Ormas Terjebak Tambang Kapitalis


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Menarik! Dulu-dulu kita sering mendengar bahwa beberapa hiburan saat perayaan Agustusan (HUT RI) adalah pembodohan. Dalam lomba makan kerupuk, rakyat dibuat puas hanya dengan makan kerupuk, sementara kekayaan negeri ini dimakan oleh asing dan aseng. Dalam lomba panjat pinang, adalah gambaran nyata ketika rakyat menginginkan sekedar hadiah yang tidak seberapa, harus bersusah-payah dengan pekerjaan yang menghinakan dan jadi bahan olokan, ditertawakan. Padahal aslinya, benar-benar asli, perlombaan itu sungguh melelahkan. Dalam lomba tarik tambang, rakyat diadu domba memperebutkan seutas tali dengan alasan adu kekuatan diiming-imingi manfaat olahraga plus hiburan. Sementara barang tambang negeri ini, habis dikeruk dan ditarik ke luar negeri.

Entah dari opini itulah yang akhirnya muncul penomena yang sedang viral, "Ormas Tarik Tambang". Seperti yang dilakukan oleh Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) yang pada akhir bulan lalu bertemu Presiden Joko Widodo guna menyatakan tertarik untuk turut mengelola tambang. Namun, para pemuda dan remaja masjid ini masih menunggu dan melihat pengelolaan tambang yang lebih dahulu akan dilakukan oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. (Kompas online, 31/7/2024).

Meski sebelumnya, Muhammadiyah mengambil sikap berbeda dengan NU. Ketika pemerintah mengumumkan terbitnya aturan yang memberi izin pengelolaan tambang mineral dan batu bara kepada Ormas melalui PP 25/2024, Muhammadiyah dengan tegas menyatakan penolakan. Sikap ini sempat menuai pujian dari berbagai kalangan, online maupun offline. Sempat terjadi perang opini juga di antara dua kader ormas terbesar di Indonesia itu. 

Bukannya pupus, malah langkahnya diikuti oleh yang lain. PP Persatuan Islam (Persis) juga menyatakan menerima tawaran mengelola tambang ini. Alasannya, kebijakan tersebut positif dan Persis ingin memberi contoh pengelolaan tambang yang baik, sekaligus untuk menguji komitmen para kader pengusaha membawa misi agama dalam usaha pertambangan. Saat ini PP Persis dalam proses mengajukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sekaligus menyiapkan badan usahanya.

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang semestinya bersikap lebih kritis, ternyata juga memberikan sinyal positif. Saat menanggapi keputusan PP Muhammadiyah yang menerima izin usaha pertambangan atau IUPK, Ketua Umum MUI Anwar Iskandar mengatakan hal itu baik-baik saja dan yang penting jangan sampai merusak lingkungan. Siapa sih yang tidak tergiur oleh "tanah surganya Indonesia"? 

Hanya saja jangan hanya keuntungannya saja yang dibayangkan. Kerugiannya juga. Dan bukan lagi bayangan, kerugian terbesar sudah berada tepat di depan mata. Situs Mongabay termasuk yang intens mengungkap karut-marut pengelolaan tambang di Indonesia beserta dampaknya, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, hingga tumbuh suburnya budaya korupsi di tubuh kekuasaan berlatar konsesi tambang.

Kisruh pengelolaan tambang bukan sekadar masalah legal dan ilegal. Paradigma kapitalisme neoliberal yang melatari pengelolaan tambang menjadi akar sebab munculnya berbagai kemudaratan. Sektor strategis yang mestinya dikelola dengan baik oleh negara dan digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, malah diberikan kepada pihak swasta dengan berbagai dalihnya. 

Bahkan yang lebih naif, pemberian ini dikaitkan dengan alasan karena ormas sudah berkontribusi pada kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Sehingga ormas layak menarik/mengelola tambang. Meski sebenarnya rayuan tambanglah yang telah menarik ormas sehingga lupa akan tujuan utama yang melandasi berdirinya  ormas, apalagi ormas Islam.

Sistem politik demokrasi kapitalis telah berhasil menarik ormas agar tidak bertaring menyuarakan amar makruf nahi munkar kepada penguasa. Caranya antara lain dengan membagi-bagi “kue kekuasaan”, termasuk pada tokoh dan ormas-ormas Islam, bahkan yang sebelumnya berseberangan. Makin membenarkan pula pernyataan Mahfud MD bahwa, malaikat pun akan menjadi iblis jika masuk sistem demokrasi kapitalis, apalagi hanya level ormas. 

Penyerahan IUPK kepada ormas hanyalah racun berbalut madu. Sama halnya ketika kera diberi kelapa. Tidak dalam waktu dekat kera dapat berhasil menikmati kelapa, butuh keahlian untuk membukanya. Begitu juga tambang. Pengolahannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, meski ada sebagian ormas yang mengaku memiliki kader ahli tambang. Tentu pada akhirnya ormas diarahkan untuk bekerja sama dengan pemodal juga pengusaha yang sebelumnya berkecimpung pada usaha yang sama. Dan dapat dipastikan pada akhirnya 4L (lo lagi Lo lagi) yang banyak menikmati keuntungan tambang. Lalu ormas? Hanya menunggu jatah remah-remahnya saja. Sangat menyedihkan sekaligus memalukan!

Memang memalukan! Bahkan ada ormas yang secara blak-blakan mengakui sudah lelah hidup kere. Sudah terlalu lama merasakan paceklik. Bertindak pura-pura lupa atau mungkin memang tidak pernah tahu karena saking sudah lamanya Islam dipisahkan dari kehidupan, bahwa ada hadis yang menyatakan, “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Ketiganya tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk ormas dengan alasan kemaslahatan sekalipun. Hanya negara yang berhak mengelolanya dimana hasilnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sudah lupa pada butir-butir Pancasila? Katanya harga mati!

Berbeda dengan sistem Islam. Rasulullah Saw. mengawali perubahan dengan sesuatu yang sejalan dengan fitrah, yakni membangun kesadaran ideologis di tengah umat bahwa sistem yang sedang diterapkan adalah sistem rusak yang harus segera dicampakkan. Beliau Saw. pun memahamkan masyarakat di semua entitas bahwa kehidupan mereka harus selaras dengan segala yang Allah SWT. inginkan, yang untuk itulah beliau Saw. diutus dengan amanah kerasulannya. Gerakan perubahan yang Rasulullah Saw. rintis, kemudiam diwariskan kepada para sahabat dan pengikut- pengikutnya yang banyak. Gerakan ini dinamakan gerakan Islam ideologis. 

Gerakan Islam ideologis seperti ini tidak lain didirikan karena akidah bukan kemaslahatan, yakni dalam rangka menyambut seruan Allah SWT. yang tujuannya hanya memuliakan Islam dan umat Islam, bukan kepentingan golongan apalagi segelintir elite kekuasaan. Gerakan ini sejak awal berdirinya telah memiliki platform perjuangan yang benar, yakni menegakkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Target perjuangan gerakan Islam adalah melangsungkan kehidupan Islam, bukan sekadar mengambil sisi-sisi parsial dari Islam. Apalagi menikmati kue kekuasaan dengan berbagai alasan. Terlebih, syariat Islam memang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari sistem politik, ekonomi (termasuk soal kepemilikan harta), pergaulan, moneter, hukum, hankam, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Dalam konteks politik kepemimpinan, Islam menetapkan bahwa tupoksi penguasa adalah pengurus urusan rakyat sekaligus penjaga umat, bukan malah menjadi sumber petaka bagi umat dan menyerahkan nasib umat kepada para pemilik modal. 

Dalam konteks politik ekonominya, Islam di antaranya mengatur soal kepemilikan. Sumber daya tambang, misalnya, ditetapkan sebagai hak kepemilikan umum yang haram diserahkan kepada swasta, dengan alasan apa pun. Negara diberi amanat untuk mengelolanya demi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat sebagai pemiliknya. Paradigma pembangunan dalam Islam pun dituntut untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan malah merusaknya. Semua penegakannya di-support oleh penerapan sistem-sistem lainnya, seperti moneter, keuangan, hingga sanksi tegas dan menjerakan untuk mengeliminasi pelanggaran.

Demikianlah sistem Islam menjadikan penguasa dan seluruh penduduknya, termasuk ormasnya, berada dalam koridor yang benar sesuai dengan aturan dari Sang Pencipta sehingga Islam rahmatan lil 'alamin bukan sekedar jargon semata melainkan benar-benar nyata dirasakan oleh seluruh makhluk-Nya. Sadarlah wahai semua yang berada di dalam ormas, jangan mau dijadikan boneka kapitalis. Mari kita mengganti sistem  rusak demokrasi kapitalis ini dengan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah, sebab tidak ada kebaikan sedikit pun yang tersisa dari sistem sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal. 

Wallahu'alam  bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar