Hak Hidup Rakyat Dipermainkan, Nyawa Jadi Taruhan


Oleh: Rusmiati

Tragis dan pilu nasib masyarakat desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Demi mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak mereka atas lahan hutan dan perkebunan, di antara mereka ada yang meregang nyawa. GJK, inisial seorang warga Bangkal, pada 7 Oktober lalu, terpaksa harus kehilangan nyawa, saat dia dan banyak tetangga desanya memblokade jalan dan menutup akses perusahaan menuju kebun sawit yang di luar batas izin pemerintah.

Aksi menutup jalan itu, menurut masyarakat Bangkal, dipicu perusahaan yang terus menerus ingkar janji menyerahkan lahan sawit seluas 2 hektar kepada setiap keluarga desa tersebut. Namun blokade jalan dan demonstrasi warga itu dihadapi perusahaan dengan menerjunkan aparat yang bersenjata lengkap. Miris melihat pemandangan ini. Rakyat hidup menderita, terampas lahannya, direnggut ruang hidupnya.

Negara ini seolah tidak peduli dengan kesengsaraan demi kesengsaraan yang menimpa rakyatnya. Mereka justru membuka jalan bagi para investor di berbagai sektor baik perkebunan, pertambangan, infrastruktur, maupun pembangunan pulau-pulau kecil. Investasi telah mengakibatkan perusahaan swasta berkuasa atas tanah warga. Beginilah nasib rakyat di bawah kekuasaan negara kapitalisme. Sistem batil yang hanya menjadikan negara sebagai penyedia lahan bagi para pemilik modal. 

Sangat berbeda dengan negara Khilafah ketika mengurus rakyatnya. Khilafah adalah raa'in (pelayan) bagi rakyat. Seperti itulah syariat menetapkan. Dengan perintah ini, maka negara Khilafah wajib menempatkan kebijakan ekonominya, untuk pemenuhan kebutuhan hidup rakyat. Negara akan menjalankan politik ekonomi Islam. Penerapan semua kebijakan harus menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar (asasiyah), termasuk kebutuhan akan tanah dan lahan.

Islam mengatur tentang pertanahan agar tidak timbul kezaliman di antara manusia. Dalam fikih pertanahan, kepemilikan tanah terbagi menjadi tiga, yakni tanah milik individu, tanah milik negara dan tanah milik umum. Di antara salah satu jenis tanah milik individu adalah tanah mati, yang dihidupkan oleh seseorang (tanah mawat) yakni lahan tidak bertuan yang tidak ada pemiliknya. 

Dengan demikian syariat Islam mengakui kepemilikan individu atas tanah sebagai hak milik, hak pakai, serta hak untuk mewariskan. Kepemilikan tanah ini menjadikan individu boleh membangun rumah untuk tinggal sesuai tuntutan kehidupan keluarga muslim, sekaligus menjadi sumber nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Yaitu untuk mencari penghidupan (nafkah).

Terkait tanah Seruyan, dapat dikatakan konflik yang terjadi adalah perampasan tanah milik warga oleh perusahaan swasta. Dalam pandangan Islam, perampasan adalah salah satu bentuk kezaliman yaitu jika ada pihak swasta/perusahaan yang merampas tanah milik individu. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot orang lain)." (HR. At-Tirmizi, Abu Daud dan Ahmad).

Dalam Khilafah, dalil ini adalah dasar kebijakan negara dalam menjaga pertanahan. Negara akan menindak pihak-pihak yang melakukan intimidasi, menipu, bahkan menggunakan kekerasan pada warga. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang mengambil sesuatu (sebidang tanah) yang bukan haknya, maka pada hari kiamat nanti ia akan dibenamkan sampai tujuh bumi."(HR.Bukhari). Hukum seperti inilah yang seharusnya diterapkan agar konflik pertanahan terselesaikan, anak dan perempuan pun bisa hidup aman.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar