KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah, laksanakan perintah-Nya dan jauhi semua larangan-Nya. Sungguh ketaatan kita kepada Allah akan menentukan derajat kita di sisi-Nya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Menjelang Pilkada dan berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi, panggung politik Indonesia semakin bergolak. Banyak aktor politik, termasuk rezim berkuasa, parpol, dan DPR, menunjukkan sikap pragmatis yang ekstrem, mengabaikan idealisme, ideologi, bahkan ketentuan agama. Mereka berpindah-pindah koalisi dan mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, mengesampingkan kepentingan rakyat yang seharusnya mereka wakili.
Pragmatisme ini sangat erat kaitannya dengan demokrasi, di mana penguasa dan wakil rakyat lebih mementingkan keuntungan pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan rakyat. UU dan kebijakan yang lahir, seperti UU Migas, UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan UU Pemilu/Pilkada, lebih menguntungkan oligarki dan pengusaha ketimbang rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi tidak berpihak kepada rakyat.
Inilah fakta sistem politik yang tidak Islami. Sistem politik yang didasarkan pada hawa nafsu. Jauh dari nilai transendental, keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Politik yang jauh dari nilai ibadah.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kondisi yang kita lihat sekarang, jauh dari politik Islam. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, politik dalam Islam adalah pemeliharaan urusan umat, baik di dalam maupun luar negeri, berdasarkan syariah Islam. Ini mencakup bagaimana Negara Islam (Khilafah) memimpin, mengatur dan melindungi umat dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam negeri (seperti hukum, ekonomi, pendidikan) maupun luar negeri (hubungan diplomatik, jihad, dan lain-lain). Politik ini bukan sekadar permainan kekuasaan, tetapi tanggung jawab syar'i untuk menerapkan hukum-hukum Allah dalam mengatur kehidupan umat, sehingga terikat dengan hukum halal dan haram, bukan sekadar kemanfaatan.
Meskipun ada kaidah "Al-Mashaalih al-Mursalah" yang memperbolehkan pertimbangan kemanfaatan dalam amal, kaidah ini banyak dikritik karena bisa menjauhkan dari nas-nas al-Quran dan as-Sunnah. Kaidah ini sering dieksploitasi untuk kepentingan yang bertentangan dengan syariah, seperti membolehkan memilih pemimpin kafir atau fasik, wanita menjadi penguasa, dan menolak Khilafah, padahal semua ini bertentangan dengan ketentuan syariah.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Tidak ada alasan syari, kaum Muslim bertindak dan berperilaku, termasuk dalam politik, melepaskan diri dari syariah Islam. Kaum Muslim wajib terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).
Ayat ini mengajarkan agar Islam dijalankan secara menyeluruh, mencakup politik. Allah juga memerintahkan:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ
Hendaklah kamu (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka untuk meninggalkan kebenaran yang telah datang kepada dirimu (TQS al-Maidah [5]: 48) yang menegaskan agar wahyu menjadi pedoman dalam memutuskan urusan.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Berpegang teguhlah kalian pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing" (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi), serta "Aku telah mewariskan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya, yakni Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya" (HR Malik dan al-Hakim).
Ijmak Sahabat menunjukkan pentingnya merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ketika Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat sebagai khalifah, beliau menegaskan: "Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya" (Ibnu Katsir, Al-Bidaayah wa an-Nihaayah, 5/218).
Imam asy-Syafi'i menolak penetapan hukum tanpa dalil. Beliau menegaskan: "Siapa saja yang memandang baik sesuatu (tanpa dalil) berarti ia telah membuat syariah baru dalam agama ini" (Qadhi Iyadh, Tartiib al-Madaarik wa Taqriib al-Masaalik, 1/22).
Ulama kontemporer, seperti Syaikh Wahbah az-Zuhaili, juga menyatakan: "Tidak boleh seorang Muslim meninggalkan syariah Islam dalam keadaan apa pun" (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islaami wa Adillatuh, 1/25).
Sudah saatnya umat Islam meninggalkan pragmatisme dan demokrasi, yang hanya membawa banyak masalah. Inti demokrasi, yaitu kedaulatan rakyat, membuat manusiamelalui wakil rakyat yang sering tidak mewakili rakyatnyamembuat aturan berdasarkan akal dan hawa nafsu. Padahal, hak membuat hukum hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala (QS Yusuf [10]: 40).
Sebaliknya, mari segera mengamalkan, menerapkan, dan menegakkan syariah Islam secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan, agar bangsa dan negeri ini meraih keberkahan dari langit dan bumi. WalLaahu alam bi ash-shawaab. []
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar