Pemblokiran Bukan Solusi Persoalan Pornografi


Oleh : Ummu Nadira

Dilansir dari CNBC Indonesia disebutkan bahwa Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan X atau dulunya Twitter, terancam diblokir dari Indonesia. Hal itu bisa dilakukan apabila masih menerapkan kebijakan kebebasan konten pornografi di Indonesia.

Pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu panduan yang dimuat Pusat Bantuan X terkait konten dewasa. "Kami langsung kaji. Mungkin kita surati dengan segera. Nanti saya pelajari," kata Semuel di Jakarta, dikutip Minggu (16/6/2024).

"Pasti diblokir ini. Kalau sudah membolehkan [konten porno] kayak gini," imbuhnya.Semuel mengatakan pemblokiran akan dilakukan kepada platform dan bukan konten. Sebab pemblokiran konten tidak memungkinkan karena mereka tidak memiliki otoritas langsung untuk memblokir konten di suatu platform.

Semuel pun mengimbau pengguna di Tanah Air untuk bermigrasi ke platform lain jika pemblokiran ini benar-benar terjadi. "Kalau X enggak comply, ya X-nya ditutup. Penggunanya, mohon maaf, mulai siap-siap migrasi saja ke [platform] lain," terangnya.

Berdasarkan Pusat Bantuan X, platform ini mengizinkan konten dewasa sejak Mei 2024. Pengguna yang mengunggah konten dewasa, mulai dari konten telanjang hingga aktivitas harus memberikan label atau tidak menampilkan konten dengan jelas.Sebelum perubahan aturan ini, X memang memiliki kebijakan tidak resmi yang mengizinkan pengguna mengunggah konten dewasa. Namun tidak diizinkan atau dilarang, dan aturannya masih abu-abu saat itu.

Namun kini, X menambahkan klausul ke dalam aturannya yang secara resmi mengizinkan pengguna mem-posting konten dewasa dan grafis di platform, dengan beberapa peringatan.


Ganti Platform

Meski demikian, apakah lantas ganti platform ini menjadi solusi tuntas untuk menghindarkan pengguna dari konten pornografi? Bukankah di platform lain juga tidak ada jaminan keamanan terkait konten dewasa tersebut? Lebih dari itu, benarkah rencana pemblokiran X ini adalah bagian niat tulus penguasa untuk penyelamatan generasi dari kerusakan moral akibat tayangan porno? Ataukah ada tujuan lain, misalnya seperti target membungkam aspirasi masyarakat? Untuk diketahui, menurut perusahaan pengumpulan data Statista, masyarakat Indonesia adalah pengguna media sosial yang besar dan X memiliki 24,85 juta pengguna di negara ini. Angka ini adalah potensi besar, tidak terkecuali dari sisi gaung aspirasi.

Di sisi lain, kita juga mengetahui bahwa sejak dahulu X (bahkan sejak masih bernama Twitter) adalah tempat wacana kritis masyarakat. Kita juga tahu banyak sekali kasus yang viral melalui X sehingga ditangani oleh negara dengan cepat. Jika akhirnya platformnya diblokir hanya karena konten pornografi, tentu saja akan berdampak langsung pada peran X sebagai wadah diskusi kritis para penggunanya. Dengan begitu, kita tentu layak mempertanyakan, apa tujuan utama pemblokiran X? Terlalu klise jika alasannya hanya karena konten pornografi. Toh realitasnya, di platform media sosial lain juga marak konten tersebut.

Terlebih, kebijakan pembatasan maupun penghapusan sepihak oleh pihak perusahaan pemilik dan pengelola platform media sosial perihal status/konten/informasi yang diposting oleh pengguna, padahal bukan konten pornografi, juga terjadi di platform lain misalnya Facebook.

Sungguh, fenomena ini telah menegaskan bahwa segala aspirasi yang tidak sejalan dengan kepentingan kekuasaan (penguasa dan pemodal) memang harus siap dianulir, ditangguhkan (di-suspend), dihapus, bahkan diblokir dan tidak diizinkan untuk membuat akun di platform media sosial yang bersangkutan. Dengan demikian, intinya, pemblokiran X malah cenderung pada upaya pembungkaman aspirasi.


Solusi Tuntas

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, berlaku suatu pola bahwa aktivitas produksi akan terus terjadi jika suatu produk masih ada yang menginginkannya. Hal ini sebagaimana halnya pornografi. Jika masih ada pihak yang menginginkannya, maka pornografi adalah suatu industri sekaligus sumber daya ekonomi yang menguntungkan bagi produsennya. Inilah sejatinya latar belakang di balik sulitnya memberantas pornografi, termasuk pada jalur daring. Ini pula yang terjadi pada kasus gim (game) online, judi online dan pinjol.

Sejujurnya, hal yang membuat miris justru nasib situs-situs yang dianggap berkonten radikal, yang begitu mudahnya diberangus oleh rezim, padahal kontennya adalah dakwah Islam. Namun selama konten dakwah tersebut dinilai tidak sejalan dengan rezim, maka nasibnya akan berakhir dengan pemblokiran.

Atas dasar ini, jika X menjadi kambing hitam atas pornografi bersamaan dengan ditumbalkannya gaung aspirasi dan diskusi kritis di platform tersebut, maka penting sekali bagi kita untuk meninjau akar masalahnya agar bisa mencapai solusi tuntas. Satu hal yang pasti, solusi tuntasnya jelas dengan mengganti sistem secara total, sebagai sistem yang menaungi dan melegalisasi seluruh tata aturan kehidupan di negeri ini, yakni dari sistem sekuler-demokrasi-kapitalisme menjadi sistem Islam kafah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar