekejaman Zionis. Mereka hanya diam pura-pura buta akan genosida yang sedang terjadi di Palestina. Bahkan memasang tembok-tembok besar di perbatasan negeri.
Baginda Nabi Saw, menggambarkan persatuan umat laksana satu tubuh. Satu bagian yang sakit semua ikut merasakan sakitnya. Tidak seperti saat ini, dimana rakyat Palestina merasakan kepedihan, penyiksaan, tak ada satupun penguasa muslim yang bergerak nyata. Mereka terikat oleh faham nasionalisme yang sudah mendarah daging dalam diri mereka. Tak terlihat lagi gambaran baginda Nabi yang mengumpamakan semua umat muslim bagaikan satu tubuh. Seakan-akan hal itu hanyalah isapan jempol belaka.
Seharusnya, persatuan jamaah haji dalam melaksanakan ibadah haji menjadikan pelajaran buat kita agar segera bersatu menjadi satu tubuh tanpa memandang perbedaan yang ada.
Wallahu 'alam Bishowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar