Kuota Haji Disalahgunakan, Benarkah?


Oleh: Widya Rahayu (Lingkar Studi Muslimah Bali) 

Pelaksanaan ibadah haji merupakan salah satu pilar penting dalam agama Islam yang harus dijalankan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Namun, belakangan ini, muncul berbagai laporan yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan kuota haji. Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam, terutama bagi mereka yang telah menunggu bertahun-tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji.

Apakah benar kuota haji disalahgunakan? Bagaimana sistem kapitalisme berperan dalam menciptakan celah untuk penyalahgunaan ini?

Laporan dari www.cnnindonesia.com mengungkapkan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terpaksa membuka suara setelah adanya laporan kasus kuota haji yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Dalam laporan www.cnnindonesia.com , terdapat indikasi kuat bahwa pembagian kuota haji tidak dilakukan dengan transparan, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya praktik korupsi dan nepotisme dalam prosesnya. Hal ini sangat disayangkan karena kuota haji seharusnya diberikan secara adil dan merata, tanpa adanya campur tangan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

www.ribunnews.com juga melaporkan adanya kekisruhan terkait penambahan 21 ribu kuota untuk ONH Plus (Ongkos Naik Haji Plus), yang memicu pembentukan Pansus Haji di DPR. Isu ini menambah panjang daftar permasalahan dalam penyelenggaraan haji di Indonesia, mulai dari penundaan jadwal, fasilitas yang kurang memadai, hingga dugaan penyalahgunaan kuota haji. 

Kisruh ini menggambarkan betapa rentannya penyelenggaraan ibadah haji di bawah sistem yang lebih mementingkan kepentingan ekonomi dan politik daripada kepentingan umat.

Sistem kapitalisme, yang dominan di Indonesia, memang sering kali menciptakan celah untuk terjadinya penyalahgunaan, termasuk dalam hal ibadah yang seharusnya suci dan jauh dari kepentingan duniawi. Dalam sistem ini, segala sesuatu diukur dari nilai ekonominya, termasuk ibadah haji. Kuota haji, yang seharusnya menjadi hak umat, bisa saja menjadi komoditas yang diperdagangkan atau dijadikan alat untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. Penyalahgunaan ini tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga mencederai esensi dari ibadah haji itu sendiri.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki mekanisme yang jelas dan tegas dalam mengatur penyelenggaraan ibadah, termasuk ibadah haji. Dalam sejarahnya, Khilafah Islam telah menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam memudahkan umat untuk menunaikan ibadah haji. Pada masa lalu, Khilafah Utsmaniyah bahkan membangun rel kereta api yang menghubungkan berbagai wilayah kekhalifahan dengan Mekkah, sehingga memudahkan para jamaah untuk sampai ke Tanah Suci dengan aman dan nyaman. Selain itu, Khilafah juga menyediakan rumah singgah dan bantuan logistik bagi para jamaah yang membutuhkan, memastikan bahwa setiap orang dapat menunaikan haji dengan tenang tanpa khawatir akan kehabisan bekal di tengah perjalanan.

Di bawah sistem Khilafah, seluruh pejabat dan petugas yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji adalah individu yang amanah, hasil dari sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam. Mereka tidak hanya bekerja untuk memenuhi kewajiban profesional, tetapi juga untuk menunaikan amanah dari Allah SWT. Dengan demikian, penyalahgunaan kuota haji atau bentuk penyimpangan lainnya tidak akan terjadi, karena setiap tindakan diawasi tidak hanya oleh aturan manusia tetapi juga oleh kesadaran akan pengawasan Allah SWT.

Pada masa modern ini, kemajuan teknologi juga harus dimanfaatkan dengan bijaksana untuk memudahkan penyelenggaraan haji. Di bawah Khilafah, teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan kuota haji, misalnya melalui sistem pendaftaran yang terintegrasi dan transparan, sehingga setiap jamaah dapat memantau status pendaftarannya secara real-time. Sistem ini juga dapat mencegah terjadinya praktik curang atau penyalahgunaan kuota, karena setiap data yang masuk dapat diverifikasi secara digital dan tidak bisa dimanipulasi.

Dalam kesimpulannya, isu penyalahgunaan kuota haji menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem penyelenggaraan ibadah di bawah kapitalisme. Sistem ini, yang lebih mengutamakan keuntungan materi, telah menciptakan celah untuk terjadinya praktik-praktik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem yang sesuai dengan syariat, yaitu sistem Khilafah, yang tidak hanya menjamin pelaksanaan ibadah haji dengan baik dan benar, tetapi juga menjaga keutuhan dan kesucian ibadah tersebut. Dengan demikian, umat Islam dapat menunaikan haji dengan tenang, tanpa perlu khawatir akan adanya penyalahgunaan kuota atau masalah-masalah lain yang sering kali terjadi dalam sistem yang ada saat ini.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar