Kemiskinan Menurun, Hoax Atau Fakta?


Oleh : Ummu Nadira

Dilansir dari CNBC Indonesia, jumlah orang miskin di Indonesia terus mengalami penurunan. Namun hal ini terjadi di tengah rendahnya standar tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan di Indonesia. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang harus menjadi fokus pemerintah. Sayangnya selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo penurunan kemiskinan memang berkurang tapi tidak terlalu signifikan. Pejabat mengeklaim kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Padahal marak PHK di mana-mana, mahalnya barang-barang, daya beli menurun dll. 

Pemerintah pun terus berupaya untuk mengecilkan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi demi tercapainya kesejahteraan. Tahun ini, pemerintah merasa bangga sebab angka kemiskinan menurun dan ketimpangan ekonomi mengecil.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka penduduk miskin pada Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 0,33% poin dibandingkan dengan Maret 2023, yakni menjadi 9,03% dari sebelumnya 9,36%. Begitu pun gini ratio yang biasa dijadikan alat ukur ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia mengalami penurunan dari 0,388 pada 2023 menjadi 0,379 pada 2024 (BPS, 2024).

Pemerintah mengeklaim penurunan angka kemiskinan ini menunjukkan keberhasilan dari kebijakan yang dikeluarkan presiden. Seperti kebijakan bansos, pembangunan rusun, bantuan kredit, pelatihan usaha hingga kondisi makroekonomi dan politik yang makin baik dan berdampak pada peningkatan investasi.


Politik Angka

Namun demikian, banyak pihak yang menyangsikan kebenaran angka tersebut sebab realitas yang terindra oleh rakyat justru sebaliknya. Kemiskinan kian tinggi dan ketimpangan yang makin menganga. Hal ini terlihat dari gelombang PHK yang terus menghantam para pekerja dan banyaknya UMKM yang gulung tikar.

Selain itu, dampak dari kemiskinan pun terus meningkat. Misalnya stunting, kini angka stunting masih tinggi karena para orang tua tidak mampu memberikan asupan gizi bagi anak-anak mereka. Para bapak stres lantaran tidak memiliki pekerjaan akibat PHK. Beban ekonomi yang tinggi, sedangkan penghasilan kian menurun menyebabkan konflik sosial pun bermunculan. Kasus kriminalitas seperti perampokan, pembegalan, dan pencurian kian hari kian banyak. Sebagai akibatnya, para ibu harus keluar rumah untuk membantu ekonomi keluarga sehingga anak-anak terlantar. Beban ganda yang dipikul sang ibu membuatnya stres dan berujung pada ketakharmonisan keluarga. Selanjutnya lahirlah konflik keluarga, mulai dari KDRT hingga mutilasi pasangan. Kasus polwan membakar suaminya di Mojokerto tidak bisa dilepaskan dari persoalan ekonomi yang melilit mereka.

Bansos yang pemerintah berikan jauh dari kata cukup. Sudahlah sering salah sasaran, jumlahnya pun tidak mampu menutupi kebutuhan hidup keluarga yang kian meningkat. Dengan demikian, jika dikatakan kebijakan pemerintah mampu menurunkan angka kemiskinan, klaim ini jauh dari realitas.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka. 

Perlu diketahui bahwa data BPS bisa menunjukkan angka kemiskinan “hanya” 9,03% sebab garis kemiskinan yang digunakan adalah Rp601.871 per bulan per kapita. Artinya, jika ada orang yang mengeluarkan uang di atas angka tersebut per bulannya, ia tidak terkategori miskin, padahal kebutuhan hidup di negeri ini serba mahal. Mulai dari pangan, pendidikan hingga kesehatan semua serba mahal.

Politik angka hanya dikenal dalam sistem kapitalisme demokrasi. Sistem Kapitalisme meniscayakan adanya kemiskinan apalagi dengan peran negara hanya sebagai regulator, menjadikan rakyat diabaikan sementara pengusaha dianak emaskan. 

Sedangkan di dalam sistem Islam, angka hanyalah alat bantu untuk menyelesaikan persoalan sebab penguasa dalam Islam benar-benar tulus dalam mengurus urusan rakyatnya. Tidak seperti penguasa oligarki yang justru memanfaatkan rakyat untuk kepentingan pribadi.


Bagaimanakah Islam Menyelesaikan Persoalan Kemiskinan?

Penguasa akan benar-benar memastikan bahwa rakyat sudah terpenuhi kebutuhan primernya yaitu sandang, pangan, dan papan pada tiap-tiap individu. Jaminan ini bukan berarti negara membagi-bagikan sembako gratis sehingga memunculkan sifat malas pada penduduknya, melainkan dengan mekanisme yang dibuat untuk bisa mengeluarkan keluarga dari kemiskinan.

Mekanisme tersebut dengan cara, Islam memerintahkan pada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Perintah ini ditunjang dengan kebijakan pemerintah dalam memudahkan laki-laki dalam mencari lapangan pekerjaan. Kemudian islam mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya. Jika ada laki-laki yang tidak sanggup bekerja karena cacat, misalnya, kerabat dekatnya wajib membantu. Dan islam mewajibkan negara membantu rakyat miskin. Jika ada orang yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahi, kewajiban nafkah jatuh pada negara. Baitulmal akan memberikan santunan kepada keluarga tersebut hingga ia bisa terbebas dari kemiskinannya. Jika kas negara kosong, kewajiban menafkahi orang miskin jatuh pada kaum muslim yang mampu secara kolektif. Teknisnya bisa dengan cara langsung, yaitu kaum muslim yang mampu memberikan bantuan pada orang miskin. Bisa juga dengan perantara negara, yaitu negara memungut dharibah (pungutan temporer) kepada orang kaya untuk diberikan kepada rakyat miskin.


Kepemilikan dalam Islam

Aturan kepemilikan dalam Islam tidak dimiliki oleh sistem mana pun. Aturan ini menjadikan persoalan kemiskinan niscaya akan terselesaikan. Aturan kepemilikan mencakup jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan.

Pertama, jenis kepemilikan dalam Islam terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu adalah izin dari Allah Swt. kepada individu untuk memanfaatkan sesuatu. Misalnya hasil kerja, warisan, pemberian negara, hadiah, dan lainnya. Jenis kepemilikan ini akan memunculkan semangat bekerja pada individu sebab secara naluriah manusia memang memiliki keinginan untuk memiliki harta.

Jenis kepemilikan umum adalah izin dari Allah Swt. kepada publik untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu sehingga jenis kepemilikan ini haram dikuasai oleh individu. Contohnya padang rumput, hutan, sungai, danau, laut, dan tambang (batu bara, emas, minyak bumi, dll.).

Kemudian pengelolaan kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dilakukan dengan dua cara, yaitu pengembangan kepemilikan dan penggunaan harta. Keduanya harus terikat syariat. Misalnya Islam melarang seseorang untuk menginvestasikan hartanya dengan cara ribawi. 

Dan selanjutnya distribusi kekayaan di tengah rakyat. Pengaturan ini menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan. Islam mewajibkan negara mendistribusikan harta kepada yang tidak mampu. Contoh lainnya adalah waris, syara' telah menentukan kepada siapa harta tersebut mengalir.

Dari uraian di atas, telah jelas bahwa Islam adalah solusi atas persoalan kemiskinan. Jangan pernah berharap kesejahteraan hakiki akan bisa terwujud dalam sistem demokrasi kapitalisme. Justru sistem tersebutlah yang membawa umat manusia pada malapetaka yang tak berkesudahan. Sementara itu, keberhasilan sistem Islam telah dibuktikan oleh tinta emas peradaban Islam. Waallahu'alam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar