Oleh: Astriani Lydia, S.S (Komunitas Parenting Ibu Tangguh Bekasi)
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah Cholil Nafis protes keras terkait dugaan pelarangan penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka perempuan beragama Islam yang bertugas pada peringatan kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia tahun ini. Cholil menilai dugaan pelarangan jilbab itu sebagai bentuk kebijakan yang tidak Pancasilais.
"Ini tidak Pancasilais. Bagaimanapun Sila Ketuhanan yang Maha Esa menjamin hak melaksanakan ajaran agama," kata Cholil dikutip di laman resmi MUI.
Bila larangan jilbab bagi Paskibraka Nasional itu benar diberlakukan, Cholil mendesak segera dicabut. Dia menambahkan jika tidak ada kebebasan dalam berjilbab, Ia menyarankan para peserta Paskibraka perempuan yang awalnya berjilbab sebaiknya pulang saja.
"Atau pulang saja adik-adik yang berjilbab jika dipaksa harus membuka jilbabnya," ujarnya. (cnnindonesia.com,14/8/2024)
Sementara itu Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menjelaskan bahwasanya pelepasan hijab sejumlah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera.
“Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam),” ujar Yudian ketika memberi pernyataan pers di Hunian Polri Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menjelaskan alasan penyesuaian ketentuan seragam untuk anggota Paskibraka yang menggunakan hijab.
Pada tahun-tahun sebelumnya, anggota Paskibraka diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.
Namun, BPIP memutuskan untuk menyeragamkan tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka pada 2024, sebagaimana yang termaktub dalam Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024. (antaranews.com, 14/8/2024)
Menutup Aurat Wajib Bagi Muslimah
Wanita muslimah wajib berjilbab dan berkerudung manakala keluar dari rumah menuju kehidupan umum.
Kewajiban mengenakan kerudung (khimar) didasarkan pada firman Allah Swt.,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada kaum wanita mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa tampak pada diri mereka, dan hendaklah mereka memakai kerudung (penutup kepala) hingga menutupi dada mereka.” (QS An-Nur [24]: 31).
Menurut Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisân al-‘Arab: Al-Khimar li al-mar’ah: an-nâshif (khimar [kerudung] bagi perempuan adalah an-nâshif [penutup kepala]). Menurut Imam Ali ash-Shabuni, khimar (kerudung) adalah ghitha’ ar-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada) agar leher dan dadanya tidak tampak.
Adapun kewajiban berjilbab bagi muslimah ditetapkan berdasarkan firman Allah Swt.,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ…
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka….'” (QS Al-Ahzab [33]: 59).
Di dalam Kamus Al-Muhîth dinyatakan, jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Dalam Kamus Ash-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung/gamis).”
Kewajiban berjilbab bagi muslimah ini juga diperkuat oleh riwayat Ummu ‘Athiyah yang berkata, “Pada dua hari raya kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jemaah kaum muslim dan doa mereka. Namun, wanita-wanita haid harus menjauhi tempat salat mereka. Seorang wanita bertanya, ‘Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkah dia keluar)?’ Lalu Rasul saw. bersabda, ‘Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.’” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Andaikan berjilbab bagi muslimah tidak wajib, niscaya Nabi saw. akan mengizinkan kaum muslimah keluar dari rumah mereka tanpa perlu berjilbab. Hadis ini pun menegaskan kewajiban berjilbab bagi para muslimah.
Maka para paskibraka putri harusnya dengan tegas menolak untuk melepas kerudungnya dengan alasan apapun. Jangan menukar akhirat dengan dunia yang tidak.ada apa-apanya.
Sebagaimana firman Allah Swt: "Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya?" [Al-An’âm/6:32]
Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman:
"Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit." [At-Taubah/9:38]
Maka siapa pun yang mengaku muslim seharusnya tidak akan berani sedikit pun mempersoalkan kewajiban berjilbab bagi muslimah yang merupakan perintah dari Allah Swt, yang harus ditaati. Karena sejatinya kewajiban itu bukan pilihan, tapi harus dilakukan.
Wallahu a'lam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar