Stop Komersialisasi Dan Liberalisasi Pendidikan


Oleh : Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)

Tingginya biyaya buku paket dan LKS ini membuat sejumlah emak-emak berdaster demo di depan kantor Gubernur Kaltim pada Rabu 24/7/2024 terkait isu stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan anak. Mereka mengeluhkan harga buku paket dan LKS yang terlalu memberatkan orang tua siswa.

Mengenakan daster merah, Ari Setiyowati, 50 tahun, menghampar beberapa kertas lebar di depan kantor Gubernur Kalimantan Timur, Samarinda. Ia kemudian meletakkan sayur-sayuran dan buah-buahan di kertas tersebut. Perempuan berkerudung hitam itu berharap, ada pejabat pemerintah yang membeli dagangannya.

Ari tidak sendiri, ada puluhan ibu di sampingnya. Mereka sebenarnya sedang menggelar demonstrasi. Mereka memprotes biaya bersekolah yang dinilai terlampau mahal. Dalam satu tahun saat anak Ari duduk di kelas enam SD pada 2023-2024, ia mengeluarkan lebih Rp1 juta hanya untuk membeli buku. (Kaltimkece.id)
Selain keresahan terkait tingginya harga buku paket dan LKS hingga dugaan jual beli buku sekolah, orang tua juga mempertanyakan batasan Sekolah Gratis.

Koordinator unjuk rasa tersebut, Nina Iskandar, memaparkan sejumlah tuntutan yang dibawa dalam aksi ini. Satu di antaranya, para demonstran meminta Pemprov Kaltim memperjelas ihwal program pendidikan gratis yang digembar-gemborkan pemerintah pusat. Menurut Nina, program tersebut belum terlaksana sepenuhnya karena masih ada sekolah negeri yang berbayar dengan dalih sedekah. (Kaltimkece.id)

Aksi orang tua murid di Samarinda ini lantaran merasa terbebani dengan biaya pembelian buku di sekolah terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Nina, Korlap Aksi Stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan Anak ini menyebut ia harus mengeluarkan biaya hingga Rp1,5 juta untuk membeli buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk satu orang anaknya. Ia merasa keberatan dengan beban biaya ini, terutama karena ia adalah tulang punggung keluarga. (Kaltim.tribunnews.com)


Persoalan Hidup Yang Kompleks 

Emak-emak sebenarnya tidak hanya mengeluhkan biaya buku yang mahal. Namun, kompleksitas persoalan hidup seperti biaya kebutuhan pokok, bahan bakar, bayar air, listrik, dan biaya lainnya. Di tengah himpitan ekonomi, tambah awal masuk sekolah disuguhi dengan biaya buku, seragam dan perlengkapan sekolah tentu membuat emak-emak mengeluh hingga demo. 

Seperti yang dialami oleh Ari salah satu peserta demo. Ari sesungguhnya tak mampu memenuhi tuntutan tersebut. Ia cuma seorang pedagang sayur. Suaminya tidak bekerja karena kesehatannya sedang menurun. Sayur yang dijual Ari pun bukan miliknya. Ia mendapatkan sayur-sayuran dari seseorang. Otomatis, hasil penjualannya mesti dibagi. Apabila Ari mendapatkan Rp75 ribu dalam sehari, ia hanya membawa pulang Rp50 ribu. Sisanya buat si pemilik sayur. Duit Rp50 ribu ini saja, kata Ari, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Demi anak mendapatkan pendidikan yang tinggi, Ari terpaksa menyanggupi membeli buku anaknya. Usaha halal apapun ia lakukan, asalkan sang anak bisa terus bersekolah. Kini, putranya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Masalah baru pun datang. Agar anaknya mendapatkan seragam SMP, Ari mesti menebus Rp760 ribu. Uang itu untuk membayar sepasang seragam putih-biru, dua setel seragam batik, satu setel seragam olahraga, dan dua setel seragam pramuka.(Kaltimkece.id)


Pendidikan Di Era Sekuler Kapitalisme

Pendidikan mahal wajar karena inilah konsekuensi hidup dalam alam sekuler kapitalisme. Pendidikan dikomersilkan dan terjadi liberalisasi pendidikan. Akhirnya semakin menyulitkan masyarakat khususnya orang tua, belum lagi generasi yang terlahir tidak tercover akidah dan kepribadiannya. 

Dalam sistem kapitalis, semua bentuk kebutuhan masyarakat akan dialihkan kepada individu untuk memenuhinya. Sementara para kapital atau pemilik modal akan menyediakan produknya. Sementara negara hanya menjadi regulator, membuatkan aturan saja, bukan lagi sebagai penanggung jawab semua kebutuhan rakyat termasuk pendidikan. 

Pendidikan seharusnya merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara. Bukan dibebankan kepada sekolah dan orang tua. Disinilah terjadi liberalisasi didalam dunia pendidikan. Akhirnya arah Pendidikan ditentukan oleh kapital, bukan oleh negara.

Pendidikan Dalam Islam

Islam sebagai sebuah agama dan ideologi sudah mengatur sistem pendidikan yang Sholih/benar. Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara. Negara yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pendidikan warganya secara gratis dan berkualitas. 

Dengan penerapan sistem pendidikan dalam Islam output yang akan dihasilkan bukan sekedar ilmuwan atau ahli teknologi tapi juga melahirkan generasi yang gemilang yang berkepribadian islam yang juga ahli dalam ilmu fiqih, tafsir, syariat dan lainnya.

Karna sistem pendidikannya berlandaskan aqiqah Islamiyah dan terbukti berhasil melahirkan generasi gemilang selama 13 abad penerapannya dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah.

Wallahu'alam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar