Kasus Pemelihara Landak: Potret Ketidakadilan Hukum di Indonesia


Oleh: Widya Rahayu (Lingkar Studi Muslimah Bali)

Kasus yang menimpa Nyoman Sukena, seorang warga Abiansemal, Badung, Bali, terkait pemeliharaan landak, hewan yang dilindungi oleh undang-undang, telah memicu perhatian dan keresahan publik. Nyoman didakwa karena dianggap melanggar hukum dengan memelihara hewan langka tersebut. 

Namun, di balik dakwaan ini, muncul persoalan serius mengenai rasa keadilan masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan Bali, di mana sosialisasi mengenai status perlindungan hewan seperti landak masih sangat minim. 

Di banyak wilayah pedesaan yang masih asri, hewan seperti landak sering kali ditemukan dan bahkan dianggap sebagai hama ladang, sebagaimana babi hutan. Dalam kasus ini, Nyoman Sukena yang memelihara hewan tersebut tanpa mengetahui bahwa landak termasuk satwa yang dilindungi, dianggap telah melanggar hukum. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai apakah hukuman yang diberikan kepada warga seperti Nyoman sudah proporsional, mengingat minimnya sosialisasi mengenai hewan-hewan yang dilindungi oleh negara.

Nyoman Sukena didakwa meski banyak warga pedesaan masih menganggap landak sebagai hama menunjukkan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Pemerintah dan instansi terkait tampaknya kurang gencar dalam melakukan sosialisasi mengenai satwa yang dilindungi, terutama di wilayah pedesaan yang berpotensi besar bertemu dengan hewan-hewan tersebut. 

Dalam artikel dari Balipost.com terungkap bahwa pemahaman masyarakat mengenai status landak sebagai hewan yang dilindungi sangat minim, sehingga tidak aneh jika masyarakat seperti Nyoman tidak menyadari bahwa tindakan memelihara landak adalah tindakan ilegal.

Sebaliknya, hukum tetap berjalan dan menjerat individu yang sebenarnya tidak berniat melanggar hukum. Di sisi lain, kita kerap melihat bagaimana kejahatan-kejahatan besar seperti korupsi justru mendapat perlakuan yang lebih lunak. Sebagai contoh, kasus-kasus korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah kerap kali berujung pada vonis yang ringan, bahkan beberapa di antaranya mendapatkan fasilitas istimewa selama masa penahanan.

Ketidakadilan dalam sistem hukum ini semakin tampak nyata ketika kita membandingkan hukuman yang diterima oleh Nyoman Sukena dengan kasus-kasus korupsi. Seorang koruptor yang terbukti merugikan negara sering kali mendapatkan vonis yang lebih ringan, bahkan kadang-kadang mendapat keringanan hukuman dengan alasan yang tidak rasional. Misalnya, koruptor kelas kakap yang merugikan negara hingga miliaran rupiah bisa saja mendapatkan vonis hanya beberapa tahun penjara, dan dalam beberapa kasus, mereka masih mendapatkan fasilitas khusus selama masa tahanan.

Sementara itu, Nyoman Sukena, yang tidak mengetahui bahwa memelihara landak adalah tindakan melanggar hukum, terancam mendapatkan hukuman berat hanya karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Ini menunjukkan bagaimana hukum di Indonesia sering kali berjalan dengan berat sebelah, di mana kasus-kasus kecil seperti memelihara hewan langka mendapat perhatian yang begitu besar, sementara kejahatan besar seperti korupsi diperlakukan lebih lunak.


Keadilan dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, hukum dan keadilan harus ditegakkan dengan prinsip yang adil dan seimbang. Negara dalam Islam memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa rakyatnya mendapatkan pendidikan dan informasi yang memadai mengenai hukum-hukum yang berlaku, termasuk mengenai satwa yang dilindungi. 

Ketidakadilan seperti yang terjadi pada Nyoman Sukena tidak akan dibiarkan terjadi dalam sistem Islam, karena negara bertanggung jawab untuk mendidik masyarakat agar memahami hukum yang berlaku.

Selain itu, hukuman dalam Islam didasarkan pada prinsip keadilan yang seimbang antara kesalahan dan hukuman yang diberikan. Dalam kasus Nyoman Sukena, jika dalam Islam ia terbukti melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, maka negara wajib memberikan sosialisasi yang lebih baik dan hukuman yang lebih ringan, atau bahkan bisa saja dibebaskan dari hukuman. Sementara itu, dalam kasus korupsi, Islam menerapkan hukuman yang sangat tegas bagi para pelaku yang terbukti merugikan rakyat dan negara, sehingga mereka tidak akan lolos dengan vonis ringan atau fasilitas istimewa selama masa tahanan.


Kesimpulan 

Kasus Nyoman Sukena yang didakwa karena memelihara landak yang dilindungi mengungkapkan ketimpangan dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Minimnya sosialisasi mengenai hewan-hewan yang dilindungi menjadi salah satu penyebab ketidakadilan ini terjadi. Dalam Islam, hukum ditegakkan dengan prinsip keadilan yang sejati, di mana negara bertanggung jawab penuh untuk memberikan pendidikan dan informasi yang memadai kepada masyarakat. Selain itu, hukuman yang diterapkan dalam Islam selalu seimbang dengan kesalahan yang dilakukan, sehingga ketidakadilan seperti ini tidak akan terjadi.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar