Politik Uang Mustahil Teratasi dalam Demokrasi


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.

Politik uang menjadi pemandangan yang tidak dapat terhindarkan lagi di dalam demokrasi hari ini. Atas hal itu muncullah upaya untuk mengatasinya di berbagai wilayah di Indonesia salah satunya di kota Purwakarta, Jawa Barat. 

Hal ini dapat dilihat dengan upaya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Purwakarta menggandeng pemilih pemula untuk berbondong-bondong melaksanakan pengawasan selama tahapan Pilkada 2024. Di sinilah pemilih pemula berpartisipasi sebagai pengawas. 

Teman-teman pelajar dan mahasiswa nantinya akan menjadi mitra dalam melaksanakan pengawasan pelaksanaan Pilkada terutama di dalam isu politik uang, SARA, hoaks, sampai pada ujaran kebencian. (Lensa Purwakarta, 10/07/2024).

Namun, upaya itu pastilah berjalan sangat sulit mengingat sistem di Indonesia lahir dari sistem kapitalisme yang sudah pasti di dalamnya terdapat kebebasan-kebebasan. Atas kebebasan itulah setiap individu memiliki peluang untuk terus melakukan apa saja demi cita-citanya termasuk dalam hal politik. Terlebih pemisahan agama dari kehidupan membuat cita-cita politik dibumbui jauh dari standar benar dan salah, yang ada hanyalah  ambisi untuk menang dengan bagaimana saja caranya. 

Atas itu, mustahil politik di dalam demokrasi bisa sepenuhnya bersih dari politik uang. Ada pun misalnya di dalamnya tercetuskan “politik tanpa mahar” atau lain sebagainya, tetap saja peluang di sekitarnya masihlah sangat kuat untuk saling mempengaruhi. Bahkan politik uang sudah menjadi kebiasaan bahkan keharusan di sistem hari ini. Maka tidak aneh kita temukan bahwa politik hari ini sangat berbiaya mahal. Parahnya rentetan politik uang ini dapat berakibat buruk pada cita-cita setelah mendapatkan kursi jabatan tersebut.

Pakar politik dari Universitas Indonesia Chusnul Mar’iyah menilai bahwa politik uang dengan biaya tinggi dapat membuat kian suburnya praktik korupsi.Beliau menuturkan bahwa uang korupsi dapat digunakan untuk biaya politik dan kepentingan gaya hidup politisi. Beliau pun mengatakan bahwa setiap pemilu politisi diharuskan membayar uang suap untuk membeli suara dari rakyat, menjaga komitmen suara konstituennya, membayar biaya sanksi, lembaga survei, penggiringan opini, dan lain sebagainya.

Kasus korupsi juga diperkuat lantaran uang yang digelontorkan para politisi lebih besar dari gaji yang didapatkan ketika menjabat. Korupsi menjadi jalan ninja yang tidak terhentikan sampai saat ini. (Media Umat, 20/06/2024).

Tidak berhenti di sana, politisi yang tidak mempunyai modal untuk melakukan politik uang pun terus memutar otak untuk bisa mendapatkan modal. Tidak sedikit politisi yang berhutang pada para pemilik modal. Di sinilah kesepakatan dibuat guna menguntungkan kedua belah pihak. Pertama, politisi mendapatkan modal politik untuk mendapatkan kursi. Kedua, pemilik modal mendapatkan jalan mulus serta perizinan dari kebijakan yang lahir dari politisi tersebut yang menguntungkan dirinya. Maka, politik balas budi sangat kental terjadi.

Bahkan dikatakan oleh Mahfud MD bahwa mencapai angka 82 persen calon kepala daerah yang dibiayai oleh para pemilik modal. Sungguh ini adalah kondisi yang tidak sehat dan sangat amat urgen untuk diatasi. Maka, solusi yang dilakukan tidak cukup hanya sekadar memberikan pengawasan dari kalangan anak muda atau pemilih pemula.

Terlebih cara kotor ini pastinya akan melahirkan pemimpin yang jauh dari standar ideal. Pemimpin yang tidak kompeten, tidak berpengalaman, tidak amanah, dan kriteria buruk lainnya akan lahir selama ia memiliki modal yang besar.

Di sisi lain masyarakat dengan kondisi yang serba terhimpit dengan mudah termakan rayuan politik uang ini. Alhasil politisi yang dipenuhi kecacatan ini hadir di tengah masyarakat sebagai pahlawan yang memberikan angin segar. Bansos disalurkan, uang diberikan, tidak lupa janji-janji tiada henti dihembuskan untuk menggaet suara. Atas penggelontoran itulah sulit sekali masyarakat terlepas.

Atas hal itu, masyarakat menjadi pasukan yang berterima kasih pada para politisi karena sudah memberikan uluran bantuan bagi mereka. Rasa terima kasih itu dialirkan dengan memberikan suara pada politisi tersebut. Sama sekali bukan karena kompeten atau tidaknya politisi tersebut menjadi pemimpin. Sungguh kondisi ini sangat amat parah dan menjadi bumerang bagi keadaan sosial.

Semua ini akan terus terjadi selama landasan politiknya masihlah sama. Kapitalisme dengan di dalamnya terdapat demokrasi yang memiliki statement dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat nyatanya hanya menghasilkan kontrak kerja antara rakyat dengan para politisi.  Di dalam demokrasi hari ini kekuasaan serta kebijakan sangat dipengaruhi oleh para kapitalis atau pemilik modal. Bahkan dapat dikatakan bahwa memang para kapitalislah yang menjadi penguasa di negara yang menganut asas ini.

Sangat berbanding terbalik dengan sistem di bawah kepemimpinan Islam yang sangat amat menjunjung sikap amanah ketimbang mengumpulkan kekayaan semata. Sebagaimana diketahui bahwa sebetulnya kepemimpinan adalah tentang mengurusi umat. Dengan itu, cita-cita dunia seperti materialisme di dalam politik tentunya tidak akan pernah selaras dengan pengurusan umat secara menyeluruh.

Memikirkan perut sendiri menjadi tujuan akhir dari politik uang. Sangat jauh dari landasan kepemimpinan di dalam Islam yang dilandasi atas penyempurnaan ketaatan kepada Sang Pencipta. Atas landasan yang tepat sebagai bagian dari ibadah dan amanah di hadapan Allah SWT, maka politik berasaskan Islam adalah upaya untuk menerapkan syariat Allah SWT.

Politik berdasarkan Islam pun akan melahirkan pelaku politik yang paham akan konsekuensi dan tahu betul segala kebijakan nantinya akan dipertanggungjawabkan. Dengan itu, menggenggam syariat adalah kekuatan hakiki bagi para politisi. 

Hal ini tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, “Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan muslim dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat.” (Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-hakim).

Sebagaimana Rasulullah SAW pun bersabda “Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tirainya membawa ia kepada kehancuran.” (HR Tirmidzi).

Dengan iman yang kokoh yang diperkuat dengan sistem Islam yang paripurnalah yang akan menghempaskan politik dari jeratan politik uang ala demokrasi kapitalisme ini. Hanya Islam yang mampu menjaga masyarakat dari tangan-tangan kotor sistem kapitalisme dan rengrengannya. Islam pula yang menjadi landasan paling sempurna sebagai pengawas aktivitas politik yang ada, hal itu karena landasan Islam berasal dari sosok yang Maha Besar, Maha Sempurna, dan Maha Pengatur. Tidak lain dan tidak bukan hanya Allah SWT semata.

Dengan landasan Islam pun akan diberlakukan tindakan tegas untuk memberantas upaya-upaya menyimpang di dalam politik bahkan hukuman pula bagi pemimpin zalim yang memberikan kesengsaraan bagi rakyatnya dan juga melakukan penyimpangan. Dengan itu, praktik politik di sistem Islam akan terfasilitasi dengan landasan yang kokoh. Pemimpin yang dihasilkan pun adalah sosok yang kompeten yaitu pemimpin yang dibangun atas landasan hukum syariat, bukan uang.

Maka, solusi utama adalah dengan bersungguh-sungguh mewujudkan penerapan Islam sebagai landasan kehidupan. Dengan begitu lahirlah masyarakat dan pemerintahan yang sehat, yang menjalankan perannya atas nama Allah SWT dan kepentingan umat, bukan atas nama kepentingan segelintir orang saja. Inilah satu-satunya jalan ideal dan tuntas. Maka, sudah bukan saatnya kita bergelut hanya dalam tataran upaya yang serba tanggung. Upaya tanggung hanya akan menghasilkan perbaikan yang tanggung pula, bahkan parahnya hanya berkutat sebagai formalitas belaka yang jauh dari perubahan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar