Hijrah dan Perubahan


Oleh: Mami Bandung (Lisma Bali)

Hijrah menurut bahasa memiliki dua arti. Pertama, hijrah secara zhahir yaitu perpindahan dari suatu tempat menuju ke tempat yang lebih baik. Kedua, secara ma’nawi yaitu perubahan dari satu kondisi kepada kondisi yang lebih baik. Hijrah yang berakar kata hajara juga memiliki arti meninggalkan atau menjauhkan diri.
Menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau maksiat. Makna hijrah dan perubahan seperti meninggalkan perilaku yang tidak baik berpindah ke yang lebih baik. Jadi, hijrah dan perubahan adalah proses terus-menerus untuk memperbaiki diri, memperbaiki cara berpikir, dan memperbaiki cara berucap serta bersikap. Ini berlaku bagi siapa saja.

Sayangnya, yang terjadi sekarang adalah hijrah itu hanya tren di permukaan, perubahan hanya tampilan. Kalau sudah hijrah berarti jenggotnya panjang, hijrah itu jidatnya hitam, hijrah itu celana cingkrang, itu penampilan dan penampakan. Padahal, menurut Imam Ibnu Rajab Al Hambali hijrah itu adalah "meninggalkan yang Allah larang, bukan mengerjakan yang Allah larang".

Ini karena yang Allah perintahkan itu lebih ringan daripada yang Allah larang, sedangkan yang berat itu adalah yang Allah larang. Jadi, hijrah itu bukan hanya sekadar mengerjakan perintah Allah. Misalnya sudah banyak ibu-ibu yang menggunakan kerudung, sudah berhijab menutup aurat itu adalah perintah Allah tapi berapa banyak wanita muslimah yang sudah hijrah, yang sudah berkerudung, berani melawan, berani menentang suaminya. Padahal kata nabi, seorang istri keluar rumah saja harus izin suami.

Kepada siapa lagi kita taat setelah Allah dan Rasul? Pada orang tua atau suami. Bayangkan, bagi yang sudah menikah, kedudukan suami itu tinggi, beliau menjadi qawwam atas keluarganya.

Oleh karena itu, kalau hijrah hari ini sudah bagus, maka perdalam lagi hingga menjadi perubahan dalam diri dan mengakar kuat menghujam seperti pondasi gedung-gedung. Pondasi itu adalah iman kita pada Allah dan Islam.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS Al-Baqarah 2:218)

Kokohnya iman inilah yang menjadi sebab mengapa Islam bisa menjadi tonggak perubahan di Madinah setelah hijrahnya Rasulullah dan para sahabat. Setelah umat Islam hijrah, umat Islam punya daulah, punya negara, punya kekuasaan, yang bisa mengatur mereka sehingga mereka menjadi ummah azimah, ummah yang besar, ummah qowwiyah, ummah yang kuat, ummah yang karimah.

Hijrahnya Rasulullah saw bukanlah dalam rangka melarikan diri takut pada siksaan kaum Quraisy, Rasulullah tahu beliau akan mendapatkan perlindungan dari Allah SWT, tetapi hijrahnya Rasulullah saw dalam rangka Qiyamud daulah .

Ketika kita bicara hijrah yang sebenarnya maka harus ingat bahwa perkara penting dalam hijrah Rasulullah saw adalah Qiyamud daulah yakni mendirikan negara. 
Maka pada saat kita memperingati tahun baru Hijriyah, ingatlah bahwa kewajiban umat Islam mengembalikan kehidupan seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw, yakni Qiyamud daulah, Qiyamud khilafah rosyidah alamin hajinubuah. Hal itulah yang akan membawa umat Islam kembali mendapatkan predikat sebagai umat yang mulia, umat yang besar, umat yang satu, di bawah naungan Islam yang menerapkan Islam secara kaffah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar