Jaminan Islam Mewujudkan Generasi Cemerlang


Oleh : Eulis Nurhayati 

Seperti kita ketahui bersama, setiap tanggal 23 Juli selalu ada peringatan Hari Anak Nasional. Tahun 2024 ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40. Setiap tahunnya ada tema yang berbeda-beda. Tema dipilih agar peringatan ini bisa difokuskan ke sejumlah tujuan dan persoalan. 

Melansir dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama dengan tahun lalu yakni "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". (Kompas.com, 18/07/24).

Diakui atau tidak peringatan seremonial, dari tahun ke tahun tapi yang kita lihat saat ini tidak ada perubahan bermakna untuk tujuan yang dimaksudkan. Faktanya, saat ini persoalan anak semakin bertambah kompleks. Bagaimana tidak, saat sekarang banyak anak menjadi pelaku atau korban dari sebuah kekerasan, dan melakukan perbuatan yang melanggar moral bahkan syariat Islam, seperti halnya banyak anak menjadi pelaku judi online yang belakangan marak. ratusan ribu anak sudah kecanduan dan terjerat judi online (judol). 197.000 Anak Kecanduan Judol. Transaksinya Tembus Rp 293 Miliar,” begitu judul headline halaman depan Rakyat Merdeka, Sabtu (27/7/24).

Fenomena ini tak bisa dianggap enteng. Untuk judol, bukan hanya anak-anak yang terjerat, orang dewasa, termasuk mahasiswa, juga banyak yang terjerat.

“Saudara kandungnya”, pinjaman online (pinjol), juga banyak menjerat Gen Z dan generasi milenial. Kelompok usia ini menjadi penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06 persen atau mencapai Rp 27,1 triliun. Kondisi ini menjadi kekhawatiran yang sangat meresahkan. Kalau tidak segera dicari jalan keluarnya, 10-20 tahun ke depan, Indonesia terancam bahaya besar. (RM.id, 28/07/24).

Selain itu, angka stunting menganga, angka putus sekolah meningkat, dan kekerasan mengintai setiap saat. Kemiskinan membuat rakyat sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk kebutuhan asupan nutrisi dan gizi. Kemiskinan pula yang membuat pendidikan layaknya barang mahal, sama mahalnya ketika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan secara murah, bahkan gratis.

Peran negara dalam menjaga generasi seakan mandul. Akibat kebijakan serba kapitalistik, keberpihakan negara kepada rakyat sangat minim. UU Perlindungan Anak tidak cukup mampu mencegah kriminalitas dan kejahatan terhadap anak. 

Anak bukan sekadar aset negara. Merekalah sesungguhnya pemilik masa depan bagi generasi abad ini. Jika hak-hak anak tidak terpenuhi, masa depan generasi bisa di ambang kehancuran. Ibarat investasi masa depan, negara harus memastikan kehidupan generasi bisa berjalan dengan pemenuhan dan jaminan segala kebutuhan. Menyiapkan generasi hari ini berarti kita sedang menyiapkan masa depan cemerlang bagi peradaban gemilang.

Islam telah memberikan perhatian besar terhadap perlindungan anak-anak yang meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Hal ini dijabarkan dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.

Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama sebagai pembelajaran anggota-anggotanya. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala. Terutama pendidikan yang dilakukan orang tua kepada putra-putrinya. Dalam QS At-Tahrim [66]:6,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Dimaksudkan dari ayat ini, khususnya bagi para orang tua, untuk memberikan pembelajaran dan pendidikan agar anggota keluarga menjadi ulama (orang-orang yang berilmu) dan muttaqin (orang-orang yang bertakwa). Anak-anak tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga menjadi pribadi yang saleh, penyejuk pandangan dan hati kedua orang tua dan masyarakatnya.

Ketakwaan ini ditunjukkan dengan semangat seluruh anggota keluarga untuk taat pada ketentuan dari Allah Swt. (syariat Islam). Anggota keluarga saling mendukung dan mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran. Rasa takut kepada Allah SWT mewarnai kehidupan keluarga ini, yang mengantarkan pada warak (kehati-hatian dalam bertindak apakah sesuai dengan ridha Allah Swt. atau tidak).

Keluarga memiliki peran strategis dalam proses pendidikan anak, bahkan umat manusia. Keluarga lebih kuat pengaruhnya dari sendi-sendi yang lain. Sejak awal masa kehidupannya, seorang manusia lebih banyak mendapatkan pengaruh dari keluarga. Ini karena waktu yang dihabiskan di keluarga lebih banyak daripada di tempat-tempat lain.

Pada hakikatnya pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan kepribadian serta penguasaan tsaqafah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, terutama ibu dan bapaknya.

Begitu pentingnya pembinaan dan pendidikan di dalam keluarga, pendidikan anak sejak dini dalam keluarga akan tertanam secara kuat di dalam diri seorang anak. Sebab pengalaman hidup pada masa-masa awal umur manusia akan membentuk ciri-ciri khas, baik dalam tubuh maupun pemikiran, yang bisa jadi tidak ada yang dapat mengubahnya sesudah masa itu.

Kedua, lingkungan. Dalam hal ini, masyarakat berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun.

Ketiga, negara sebagai pengurus utama. Negara wajib memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap anak. Penerapan sistem pendidikan Islam berkualitas dan bebas biaya akan mengakomodasi setiap anak dapat bersekolah hingga jenjang pendidikan tinggi. Sistem pendidikan Islam mampu membentuk generasi berkepribadian Islam dan berakhlak mulia.

Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan, bahkan disingkirkan. Akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan remaja/pelajar yang makin parah. Sebabnya, para remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan agama yang cukup.

Oleh karena itu, di Indonesia sendiri yang berpenduduk mayoritas muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan, sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di tanah air.

Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt.. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Ini karena Allah Swt. berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).

Allah Swt. pun berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll.

Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik dengan syariat Islam. Dampaknya (impact) adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.

Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Oleh karena itu, dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda,
الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dan untuk mewujudkan semua itu,diperlukan sebuah sistem yang menerapkan syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh yaitu sistem Islam (Khilafah).

Wallahu’alam bish-shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar