Demokrasi Hanya Ilusi, Keadilan Bisa Dijual Beli


Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah Mataram)

Gregorius Ronald Tannur divonis bebas di kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, hingga meninggal dunia, yang terjadi di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur pada 4 Oktober 2023 dini hari.

Hal ini tentu saja mengundang geram masyarakat dan publik. Vonis bebas ini lantaran Ronald Tannur tak terbukti membunuh Dini. Dini disebut meninggal dunia karena alkohol. Damanik meyakini, Dini meninggal bukan karena penganiayaan atau terlindas kendaraan, melainkan karena adanya kerusakan lambung akibat terlalu banyak minum alkohol saat karaoke di Blackhole KTV. Selain itu, Hakim Damanik juga membacakan pertimbangan lain dalam momen sidang putusan perkara tersebut. Di mana tidak ada saksi yang melihat secara langsung bahwa Ronald Tannur berniat menganiaya atau membunuh Dini Sera Afrianti.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai putusan hakim Erintuah Damanik yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur dari perkara pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti tersebut sulit untuk dipahami baik dari sudut logika maupun yuridis, serta bertentangan dengan rasa keadilan dalam masyarakat.

Fickar berbicara mengenai seluruh alat bukti yang dihadirkan di persidangan. Dalam penanganan kasus Ronald Tannur, ia menilai hakim hanya mempertimbangkan bukti yang dapat membebaskan terdakwa saja.

"Hakim seharusnya mempertimbangkan seluruh alat bukti (keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk maupun keterangan terdakwa) yang diperiksa di persidangan, dalam kasus Ronald Tannur hakim hanya mempertimbangkan bukti yang dapat membebaskan terdakwa saja." ucapnya.

Kasus Ronald Tanur ini hanya satu dari sekian banyak kasus kriminal yang terjadi di Indonesia yang diselesaikan secara tidak adil. Bagaimana mungkin kejahatan yang begitu jelas, pelakunya malah divonis bebas? Apakah karena pelaku merupakan anak dari eks anggota DPR? Atau pelaku merupakan orang berpengaruh yang punya banyak uang dan kuasa? Sehingga hakim dan hukum pun mampu dibeli olehnya?

Jika kita membuka mata sudah terlalu banyak ketidakadilan akibat sistem demkorasi yang dianut negeri ini. Setiap undang-undangnya merupakan buatan manusia yang kita tahu bahwa manusia itu adalah makhluk yang tidak sempurna, lemah dan memiliki batasan. Sehingga hukum yang dihasilkan pun bisa saja cacat. Terlebih pada sistem demokrasi, bukan tidak mungkin bagi orang berkuasa dapat memutar balikkan hukum. Makanya, kita kenal hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. 

Ketika yang berbuat salah adalah para pengusaha atau pejabat, hakim dengan mudah memvonis tidak bersalah. Sementara untuk kaum yang tidak memiliki apa-apa. Bahkan hanya mencuri ubi saja akan dijatuhi hukuman yang berat. Bisakah kita terus seperti ini melihat ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat?

Perbuatan Ronald Tannur ini merupakan perbuatan penghilangan nyawa. Bahkan didahului dengan penganiayaan. Bukti pun sudah jelas di depan mata. Ini membuktikan bahwa nyawa dan sistem bukan sesuatu yang berharga. Sanksi yang tidak tegas inilah kerap mengundang kejahatan-kejahatan lainnya. Orang tidak akan lagi berpikir dua kali saat hendak melakukan tindakan kriminal. Toh, bisa mudah dibebaskan. 

Maka dari itu, wajar keadilannya bersifat semu karena sistemnya berasal dari buatan manusia. Yang sudah kita sebutkan bahwa manusia itu lemah dan terbatas. Mudah dikompromi dan dijual beli. Karena baginya uang adalah segalanya. Uang ini yang menjadi pusat kendali dalam demokrasi dan kapitalisme. Sehingga banyak pula hak-hak rakyat yang tidak terpenuhi dan malah cenderung didzalimi. Penguasa-penguasa hanya akan mementingkan diri pribadi mereka. Selama mereka diuntungkan dan rakyat dibuntungkan. Maka, tidak jadi masalah buat mereka. Terlebih sistem ini telah mencampakaan syariat islam yang berasal dari Allah swt. 

Sangat berbeda ketika kita melihat pada sistem islam yang dasarnya adalah aqidah islam itu sendiri. Islam pun memiliki sebuah mekanisme melidungi nyawa karena nyawa merupakan hal yang berharga. Sebagaimana dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, "Lebih baik bagi Allah, kehancuran Al-Kakbah batunya satu demi satu, itu lebih ringan diterima Allah dari pada tumpahan darah seorang muslim."

Juga firmannya, "Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya. Akan tetapi, janganlah dia (walinya itu) melampaui batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan." (Q.S. Al-Isra: 33)

Islam itu memiliki sistem sanksi yang tegas yang bersifat zawajir (pencegah) agar orang lain tidak melakukan hal yang sama dan jawabir (penebus) bagi pelaku agar mereka menyesali perbuatannya sehingga tidak lagi mengulangi serta diharapkan akan bertaubatan nasuha. Syariat islam telah menjelaskan bahwa setiap kejahatan akan dikenai sanksi. Misalnya dalam kasus pembunuhan ini maka hal ini termasuk jinayat. Menurut istilah syarak, jinayat adalah tindakan melanggar anggota tubuh yang menjadi bagian organ yang wajib diqisash dalam bentuk hukuman badan atau harta kekayaan. 

Daulah islam akan tetap menjaga kedaulatan hukum tetap berada di tangan syarak. Tidak akan ada yang berani memperjualbelikan hukum karena sistem peradilan islam berbasis pada ketundukan terhadap hukum Allah swt. Islam telah memberikan aturan yang syar'i bagi umat manusia. Sehingga umat dapat hidup dalam kedamaian dan ketenangan. 





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar