Legitimasi Kemaksiatan Nyata pada Sistem Kapitalis


Oleh : Maya Dhita E.P., ST. (Pegiat Literasi)

Sebagai pengguna media sosial dan penikmat media online, akhir-akhir ini kita sering dikagetkan dengan munculnya berita tentang kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang bikin jengah.

Kebijakan terbaru yang telah diteken oleh orang nomor satu di negeri ini adalah PP Nomor 28 Tahun 2024 khususnya pasal 103 tentang kesehatan sistem reproduksi bagi usia sekolah dan remaja yang bertujuan untuk melindungi pelajar dari tindakan yang bisa menghancukan masa depan mereka. Tentu hal ini mendapat kecaman dari berbagai pihak. Karena upaya yang dilakukan adalah dengan menyediakan alat kontrasepsi bagi remaja dan usia sekolah.

Belum lagi pasal 118 yang membolehkan aborsi secara mutlak bagi korban perkosaan, dengan kondisi tertentu. Pertama, adanya kondisi darurat medis. Kedua, bahwa tindakan pidana rudapaksa atau kekerasan seksual tersebut menyebabkan kehamilan. Sedangkan hal ini dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang menunjukkan usia kehamilan sesuai dengan waktu terjadinya rudapaksa. Kedua, adanya pembuktian dari keterangan penyidik tentang adanya dugaan rudapaksa dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Sebagai muslim yang terikat dengan hukum syarak, tentu kebijakan-kebijakan ini membuat darah mendidih. Bagaimana tidak, sesuatu hal yang jelas-jelas dilarang agama malah difasilitasi. 

Penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja tentu akan mengarah pada normalisasi zina bagi mereka yang belum terikat pernikahan. Mereka tidak akan takut-takut lagi untuk menyalurkan hawa nafsunya karena beranggapan bahwa negara membolehkannya. Ditambah lagi adanya paham sekularisme yang telah menjangkiti generasi muda saat ini, membuat mereka tidak peduli lagi akan halal haram, dosa, dan pahala.

Belum lagi kebolehan Aborsi bagi korban rudapaksa. Hal ini tentu menjadi celah bagi mereka yang telah hamil di luar nikah untuk secara legal melakukan aborsi. 

Begitulah nyatanya jika kita hidup di sistem kapitalisme. Penguasa bebas membuat hukum meski muatannya tak sejalan dengan agama. Padahal negara ini mayoritas beragama Islam,  tetapi tak tampak keislamannya. Inilah jadinya jika pemimpin dan kepemimpinannya tidak berideologi Islam. Permasalahan akan terus berkelindan tanpa ada solusinya hakiki.

Di dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syarak. Hanya Allah yang berhak membuat hukum. Maka segala aturan harus bersumber pada Al-Qur'an dan hadis. Pemerintah bertugas menetapkan hukum yang bersumber dari keduanya. Dari sini jelas tidak akan ada aturan-aturan yang menyalahi hukum syarak. Aturan inilah yang sesuai dengan fitrah manusia. 

Seperti halnya perzinaan. Saat syariat diterapkan secara menyeluruh, maka segala aktivitas dan fasilitas yang memungkinkan terjadinya bentuk kemaksiatan bahkan mendekatinya sekalipun akan diawasi, dibatasi, hingga dihilangkan. Di samping adanya batasan-batasan dalam syariat yang tegas disertai sanksi hukum yang bersifat menghapuskan dosa (jawabir) dan menimbulkan efek jera (zawajir) sangat efektif menekan segala bentuk kemaksiatan hingga titik terendah.

Begitulah syariat Islam yang penerapannya memiliki tujuan (maqashid syariah). Menurut Imam Asy-Syatibi, maqashid syariah memiliki 5 hal inti yaitu, menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta. Maka penerapannya secara menyeluruh akan mampu memberikan rasa adil, ketenangan, dan kesejahteraan. 

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al-Maidah ayat 50)

Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar