Oleh : Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.
Data Moneter Internasional (IMF) pada World Economic Outlook April 2024 merilis data tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia mencapai 5,2% tertinggi dibandingkan 6 negara Asean. Kemudian Filipina berada di posisi kedua yakni 5,1%, disusul Brunei Darussalam yakni 4,9%, Malaysia 3,52%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9% dan Thailand 1,1%. (OKEZONE, 21/07/2024).
IMF mendefinisikan tingkat pengangguran (unemployment rate) sebagai persentase angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Untuk itu, penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari kerja seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan penduduk tanpa pekerjaan yang tidak lagi mencari kerja tidak masuk ke dalamnya. (CNN Indonesia, 19/07/2024).
Di sisi lain berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024. Jumlahnya berkurang sekitar 790 ribu orang atau menyusut 9,89% dibanding Februari 2023. (Data Boks, 07/05/2024).
Walau ada penyusutan, namun tetap saja Indonesia masih terjerat di dalam permasalahan. Hal ini belum dapat terselesaikan secara menyeluruh dan tentunya tidaklah terjadi begitu saja. Ada kerusakan sistemis yang dibiarkan langgeng. Maka, perlu dikritisi pula pemantiknya yang mengantarkan Indonesia menjadi pemegang pengangguran tertinggi di Asean tersebut.
Fakta di atas hendaknya memberikan kita gambaran bagaimana ada kegagalan negara dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Adanya kebijakan-kebijakan yang tidak strategis melahirkan deindustrialisasi.
Hal ini bermula dari ketidakmampuan negara menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan bermutu, teknologi yang kurang memadai, dan kebijakan yang justru tidak pro terhadap rakyat. Sedangkan korporasi mendapatkan angin segar sebagaimana yang terikat pada UU Cipta Kerja. Belum lagi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) ala kapitalisme yang membuat hanya segelintir orang saja yang dapat meraup manfaatnya sedangkan rakyat terjerat dalam kemiskinan.
Maka, rakyat secara sistematis sudah pasti menderita. Bagaimana tidak? Tidak difasilitasinya rakyat membuat rakyat Indonesia mudah terkalahkan di dalam persaingan dunia kerja dan tenaga kerja dari asing tak henti mengambil alih. Maka, tidak aneh jika kita menemukan fakta bahwa Indonesia per tahun 2022 meraih angka kemiskinan 44 juta jiwa.
Atas hal itu, sungguh ini bukanlah masalah sepele. Seharusnya negara mampu menciptakan keadaan yang menunjang rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan hakiki. SDA dan SDM haruslah dimaksimalkan untuk menjemput kesejahteraan itu, bukan malah dieksploitasi.
Hal ini amatlah berbeda dengan konsep Islam dalam mengurusi rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Islam negaralah yang mengurusi rakyat dan pastinya mengurangi permasalahan dengan landasan hukum syara yang paripurna.
Di dalam Islam negara berperan penting untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan memastikan rakyat tidak terjebak di dalam pengangguran. Terlebih di dalam Islam bagi seorang ayah atau wali mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah. Maka, negara yang menerapkan Islam secara sempurna akan memahami bagaimana urgennya hal ini.
Di samping itu tentunya seorang ayah atau wali pastinya sudah mendapatkan pemahaman serta kesadaran akan kewajibannya. Itulah yang akan mendorong kekokohan dalam upaya mencari nafkah secara halal dan maksimal. Hal ini tidak boleh dilewatkan karena landasan keimanan kepada Allah SWT yang akan menjadi komando atas upaya memenuhi kewajiban tersebut.
Berbeda dengan sistem hari ini, di dalam penerapan Islam negara sangatlah fokus untuk mengoptimalkan potensi rakyat dengan segudang keahlian. Di sini negara tidak berlepas tangan, negara memastikan setiap rakyat mempunyai keahlian guna dikembangkan dan nantinya akan menjadi bekal untuk rakyat menjalankan pekerjaan tersebut. Dengan demikian, terciptalah SDM yang mumpuni dan berkualitas..
Di sisi lain negara mengelola SDA secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.Tidak akan dibiarkan pengelolaan tersebut dilepaskan pada swasta atau hanya bergulir pada segelintir orang saja. Hal ini lantaran SDA adalah untuk kepentingan umum dan untuk menunjang kesejahteraan pula yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Dengan itu, terlepaslah negara dari eksploitasi SDA dan pengelolaan zalim.
Kemiskinan pun akan musnah jika komponen SDA dan SDM dikelola dengan baik di bawah naungan penerapan Islam. Sebab, Allah SWT tahu betul apa yang terbaik bagi hambanya. Namun sayangnya hari ini semua itu tidaklah diterapkan.
Maka, untuk beranjak dari pengangguran yang kian mengerikan di mana pun itu, tidak ada cara efektif lainnya kecuali dengan mencampakkan sistem yang rusak hari ini dan beralih pada sistem Islam yang sempurna dan telah terbukti kejayaannya selama berabad-abad.
Sebab, bagaimana bisa didapati kesejahteraan dari sistem kapitalisme yang sama sekali tidak menjadikan rakyat sebagai prioritas? Prioritas hanya berlabuh pada dua sosok utama di sistem ini yaitu pengusaha dan penguasalah yang memainkan kontrak kerja dengan menjadikan rakyat sebagai anak-anak dadu yang mengantarkan mereka pada kemenangan dunia. Maka, berlarilah menuju solusi Islam yang menjadikan rakyat sebagai prioritas. Dengan inilah rakyat bisa sampai pada kesejahteraan hakiki.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar