Harga Sayuran Anjlok, Pemerintah Tidak Menyiapkan Langkah Jitu


Oleh : Ummu Azam

Beredar video momen seorang pria membuang hasil panen sayuran ke drainase. Pria yang diduga petani itu memilih membuang sayuran dari mobil pick up-nya ke arah saluran drainase.

Aksinya itu dilakukan lantaran harga sayur sangat murah di pasaran. ‘’Saat ini, banyak petani mengeluh karena harga panen sayuran turun drastis,’’ kata Suhartini, petani asal Singolangu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Magetan, Jawa Timur.

Harga tomat, misalnya, turun dari Rp20.000 menjadi Rp2.000 per kilogram. Brokoli yang
sebelumnya seharga Rp15.000 per kilogram kini menjadi Rp9.000. Cabai keriting juga turun dari Rp35.000—Rp38.000 per kilogram menjadi Rp22.000.

Meskipun hasil panen bagus, stok sayuran yang melimpah akibat panen raya dan penurunan konsumsi masyarakat menyebabkan harga sayuran anjlok.

Sungguh miris, anjloknya harga sayuran kembali terjadi. Alih-alih menikmati keuntungan, petani sayuran harus menanggung kerugian yang besar, bahkan modal pun tidak kembali. Sayangnya, menghadapi kondisi ini pemerintah tidak menyiapkan langkah yang jitu.

Sejauh ini pemerintah dan pemerintah daerah baru melakukan upaya teknis seperti menghimbau ASN untuk membeli sayuran petani, padahal langkah ini jelas tidak cukup. Seharusnya pemerintah hadir mengambil kebijakan untuk memitigasi atau mengatasi persoalan sehingga tidak menyebabkan kerugian besar pada petani.

Ketiadaan upaya mitigasi dan solusi tuntas makin menunjukkan kelalaian pemerintah dalam  mengurusi rakyat. Apalagi kejadian ini, hampir terjadi berulang setiap tahunnya yang sangat memungkinkan dilakukan langkah antisipasi.

“Jika ada keseriusan dan pe-riayah-an yang benar oleh pemerintah, tentunya dilakukan sejumlah intervensi, seperti mengatur sistem tanam, menyediakan saprotan murah bagi petani, akses modal, menyediakan tempat penyimpanan seperti cool storage yang memadai, menyediakan infrastruktur pendukung, dan sebagainya.

Begitu pula pada rantai distribusi, ia melanjutkan, pemerintah harusnya hadir menjaga agar tidak terjadi distorsi dan gap harga yang sangat tinggi antara petani dengan konsumen, supaya terbentuk harga yang wajar dan saling menguntungkan.

Namun, realitasnya tidaklah demikian. Para petani harus berupaya sendiri memperjuangkan kesejahteraannya tanpa kehadiran fungsi pemerintah.

Bahkan,kondisi petani makin tertekan dengan biaya hidup lainnya yang makin berat. Begitu pula, keadaan ekonomi para konsumen, yakni mayoritas masyarakat menengah ke bawah yang makin sulit sehingga daya beli terus merosot.

Akibatnya, sekalipun harga barang-barang telah murah tetap tidak bisa membeli karena tidak adanya uang. Keseluruhan kondisi ini adalah buah yang dirasakan akibat penerapan sistem kapitalisme.

Sistem politik kapitalisme melahirkan pemerintah yang tidak kompeten mengurusi rakyat. Pemerintah hadir hanya sebagai regulator dan fasilitator. Sementara itu, pengelolaan pertanian dan pangan diserahkan kepada swasta/korporasi yang menjadikan bisnis sebagai prinsip pengelolaannya. Tidak ada pengelolaan yang bervisi riayah/pelayanan yang tulus kepada rakyat, termasuk petani.

Over supply di suatu daerah tidak bisa dengan mudah didistribusikan ke daerah lain yang membutuhkan karena terhambat birokrasi otonomi daerah. Mayoritas rakyat hidup dalam kemiskinan yang makin buruk sehingga daya beli menurun.

Sementara segelintir pihak, yaitu kapitalis, mereka menikmati peningkatan kekayaan yang besar dari penguasaan terhadap berbagai aset ekonomi.

Lain halnya dengan Khilafah, khilafah bertanggung jawab mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan serta kesejahteraan petani. Semua regulasi yang dikeluarkan bertujuan untuk pencapaian kedua hal ini. Kemaslahatan publik akan menjadi orientasi pe-riayah-an negara, bukan kemaslahatan swasta/korporasi.

Tujuan penerapan sistem ekonomi Islam adalah mendistribusikan harta kekayaan kepada semua individu rakyat.

Dengan aturan islam seluruh rakyat akan terjamin kehidupan nya karena sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya. Maka marilah bersatu, berjuang, dan menegakkan syariat islam secara KAFFAH.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar