Oleh : Anita S.M (Aktivis Dakwah Muslimah)
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memprioritaskan pelaksanaan empat program utama untuk mengatasi permasalahan kemiskinan ekstrem. Bantuan permodalan untuk Kube, 500 kelompok dengan sebaran 50 kelompok per kabupaten/kota Bantuan usaha bagi WRSE, 200 perempuan dengan kuota 20 orang per kabupaten/kota. Bantuan teknis untuk LKS seperti penyandang disabilitas, lansia, veteran, gelandangan, anak terlantar, dan janda veteran. Bantuan terencana bagi individu rentan, termasuk penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Program-program penanggulangan kemiskinan ini dibiayai APBD Kaltim dan APBN. Dinsos Kaltim berharap, dengan program-program yang telah dilaksanakan, angka kemiskinan ekstrem di Kaltim dapat terus menurun lima persen pada 2026. Meski masih banyak tantangan harus dihadapi dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, seperti keterbatasan anggaran dan perluasan cakupan program. Dinsos Kaltim memperkuat kolaborasi dengan sejumlah instansi untuk menekan angka kemiskinan ekstrem. (Antara Kaltim, 02/08/24)
Sejatinya kemiskinan tidak hanya terjadi di Samarinda saja melainkan kemiskinan tersebar di seluruh Indonesia itu menandakan bahwasanya kemiskinan struktural, yakni adanya golongan masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses sumber-sumber pendapatan yang sejatinya ada di antara mereka. Akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme, sumber daya yang melimpah tidak dapat diakses oleh masyarakat. Terjadi privatisasi pada sebagian besar sumber daya yang seharusnya dimiliki oleh rakyat. Privatisasi ini menyebabkan sumber daya yang besar justru mengalir hanya kepada segelintir golongan saja, yakni swasta dalam negeri bahkan kepada asing.
Kemiskinan apalagi ekstrim menunjukkan pemerintah gagal menyejahterakan warganya. Berbagai progam dan melibatkan instansi lain tidak akan mampu menyelesaikan kemiskinan karena akarnya adalah kehidupan kapitalisme sekuler.
Sementara itu dalam konsep sistem ekonomi Islam yang didukung oleh sistem politik Islam, akan dijamin terpenuhinya kebutuhan primer individu-individu rakyatnya. Bahkan, turut membantu terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini merupakan prioritas bagi negara untuk memenuhi kebutuhan tiap-tiap rakyatnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan didukung oleh penerapan sumber pemasukan negara yang sesuai dengan syariat Islam, bukan dengan bertumpu pada pajak dan utang, melainkan dari pemasukan tetap, yaitu dari fai, kharaj, zakat, seperlima harta rikaz, dan jizyah.
Demikian juga dengan penerapan konsep kepemilikan sesuai syariat. Sumber daya alam seperti hutan, laut, sumber air, barang tambang seperti minyak bumi dan batu bara, merupakan milik umum sehingga tidak akan mungkin dibolehkan adanya privatisasi. Setiap individu boleh mengambil sesuai keperluannya dan negara wajib mengelolanya, kemudian hasilnya dibagikan merata untuk rakyat.
Banyaknya sumber pemasukan negara ini akan menjamin terselesaikannya masalah kemiskinan. Hingga ke ranah teknis pun, negara akan menjamin tersedianya mata pencarian bagi rakyatnya.
Setiap individu akan didorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika tidak mampu, maka mahramnya yang akan menanggung. Apabila tidak memiliki kerabat yang sanggup menanggung, maka negara wajib memenuhi kebutuhan hidupnya diambil dari kas zakat maupun sumber pemasukan lainnya. Bahkan, jika kas negara tidak memenuhi, maka sesama muslim lainnya yang akan membantu dengan penarikan dharibah (pungutan) bagi warga yang mampu.
Sistem ekonomi kapitalisme saat ini tidak akan mampu memberikan solusi kemiskinan sebagaimana kesempurnaan sistem Islam. Dalam kehidupan kapitalistik, kebebasan kepemilikan diagungkan sehingga yang kuat akan dapat menguasai sumber daya yang besar. Sementara itu tiap-tiap individu akan dibiarkan mengurusi kehidupannya sendiri, sedangkan negara hanya bertugas sebagai pengawas dan pengontrol. Lalu, untuk apa sistem kapitalisme ini terus kita pertahankan?
Untuk mewujudkan sistem ekonomi Islam memerlukan tegaknya tiga pilar ekonomi Islam. Pertama, dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Kedua, tegasnya pembagian sumber daya dalam konsep kepemilikan tersebut, serta pengolahan dan pengembangannya diatur sesuai syariat Islam. Ketiga, penekanan pada distribusi merata, baik secara ekonomis maupun nonekonomis kepada rakyat.
Pilar pertama tentang konsep kepemilikan merupakan hal mendasar dalam sistem ekonomi Islam bahwa semua kekayaan di dunia adalah milik Allah dan Allah telah menetapkan konsep kepemilikannya. Kepemilikan individu juga akan bermanfaat bagi kas negara dalam bentuk zakat, infak, maupun sedekah. Sementara itu, kepemilikan umum dan negara wajib dikelola oleh negara sehingga akan berdampak kepada rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sistem politik kapitalisme demokrasi jelas tidak akan bisa mewadahi penerapan konsep ekonomi Islam ini. Hanya institusi Khilafah Islamiah dengan dasar akidah Islam—yang di dalamnya diterapkan sistem politik Islam—yang mampu mewujudkan terciptanya sistem ekonomi Islam untuk menuntaskan kemiskinan.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar