KHUTBAH JUM'AT : DALAM DEMOKRASI JABATAN MENJADI BANCAKAN


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. 
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
 خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ   إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا.  أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى  
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Pada Kamis, 19 September, DPR RI mengesahkan perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang membebaskan presiden baru membentuk kementerian tanpa batasan. Keputusan ini dinilai cacat legislasi oleh sejumlah pakar hukum, termasuk Deni Indrayana, yang menyoroti proses pengesahannya yang tergesa-gesa tanpa partisipasi publik bermakna, mirip dengan kasus UU Ciptaker yang dibatalkan oleh MK. 

Selain itu, cacat etika juga dikritisi, karena pengesahan UU dilakukan di akhir masa jabatan Presiden dan DPR, yang dianggap tidak sepatutnya membuat keputusan strategis besar. Ada kekhawatiran bahwa jumlah menteri yang meningkat hanya akan menjadi ajang bancakan alias bagi-bagi kekuasaan antara presiden terpilih dan partai-partai pendukungnya, mengabaikan kompetensi dan kepentingan publik.

Begitulah, sistem demokrasi telah menciptakan politik patronase, di mana jabatan dan kekuasaan dibagikan kepada para pendukung penguasa tanpa mempertimbangkan kapasitas mereka, seperti jabatan menteri atau komisaris BUMN. Hal ini berpotensi memperburuk kondisi BUMN, yang pada 2022 memiliki utang sebesar Rp 1.640 triliun, serta membuka peluang besar terjadinya korupsi karena konflik kepentingan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan bukan lagi berada di tangan rakyat, melainkan di tangan elit politik yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan kelompoknya sendiri, dengan prinsip "pemenang mengambil segalanya."

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dalam Islam, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mencontohkan untuk tidak memberikan kekuasaan kepada orang yang berambisi atas jabatan. Beliau bersabda, "Kami, demi Allah, tidak akan mengangkat atas tugas (jabatan) ini seorang pun yang memintanya dan yang berambisi terhadapnya" (HR Muslim). 

Abu Bakar ath-Tharthusi menjelaskan bahwa ambisi atas jabatan adalah tanda pengkhianatan terhadap amanah, dan memberikan jabatan kepada orang yang khianat seperti menyerahkan domba kepada serigala. Jabatan harus dianggap sebagai amanah yang kelak akan menjadi kehinaan bagi orang yang menelantarkannya. 

Agar kekuasaan menjadi berkah bagi umat, Islam memberikan beberapa tuntunan. Pertama, jabatan adalah amanah yang akan menjadi kehinaan bagi orang yang menelantarkannya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menasihati Abu Dzar ra., "Kekuasaan itu adalah amanah dan pada Hari Kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan dengan haq dan melaksanakan kewajibannya" (HR Muslim).

Kedua, jabatan harus dipegang oleh orang yang memiliki kemampuan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
”Jika amanah sudah disia-siakan maka tunggulah Hari Kiamat.” Ada orang bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?” Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Jika suatu urusan (amanah)  diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat. (HR al-Bukhari).

Ketiga, Islam menjadikan jabatan di tangan penguasa adalah untuk mengurus rakyat, bukan untuk menipu mereka dan mencari keuntungan untuk dirinya dan golongannya semata. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat  dan dia  bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Di tengah kondisi rakyat yang terus mengalami kemiskinan, peningkatan pengangguran, dan puluhan ribu pekerja terkena PHK, kekayaan para pejabat justru semakin bertambah. Misalnya, kekayaan Presiden Jokowi pada tahun 2023 meningkat Rp 13,4 miliar dari tahun sebelumnya, sementara kekayaan Menteri Agama Yaqut melonjak lebih dari 10 kali lipat setelah dua tahun dilantik.
 
Keempat, kewajiban mengurus rakyat tidak akan bisa dilakukan tanpa penerapan syariah Islam. Dalam Islam, para penguasa diberi taklif (tugas) untuk menjalankan amanah kekuasaan ini dengan menjalankan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala (QS an-Nisa [4]: 58).

Terkait ayat ini Imam ath-Thabari, dalam Tafsîr ath-Thabarî, menukil perkataan Ali bin Abi Thalib ra., Kewajiban penguasa adalah berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan dan menunaikan amanah

Penerapan syariah Islam oleh penguasa adalah bukti keimanan pada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Penerapan syariah Islam juga akan mendatangkan keadilan dan keberkahan bagi rakyat. Dengan penerapan syariah Islam para penguasa pun akan senantiasa diliputi oleh ketakwaan. Mereka akan menjadikan rakyat sebagai prioritas kemakmuran. Hukum pun dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya. Jauh dari kepentingan pribadi maupun golongan.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. []


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا  أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar