Pahami Cara Praktis, Strategis, dan Sistematis Menuju Perubahan Hakiki


Oleh : Ulianafia/Ummu Taqiyuddin (Pemerhati Politik)

Beberapa tahun belakangan ini demo telah terjadi di negeri ini. Baik dari demo pemilu dari pengusung Prabowo-Sandi, demo tolak RUU KUHP oleh para mahasiswa, demo tolak RUU KPK yang digawangi mahasiswa, demo RUU cipta kerja oleh butuh, mahasiswa dan lainnya, demo tolak presiden 3 periode dan yang terakhir demo RUU Pilkada 2024 oleh elemen mahasiswa, buruh, hingga sejumlah komika melakukan unjuk rasa diberbagai kota atas kedzaliman yang dilakukan penguasa. Salah satunya, terkait revisi Rancangan undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dinilai akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pilkada (voaindonesia.com)

Sesungguhnya Aksi yang  digawangi oleh para pemuda ini menandakan bahwa perubahan besar itu bisa terjadi dari tangan mereka. Dimana potensi besar memang berada ditangan para pemuda. Pernyataan bung Tomo, "Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. 

Yang tidak tidak berbeda masa muda dalam Islam, yang akan menjadi salah satu masa yang akan dimintai pertanggungjawaban diakhirat kelak. Karena segala kekuatan, kemampuan, dan ketinggian pemikiran bisa terkumpul dimasa itu. 

Namun, perlu diperhatikan bahwa perubahan yang hakiki bukan hanya didasari pada kekuatan emosional semata namun juga pada visi perubahan yang benar. Melihat berbagai kedzaliman yang dilakukan penguasa tidak hanya yang terkait demo semata tetapi juga masih banyak lagi seperti, menaikan pajak dan meluaskan objek pajaknya, menaikan harga BBM, listrik, hingga bahan makanan pokok,  tingginya biaya kesehatan, pendidikan, serta meningkatkan berbagai punggutan asuransi yang dipaksakan. Namun, disisi lain malah menyerahkan sumber daya alam (SDA) negeri ini yang harusnya milik rakyat kepada swasta dan asing, sehingga terjadilah kemiskinan yang sistematis.

Ini telah mengambarkan tangan-tangan besi para penguasa. Yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara teknis belaka, seperti demo untuk merubah atau menghentikan pengesahan Undang-undang. Melainkan, harus secara sistemis (ideologis). Sebab, semua penderitaan yang dialami rakyat ini terlahir secara alami dari sistem yang ada, yaitu kapitalisme sekuler demokrasi. 

Sistem kapitalisme menjadikan para penguasa tidak lain sebagai pengusaha belaka. Ini terbentuk dari kapitalis sendiri yang menjadikan tujuan hidup adalah untuk meraih kepuasan materi semata. Sehingga, kebahagiaan hidup hanya digantungkan pada jumlah materi. Yang akhirnya lahirlah para penguasa  menjadikan untung rugi sebagai pertimbangan dalam menjalankan kebijakan bagi rakyatnya. Maka, tidak dapat terelakkan kebijakan demi kebijakan yang menguntungkan penguasa dan para pemodal dibelakangnya (kapital) saja, sedang rakyat hanya akan merasakan kesempitan dan kesengsaraan hidup yang terus bertambah. Dan jikapun ada kebaikan untuk rakyat itu hanya kebaikan parsial sebagai pelipur agar rakyat tidak memberontak. 

Begitu pula sekuler yang meniadakan peran agama dalam kehidupan. Sehingga menjadikan semua manusia dan para pemimpin yang berkuasa tidak lagi mengenal pencipta mereka, maka halal haram tidak lagi sebagai batasan dalam bertindak. Rasa takut sudah tidak ada lagi, bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Hal ini jelas akan menjadikan manusia-manusia yang liar dalam menuruti hawa nafsu belaka. Tidak ada lagi rasa takut pada Sang Maha Tinggi. Sehingga baqa'  kerakusan akan nampak dari setiap tindakannya dalam mengejar nilai kebahagiaan diatas standar nilai materi.

Tak jauh berbeda dengan demokrasi sendiri yang merupakan anak kandung dari kapitalis sekuler. Yaitu menjadikan kedaulatan ditangan rakyat, sehingga rakyatlah yang berhak membuat hukum untuk mereka sendiri. Namun, celakanya lagi pembuatan hukum ini diwakilkan oleh para wakil rakyat yang mindsetnya juga lahir dari kapitalis sekuler. Serta menjunjung kebebasan diatas segalanya. Seperti kebebasan berpendapat, beragama, kepemilikan dan kebebasan berperilaku. 

Intinya demokrasi menjadikan aturan hidup ditangan manusia dalam arti manusialah yang berhak membuat hukum dengan menuhankan pada kebebasan. Karena kebebasan sangat dilindungi oleh undang-undang yang mereka buat sendiri. 

Hal ini sudah menampakkan kecacatan dan kerusakan, dimana mereka wajib membuat hukum namun diatas kebebasan. Dari sinilah akhirnya lahir berbagai aturan yang rusak dan merusak karena hanya pada pertimbangan untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, kelompok ataupun golongannya.  

Semua ini harusnya menjadikan umat sadar perlunya perubahan. Perubahan yang tidak cukup hanya pada lingkup teknis semata, seperti merubah suatu undang-undang kepada undang-undang yang lain. Ataupun perubahan yang dinilai strategis, seperti mengganti pemimpin yang satu kepada pemimpin yang lain. Namun perubahan itu haruslah perubahan yang mendasar, yaitu perubahan sistemis (ideologis). Merubah sistem kapitalis sekuler demokrasi buatan manusia sendiri kepada sistem yang lebih shohih, lebih unggul dan telah meninggalkan jejak kegemilangan lebih dari 13 abad lamanya. Tiada lain ialah sistem yang berasal dari Sang Maha Pencipta alam, yaitu sistem Islam. 

Islam akan sangat bertolak belakang dengan kapitalisme sekuler demokrasi. Sebab, Islam menjadikan kedaulatan hukum hanya ditangan Allah SWT, yaitu Syara'. Seperti dalam masalah keyakinan (ibadah), kepemilikan, berpendapat dan bertingkah laku. Semua harus dikembalikan kepada hukum Syara', karena hanya Allah SWT sebagai sang pencipta yang tahu akan nilai itu benar atau salah dan halal ataupun haram. Maka, dalam hal ini manusia tidak ada ranah dalam membuat hukum. 

Manusia tidak bebas berpendapat dalam semua lingkup. Ada batasan-batasan yang tidak bisa manusia capai, terkhusus terkait pahala dan dosa, masa depan, masa lalu, dan bahkan akhirat. Ini adalah lingkup diluar manusia, maka sudah tentu hal ini harus dikembalikan kepada Sang Pencipta tidak boleh bersandar kepada akal manusia yang lemah dan terbatas.

Sedangkan pada sisi keahlian, ide, definisi, pemikiran atau profesi, dan sejenisnya maka ini bisa diserahkan kepada ahlinya. Seperti masalah kesehatan, maka tentu hal ini yang lebih berpengetahuan adalah para dokter bukan dikembalikan pendapat mayoritas masyarakat.

Namun akan lain hal jika itu berkaitan dengan masalah suka tidak suka. Maka, hal ini bisa dikembalikan kepada manusia sendiri-sendiri dalam arti setiap manusia boleh berpendapat. Misal, masalah selera makan, warna pakaian, jenis kendaraan, model rumah, atau memilih profesi, pekerjaan dan lainnya. 

Dengan demikian Islam memiliki tiga lingkup yang harus diperhatikan oleh umat, yaitu lingkup Sang Pencipta, lingkup para ahli, dan lingkup setiap pribadi. Yang dengan demikian menjadikan aturan Islam begitu sempurna dan mampu membawa perubahan secara totalitas dari kedzaliman kepada keadilan, dari kehinaan kepada kemuliaan, dan dari kerendahan kepada ketinggian peradaban. 

Sebagimana yang telah Rasulullah teladankan, bagaimana dulu umat yang rusak, dipenuhi kedzaliman dan kebodohan yang merata mampu dirubahnya menjadi manusia yang tinggi tak tertandingi oleh kelompok atau negara manapun. Bahkan, umat Islam mampu menjadi mercusuar bagi dunia dari berbagai bidang dan ilmu pengetahuan. Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar