Oleh : Nia Amalia (Pegiat Literasi)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menilai adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi.
Menurut dia, inovasi teknologi dalam pembiayaan kuliah melalui pinjol sebenarnya menjadi peluang bagus namun sering kali disalahgunakan. (Tirto.id)
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, skema ini berpotensi menjerat mahasiswa dalam lilitan utang yang ketika gagal bayar dapat berujung pada praktik intimidasi. "Orang yang jelas-jelas tidak mampu itu punya hak dibantu, tapi ini tidak. Dibikin celah pinjol supaya mereka secara sistemik terbelit utang dan tidak bisa bayar, apalagi ada intimidasi. Itu seni pemerasan,” kata Ubaid kepada wartawan BBC News Indonesia, Jumat (26/01).
Muhamad Nur Purnamasidi Anggota Komisi X DPR RI menilai gagasan untuk memperbolehkan mahasiswa membayar uang kuliah tunggal (UKT) dengan pinjaman online (pinjol) bukan merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi mahalnya biaya pendidikan tinggi.
Menurut Nur, pembayaran UKT menggunakan pinjol justru menjerumuskan mahasiswa ke dalam masalah yang lebih kompleks. Untuk mengatasi persoalan pembiayaan pendidikan yang dinilai mahal oleh beberapa pihak, menurut dia, langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan anggaran pendidikan dari APBN benar-benar sesuai dengan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada. (suara surabaya)
Menyikapi hal tersebut, Dr Imron Mawardi SP Msi selaku pakar Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan tanggapan. Menurut Dr Imron, meskipun membantu di awal, solusi jangka pendek ini berpotensi menjebak mahasiswa dalam lingkaran utang karena bunga pinjaman yang fantastis. (unair.ac.id)
Pinjol untuk dana pendidikan tidaklah cocok, lantaran tingginya bunga yang harus dikembalikan. Untuk mahasiswa yang kesulitan ekonomi maka akan terasa semakin mencekik, pasalnya bunga lebih tinggi dari bunga KPR sebesar 3 kali lipat. Pemerintah terlihat ingin mengadopsi gaya pendanaan pendidikan seperti di AS, tetapi di luar negeri dengan program “Student Loan” mahasiswa membayarnya setelah lulus kuliah. Ini berarti pemerintah berarti memberikan subsidi terlebih dahulu sampai mahasiswa lulus. Mengkiblat pada Barat. Alih alih membawa kepada perubahan, ternyata makin memperburuk problem generasi. Efek psikis dari pinjol adalah peminjam akan mendapatkan tekanan jika belum bisa membayarnya. Bagaimana nasib mental mahasiswa Indonesia dengan beban study ditambah tekanan utang?
Mahalnya biaya pendidikan itu buah dari kebijakan pemerintah yang mengadopsi ideologi penjajah kafir khususnya AS, yakni neoliberalisme. Sebagai salah satu varian kapitalisme –seperti Keynesian yang mengutamakan intervensi pemerintah– neoliberalisme justru sebaliknya. Neoliberalisme merupakan bentuk baru liberalisme klasik dengan tema-tema pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualisme (Adams, 2004).
Pandangan Islam tentang Biaya Pendidikan
Dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara (Usus Al-Ta’lim Al-Manhaji, hal. 12).
Dalilnya adalah As-Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Nabi saw. bersabda : “Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR Muslim).
Setelah perang Badar, sebagian tawanan yang tidak sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajari baca tulis kepada sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya (Al-Mubarakfuri, 2005; Karim, 2001).
Ijma’ Sahabat juga telah terwujud dalam hal wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muadzin, dan imam salat jemaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (baitulmal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara) (Rahman, 1995; Azmi, 2002; Muhammad, 2002).
Kepiawaian negara Islam dalam mengatur pos pemasukan dan pengeluaran adalah kunci. Biaya pendidikan dari baitulmal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 (dua) kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. (An-Nabhani, 1990).
Kekayaan sumber daya alam Indonesia sebenarnya sangat memadai untuk menopang biaya pendidikan. Namun oligarki kekuasaan, yang menyebabkan hampir seluruh SDA Indonesia dikuasai. Mewujudkan pendidikan gratis di Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang tidak mungkin. Namun ketika seluruh SDA dijual pada pengusaha, apa yang disisakan untuk generasi saat ini? Wallahualam bissawab. []
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar