Sekularisme sebagai Pemicu Bunuh Diri Mahasiswa di Indonesia? Kok Bisa?


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting bagi masyarakat. Sayangnya saat ini fakta demi fakta menampilkan bagaimana kelamnya kondisi terkini di lingkungan pendidikan. Diharapkan pendidikan menjadi titik awal untuk dapat menciptakan kebaikan, justru saat ini berbagai problem justru ada di dalamnya.  

Sebagaimana yang terjadi pada mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang meninggal lantaran bunuh diri di kamar kosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. Sejauh ini upaya yang sudah dan sedang dilakukan kampus adalah melakukan screening kesehatan mental bagi seluruh mahasiswa. Apabila ada yang terindikasi mengalami gangguan mental, Unit Layanan Kesehatan Mental akan menanganinya guna menghindari hal ini (bunuh diri). (Kumparan News, 13/08/2024).

Sebelumnya di tahun 2023 kasus bunuh diri banyak terjadi di Indonesia. Pada Rabu 11 Oktober 2023 seorang mahasiswa Udinus Semarang ditemukan tewas di kamar kosnya, 10 Oktober 2023 seorang mahasiswi Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang pun nekat melompat dari lantai empat Mall Paragon, Kota Semarang, 15 Agustus 2023 mahasiswa Fakultas Hukum Undip juga berakhir ditemukan menggantung di pojok Lapangan Tembak, Kodam IV Diponegoro, Kota Semarang, dan 16 September 2023 mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Semarang bunuh diri dengan melompat dari lantai enam gedung parkir kampus. (Radar Semarang, 15/08/2024).

Bahkan setidaknya sejak 2015 ada lima mahasiswa IPB University yang ditemukan meninggal dengan cara gantung diri. (Rejabar, 09/08/2024). Sungguh ini bukanlah pertanda baik bagi kondisi pendidikan di Indonesia dan justru menggambarkan betapa tertekannya mahasiswa dengan segala kondisi yang menimpanya.

Hal ini tentunya tidak terlepas dari berbagai terpaan standar kehidupan saat ini yaitu sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Banyak keputusan diri yang dilakukan atas kebebasan dan jauhnya dari komando hukum syara. Halal haram sudah tidak lagi menjadi standar berbuat, asalkan hal itu dipandang menguntungkan maka diambil menjadi solusi kehidupan. Mulai dari pinjaman online (pinjol) misalnya yang dianggap sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah, tetapi justru menjerat mahasiswa dan membuat mahasiswa terjebak, bahkan putus asa.

Di tahun 2022 misalnya, sebanyak ratusan mahasiswa IPB University Dilaporkan telah menjadi korban penipuan yang berujung pada tunggakan tagihan pinjol. Dilansir dari dugaan para korban yang tertipu totalnya mencapai sebesar Rp2,1 miliar dari 31 korban ini. (CNBC, 18.09/2023).

Di sisi lain tekanan akademik pun terus menghantui mahasiswa. Sistem saat ini yang berlandaskan sekuler kapitalisme cenderung menekankan mahasiswa pada pencapaiannya secara individu semata dan atas itulah meningkat jiwa kompetitif yang tidak sehat. Tidak jarang hal ini membuat perjalanan pendidikan menjadi lebih berat dan menimbulkan stres berkepanjangan, gangguan mental, bahkan bunuh diri.

Parahnya, di sistem sekuler kapitalisme ini pun banyak generasi terutama mahasiswa yang kehilangan makna dan nilai spiritualnya. Banyak yang tidak mempunyai hubungan dengan Sang Pencipta sehingga kehilangan arah dan makna hidup yang seutuhnya.

Terlebih jiwa individualisme tumbuh subur saat ini, inilah yang memicu mahasiswa terisolasi dan kurang mempunyai interaksi bahkan dukungan sosial. Ini adalah fakta yang sangat menyedihkan, yang seharusnya mahasiswa menjadi usia produktif untuk bisa berbaur dan bermanfaat di tengah masyarakat, namun justru terjebak dengan isolasi individualisme yang memantik depresi dan kecemasan.

Tidak kalah penting pula yang perlu dikritisi adalah saat ini banyak mahasiswa yang krisis identitas. Mahasiswa tidak mengetahui untuk apa ia hidup dan mau dibawa kemana kehidupan ini. Mahasiswa tidak difasilitasi untuk bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan besar hidupnya. Sistem sekuler saat ini hadir hanya sebatas menampilkan kebebasan dan menawarkan banyak pilihan atas hidup, namun tidak punya komando jelas untuk mengantarkan generasi ini dengan efektif.

Atas hal itu persoalan bunuh diri di kalangan mahasiswa ini tentulah gabungan dari berbagai faktor mulai dari psikologis, sosial, dan kultural. Hal itu ditumbuh suburkan oleh sistem yang ajek hari ini yaitu sekuler kapitalisme. Mengapa demikian? Karena pemisahan agama dari kehidupan membuat mahasiswa tidak lagi hidup dengan komando Allah SWT yang ideal. 

Euforia standar dunia merenggut standar hidup mahasiswa dan membuatnya salah arah. Apa yang menjadi tujuan akan keliru, apa yang diupayakan akan salah jalan, dan apa yang diputuskan akan membuat mahasiswa terjebak bahkan binasa. Dengan itu potensi mahasiswa dengan mudah terkorbankan dan jauh dari peran untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat.

Afaradiba, S.Si. pun memaparkan bahwa selama sistem pendidikan masih berlandaskan sistem sekuler kapitalisme maka akan melahirkan permasalahan yang semakin berkembang. Maka, perlu ada reposisi diri untuk mengoptimalkan landasan pendidikan ala Islam. Sebagaimana Islam yang mengajarkan menolong agama Allah, sekaligus sebagai intelektual yang memiliki keahlian dan kepakaran ilmu pengetahuan, bahkan kepedulian politik. (Muslimah News, 13,08,2023).

Atas hal itu, generasi yang cemerlang tentu hanya akan lahir dari ekosistem yang sehat. Ekosistem sosial yang sehat tentunya hanya akan terwujud dengan landasan Islam yang utuh. Pendidikan di dalam Islam akan dilandasi dengan keimanan. Hal ini sudah terbukti berhasil melahirkan sosok-sosok jenius yang luar biasa ilmunya bermanfaat hingga saat ini. Seperti Al Khawarizmi, Jabir Ibnu Hayyan, dan lainnya.

Di dalam sistem Islam, kurikulum pun akan sesuai dengan akidah Islam plus ditopang juga dengan sistem ekonomi yang sehat, yaitu mampu memberikan kesejahteraan. Jadi, mahasiswa tidak lagi dipusingkan atas berbagai himpitan ekonomi dan tekanan sosial. Semua ini secara terstruktur dibekali dari lingkup orang tua, masyarakat, dan negara sebagai penanggung jawab.

Dengan itu, selama sekuler kapitalisme masih menaungi, maka tidak akan pernah mengantarkan generasi terutama mahasiswa pada kebaikan yang sempurna, justru akan menariknya ke dalam lubang permasalahan. Maka, Islam adalah solusi sempurna yang sudah Allah SWT berikan kepada kita sebagai bukti pula bahwa Allah bukanlah sebatas Sang Pencipta, tetapi juga sebagai Sang Pengatur.

Saat ini adalah waktu yg tepat untuk mencampakkan sistem sekuler kaputalisme dan bergegas menuju penerapan Islam. Hal itu dapat dilakukan dengan menyebarkan Islam. Semoga kita bisa merasakan hidup di bawah nanungan Islam dengan sebaik-baik kepengurusan berlandaskan syariat-Nya.

Wallahua'lambissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar