Paradoks Negara Demokrasi, Antara Perayaan Hari Kemerdekaan dan Demontrasi


Oleh : Nia Amalia, Sp

Ratusan demonstran dari aliansi mahasiswa dan masyarakat Tulungagung menyuarakan aspirasi dengan mendatangi kantor DPRD Tulungagung pada Senin (26/8/2024). Aksi ini berkaitan dengan pengawalan UU Pilkada. Koordinator Aksi, Kelvin Ferdinan mengatakan, bahwasannya pihaknya membawa tiga tuntutan dalam aksinya. Isi dari tuntutan tersebut adalah mengawal putusan MK soal UU Pilkada, mendorong DPR untuk mengesahkan RUU perampasan aset, dan isu terkait komersialisasi pendidikan agar DPRD Tulungagung menerbitkan Perda yang membatasi komersialisasi pendidikan di Tulungagung.

Tak hanya itu, pihaknya juga menekankan agar pemangku kebijakan dapat memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dapat berdampak pada perekonomian masyarakat.

Aksi mahasiswa dan masyarakat Tulungagung adalah suara aspirasi yang mewakili sejumlah besar masyarakat Indonesia.Tuntutan pertama adalah soal UU Pilkada. MK meloloskan gugatan batas usia capres-cawapres yang akhirnya bisa meloloskan Gibran sebagai cawapres. Sungguh masyarakat sudah menilai naif keputusan MK tersebut. 

Tuntutan kedua tentang perampasan aset. Secara sederhana, RUU Perampasan Aset bertujuan untuk menghadirkan cara untuk dapat mengembalikan kerugian negara (recovery asset) sehingga kerugian yang diderita oleh negara tidak signifikan. RUU ini telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010. Sekilas RUU tersebut mampu menghentikan korupsi. Nyatanya korupsi di Indonesia sudah sedemikian melekat pada setiap pejabat/politisi yang duduk di lembaga pemerintahan.

Tuntutan ketiga adalah tentang komersialisasi pendidikan. Komersialisasi pendidikan menjadi pemicu terjadinya korupsi oleh pejabat negara. Politik demokrasi kapitalis, akan memosisikan ilmu sebagai produk yang diperjualbelikan. Akhirnya rentan terjadinya suap/korupsi di bidang ini.

Walaupun tuntutan rakyat Tulungagung tersebut mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap berbagai masalah lokal yang dirasa perlu segera ditangani oleh pihak berwenang. Namun, ketiga tuntutan tersebut cerminan dari masalah nasional yang dihadapi masyarakat Indonesia. 

Dalam sistem Islam, pejabat diangkat untuk melakukan riayah terhadap urusan rakyat. Bukan untuk kepentingan aset pribadi. Walaupun setiap pejabat yang diangkat, tetap mendapatkan penghidupan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Dalam sistem Islam, rakyat akan mendapatkan pendidikan tinggi dan gratis. Sampai pada layanan penunjang seperti asrama pun diberikan  secara gratis. Gaji guru pun mendapat perhatian besar dari pemerintahan Islam. Kalau sudah layak dan aman seperti pemerintahan Islam ini, maka tidak ada lagi kesempatan berkorupsi. Wallahualam bissawab. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar