Mencegah SK Tergadai Usai Pelantikan dan Seterusnya


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Viral di media sosial video puluhan anggota DPRD Subang ramai-ramai menggadaikan SK pasca dilantik. Mereka melakukan hal tersebut dengan berbagai alasan, salah satunya melunasi utang biaya kampanye di Pemilu 2024 lalu. Besaran ajuan pinjaman berbeda-beda mulai 500 juta hingga 1 miliar. (4/9/2024). Padahal SK tersebut belum lama dipandang, bahkan tak sempat dipajang di ruang tamu sebagai tanda kebanggaan. Dan ternyata bukan hanya di Subang, di beberapa daerah lain pun demikian. 

Tidak aneh sih, apalagi dilihat dari penampilan mereka mulai ujung rambut sampai ujung kaki, sangatlah glamor, dan mewah. Cantik-cantik dan ganteng-ganteng, rapi, pokoknya enak dipandang. Jika ke salon, tentu butuh biaya ratusan ribu, bahkan jutaan plus sewa pakaian. Atau jika koleksi pribadi, sudah pasti lebih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli. Semua demi jaga image.

Itu baru biaya untuk penampilan luar saat pelantikan. Belum perawatan luar dalam yang sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Ditambah biaya lainnya termasuk kendaraan, media sosial, dll. Mereka telah terjangkiti penyakit yang bernama "hedonisme" alias suka berfoya-foya. Meski sebagian ada yang sukarela (emang sudah jadi habitnya), ada juga yang terpaksa (dipaksa oleh sistem). 

Bayangkan, rentang waktu yang panjang saat pedekate sebelum pendaftaran ke masa kampanye kemudian hari H (pencoblosan). Maka pantas biayanya pun fantastis. Bahkan tahapan Pemilu tahun 2024 sebenarnya dimulai pada tanggal 14 Juni 2022, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bahwa tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. 

Meski ada batasan bagi dana kampanye caleg, diantaranya adalah bagi calon anggota DPR dan DPRD, sumbangan dana kampanye dibatasi paling besar Rp2,5 miliar dari perorangan. Kemudian, dana kampanye DPR dari perusahaan maksimal mencapai Rp25 miliar. Dilanjut, sumbangan dana kampanye untuk calon anggota DPD maksimal sebesar Rp750 juta dari perorangan. (indonesiabaik online, 01/09/2023).

Angka yang sangat fantastis. Andai saja ditotalkan, kemudian dibagiratakan kepada seluruh penduduk miskin Indonesia, tentu akan mampu mengentaskan kemiskinan. Kesejahteraan rakyat juga akan terwujud, bukan hanya sebatas obral janji atau hanya sebatas  menurunkan angka kemiskinan. Hanya angka.

Begitulah resiko yang harus ditanggung oleh penganut sistem demokrasi. Pemilu dalam sistem demokrasi membutuhkan biaya yang mahal, tak ayal semua ini membuka celah  terjadinya praktek dari prinsip ekonomi kapitalis, yaitu bagaimana caranya agar modal yang telah dikeluarkan dapat kembali, bahkan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Salah satu langkah awalnya adalah dengan menggadaikan SK.

Iya kalau semua dapat ditutupi dengan hanya menggadaikan SK. Bagaimana jika syarat yang diajukan oleh pemberi modal adalah dengan syarat pengesahan Undang-undang (UU) yang akan memuluskan proyek oligarki? UU Cipta kerja salah satu contohnya. Jika demikian, kesejahteraan rakyat pun turut Tergadaikan.

Belum lagi kebahayaan pinjaman berbunga, setali tiga uang dengan bahaya rentenir. Jika tidak dibayar segera, utangnya akan semakin membengkak. Jangankan untuk melunasi pinjaman pokok, bunganya pun tak terbayar karena sistemnya bunga-berbunga. Sedang kebutuhan sehari-hari harus tetap dipenuhi walau pemenuhannya harus rela_dipaksa untuk rela_dari sisa potongan cicilan utang kepada pihak pegadaian.

Walhasil gali lobang tutup lobang bisa saja terjadi di kemudian hari. Sebagaimana lirik lagu Bang Haji Roma Irama, "Gali lobang tutup lobang, pinjam uang bayar utang. Gali lobang tutup lobang, utangnya tak pernah hilang. Tertutup sudah lobang yang lama, lobang baru terbuka." Lalu kapan selesainya? Jangan sampai ketika jabatan berakhir, utangnya belum berakhir! 

Atau tertutupi dengan melakukan korupsi sana-sini. Betapa banyak saat ini tindak korupsi. Seolah telah membudaya, bahkan sudah diakui oleh dunia bahwa salah satu budaya Indonesia adalah budaya korupsi. Dengan budaya ini, Indonesia hampir saja jadi juara terbanyak dan terbesar sedunia. Pelakunya bukan hanya kelas kakap, tetapi terinya juga ikut-ikutan korupsi. Bahkan KPK sebagai pawang korupsi ternyata tersungkur juga di lembah basah korupsi. Seolah sudah menjadi virus kesenangan yang menyesatkan, tak ayal korban berjatuhan, tidak hanya di kota tetapi juga sampai ke aparat desa.

Itu baru kerusakan di dunia, belum di akhirat. Dalam Islam pinjaman berbunga dan pegadaian termasuk riba. Meskipun ada label syariah di belakangnya, baik pegadaian atau Bank atau individu-individu pemberi modal dengan syarat ada lebihan saat pengembalian, walaupun hanya nol koma nol nol nol persen. Dan riba termasuk dosa besar. Paling ringan dosanya seperti berzina dengan orangtua kandung. Nauzubillah!

Allah SWT. berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَا لُوْۤا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ۗ فَمَنْ جَآءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَا نْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ ۗ وَاَ مْرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَا دَ فَاُ ولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah: 275).

Begitupun dengan hedonisme. Islam sangat melarang umatnya berfoya-foya. Sebagaimana dalam surat At-Takasur. Apalagi berfoya-foya saat pemilihan untuk pencitraan, kesalahan yang diperbuatnya pun berlipat-lipat karena termasuk menipu rakyat. Calon pemimpin yang seperti itu tidak layak dipilih.

Allah SWT. berfirman:
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ - ١
حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ - ٢
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَۙ - ٣
ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ - ٤
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِۗ - ٥
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَۙ - ٦
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِۙ - ٧
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَىِٕذٍ عَنِ النَّعِيْمِ - ٨
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)." (QS. At-Takasur: 1 - 8).

Dalam memilih pemimpin pun Islam tidaklah seribet dan semahal sistem demokrasi kapitalisme. Jarak antara penentuan calon pemimpin dan saat pemilihan hanya berselang tiga hari, itu menjadikan kampanye yang dilakukan sangat efektif dan efisien tanpa memerlukan biaya besar. Lagi pula kredibilitas calon pemimpin sudah dapat dilihat sebelum pencalonan, jadi bukan pencitraan. Tidak pernah ditemukan dalam sistem Islam ada pejabat korupsi. Mereka semua takut akan hari penghisaban.

Dalam sistem Islam, jabatan kepemimpinan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Seorang pemimpin ibarat seorang penggembala yang harus senantiasa menjaga dan merawat hewan peliharaannya. Itulah sebabnya selevel Khalifah Umar bin Khattab saja menangis ketika diserahi tampuk kekuasaan karena beliau takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Tidak seperti sekarang yang malah mengadakan pesta dengan berbagai hiburan dan kemaksiatan dengan alasan sebagai tanda syukuran. 

Begitupun para pembantunya tidak mesti dipilih lagi oleh rakyat tetapi langsung ditunjuk oleh sang pemimpin berdasarkan kemampuan dan kesanggupannya menanggung jabatan tersebut. Hal ini dipastikan dapat meniadakan biaya pemilu, dan bisa dialihkan untuk kesejahteraan rakyat.

Dengan diterapkannya sistem Islam, tidak akan ada lagi wakil rakyat yang menggadaikan SK seperti saat ini. Kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh rakyat, juga penguasa dan para pembantunya. Marilah kita bersama-sama menerapkannya.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar