Negara Gagal Menjamin Makanan Halal dan Toyib Bagi Rakyat


Oleh : Ratna Ummu Rayyan 

Konsultan nefrologi anak dari RS Cipto Mangunkusumo atau RSCM, dr Eka Laksmi Hidayati SpAk menanggapi terkait ramai kabar anak-anak ke RSCM untuk cuci darah. Dr Eka mengatakan saat ini ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM. Sekitar 30 diantaranya melakukan terapi dialisis atau cuci darah, sementara sisanya menjalani capd atau dialisis mandiri yang datang sebulan sekali ke rumah sakit. (health.detik.com, 25/07/24)

Melalui survei yang dilakukan Ikatan Dokter Anak Indonesia, ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak, yakni adanya darah dan protein dalam air kencing mereka.

Ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Pimprim Basarah yanuarso, mengatakan bahwa kondisi ini merupakan salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Penyebabnya adalah pola makan dan minum anak-anak yang saat ini terbilang kurang baik yaitu suka mengonsumsi makanan atau minuman yang manis-manis.

Tren pola konsumsi saat ini memang meresahkan. Makanan siap saji, minuman dengan kadar gula tinggi, belum lagi makanan yang rasanya sudah dimodifikasi dengan bahan kimia sudah menjadi makanan sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat termasuk anak-anak. Apalagi jika si anak tidak menyukai makanan real food tidak jarang orang tua akan memberikan makanan kesukaan si anak sekalipun itu tidak bergizi yang terpenting bagi mereka si anak mau makan.

Pola konsumsi tidak sehat tentu tidak lepas dari pola konsumtif dan permisif. Mengikuti tren pola konsumtif menjadi trend karena sistem kehidupan sekularisme kapitalisme membuat masyarakat tidak mengaitkan pola konsumsinya sesuai syariat. Akibatnya para konsumen hanya berpikir bagaimana bisa menikmati dan mengikuti trend makanan tanpa memperhatikan halal dan toyib.

Sementara para produsen makanan juga hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan halal dan toyib sedangkan negara berlepas tangan dari urusan pola konsumsi masyarakat. Alhasil anak-anak menjadi korban tren makanan tidak sehat.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan oleh Daulah Khilafah tatkala mengatur konsumsi masyarakat, khususnya untuk anak-anak. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang paripurna untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaannya, termasuk perihal makanan. Islam tidak membiarkan hal tersebut dipenuhi sesuai keinginan manusia namun harus dipenuhi sesuai aturan syariah. Islam telah menetapkan standar bahwa makanan dan apapun yang dikonsumsi harus halal dan toyib.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam QS Al Maidah ayat 88 yang artinya : "dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya".

Halal berarti terbebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam seperti bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah.

Berdasarkan QS Almaidah ayat 3, binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam ataupun binatang yang menjijikkan. Sementara Toyib bermakna bagus atau Al Hasan, sehat atau Al mu'afa apa dan lezat atau al ladzidz. Artinya makanan itu harus baik untuk kesehatan manusia tidak boleh merusak tubuh kesehatan akal dan kehidupan manusia

Standar makanan yang harus halal dan Toyib ini bukan sebagai anjuran, namun wajib dijalankan baik itu individu, masyarakat, bahkan negara. Karena itu agar syariat makanan harus halal dan Toyib menjadi standar di tengah-tengah masyarakat. Daulah Khilafah akan menetapkan kebijakan sebagai berikut : 1. Daulah Khilafah akan mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan negara, masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu mereka akan senantiasa mengkaitkan semua aktivitas mereka dengan hukum Islam. Sehingga ketika mereka menjadi produsen atau konsumen mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai Syariah. 

"Makanan harus halal dan Toyib tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya" berdasarkan HR. Ibnu Majah dan thabrani.

"Makanan juga tidak boleh berasal atau bercampur dengan zat yang haram" berdasarkan HR. Tirmidzi.

Ketika produsen ataupun konsumen memahami standar makanan sesuai Syariah, di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat termasuk anak-anak terhindar dari pola makan yang salah. Selain itu, dengan penidikan Islam, masyarakat juga akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya, sehingga mereka akan optimal dalam beribadah.

Melalui pendidikan Islam pula Daulah akan menjaga agar rakyatnya termasuk anak-anak terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekedar mengikuti tren. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah menegur rakyatnya yang memiliki perut buncit. Beliau memerintahkan agar dia membenahi pola makannya.

2. Daulah Khilafah akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surah al-maidah ayat 88 dan dalil Syariah lainnya terkait makanan.

Dalam buku fiqih ekonomi Umar, tergambar jelas bagaimana Khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyatnya terhindar dari produksi dan pola konsumsi yang menyimpang.

Pada masa Khilafah utsmaniyah, Daulah memberlakukan qanun Bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi hak konsumen.

3. Daulah akan memberi sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan. 

Melalui beberapa mekanisme ini, Daulah Khilafah mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan begitu anak-anak bisa terhindar dari penyakit gagal ginjal, diabetes dan penyakit akibat pola makan yang salah lainnya.

Wallahualam bissawwab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar