Ramai Gadaikan SK, Bagaimana Islam Memandang?


Oleh : Venny Swandayani (Aktivis Dakwah)

Belum lama ini, puluhan anggota DPRD Kabupaten Bandung periode 2024-2029 telah dilantik 26 Agustus 2024 lalu. Pasca pengangkatan tersebut mereka ramai-ramai menjaminkan Surat Keputusan (SK) ke Bank BPR Kerta Raharja dan BJB  dengan nominal antara Rp. 500 juta hingga Rp. 1 miliar. 

Beberapa media mengungkapkan bahwa pinjaman yang bisa diberikan maksimal Rp1 miliyar. Karena dihitung melalui pertimbangan 50 persen dari total pendapatan yang bersangkutan selama lima tahun menjabat sebagai anggota dewan di wilayahnya. (Inilah koran, 6/9/2024)

Ketua sementara DPRD Kabupaten Pasuruan Abdul Karim mengatakan bahwa peminjaman itu diambil untuk menutupi utang biaya kampanye Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Menurutnya, hal ini dianggap wajar karena saat itu setiap masing-masing calon  mengeluarkan dana yang cukup besar.

Selain untuk membayar utang kampanye, tidak sedikit diantara mereka yang menggunakan uang tersebut untuk memenuhi  gaya hidup hedon dan konsumtif. Mereka terbiasa menjadikan bank sebagai solusi untuk mencukupi kebutuhan di luar primer dan sekundernya. Misalnya membeli mobil mewah, rumah bertingkat, jalan-jalan keluar negeri dan lain sebagainya. Segala cara akan dilakukan  demi meraih kemewahan yang dijadikan sebagai standar kebahagiaan.

Inilah pengaruh yang ditimbulkan oleh penerapan aturan kapitalisme dengan sekularisme sebagai landasannya. Selain meniscayakan terjadinya pemisahan agama dari kehidupan, sistem ini juga memunculkan gaya hidup hedon, konsumtif dan permisif. Pemikiran ini bahkan telah memengaruhi berbagai  kalangan tidak terkecuali para pemimpin maupun wakil rakyat. Kehidupan mewah yang bergelimang materi pun menjadi pencapaian tertinggi yang ingin diraih.

Gaya hidup hedon telah mendorong para pemimpin untuk memanfaatkan kekuasaan dalam meraihnya. Ramai-ramai menggadaikan SK untuk memenuhi ambisinya. Padahal mereka telah memiliki gaji yang fantastis dengan tunjangan yang luar biasa, namun  ternyata masih kurang untuk menopang gaya hidup mewah yang didambakan. Tren pamer harta yang terjadi di kalangan para pejabat pun marak terjadi, hal ini tentu sangat memprihatinkan, namun sayangnya media justru menayangkan  gaya hidup hedon itu dalam kemasan suguhan yang menarik, sehingga masyarakat terpengaruh oleh pola yang sama. Aksi tidak terpuji ini justru menjadi ajang bisnis yang menggiurkan.

Inilah kapitalisme, sistem rusak yang telah berhasil menyeret manusia pada pola pikir dan gaya hidup yang jauh dari nilai agama. Alih-alih menjadi pemimpin  bersahaja dan penuh kesederhanaan, mereka justru tampil dalam kemewahan yang penuh dengan kesenangan. Tugas sebagai penguasa ataupun wakil rakyat tidak dipandang sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. 

Lain halnya dengan aturan Islam, sistem ini telah menetapkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat rendah hati, sederhana,  amanah dan bertanggung jawab, tidak terseret oleh hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah Swt: "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan." (Q.s As-sad ayat 26)

Khalifah Umar bin khattab dijadikan sebagai role model (panutan) gambaran pemimpin panutan, karena jiwa kepemimpinan yang dimilikinya dilandasi rasa takut kepada sang pencipta. Dengan dorongan keimanan  yang kuat, seorang penguasa akan bersungguh-sungguh menunaikan amanahnya dalam mengurusi rakyat. 

Pernah dikisahkan pada malam hari ketika Khalifah Umar ditemani dengan sahabat yang bernama Aslam berkeliling mengunjungi kampung terpencil di Madinah, ia mendapati seorang anak kecil menangis karena lapar. Saat itu sang ibu  tidak memiliki apapun untuk  dikonsumsi. Mengetahui hal tersebut Umar  pergi dan menangis memohon ampun kepada Allah Swt. Tidak lama berselang,  diberikannya gandum sekarung untuk dimasak.

Dalam kisah ini sangat terlihat jelas gambaran pemimpin yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Sebuah gambaran yang jauh berbeda dengan penguasa saat ini yang justru mengedepankan hawa nafsu mereka. Kesederhanaan penguasa muslim tidak lagi diragukan, mereka tidak sibuk dengan gaya hidup mewah yang menghalalkan segala cara.

Kekuasaan ataupun jabatan bagi orang-orang yang beriman bukanlah sesuatu yang dikejar dan diburu. Kalaupun jabatan atau kekuasaan itu menghampiri dirinya, maka pertamakali dia akan berlindung kepada Allah SWT. dan memohon pertolongan agar diberi petunjuk selama menjalankan amanahnya. 

Maka selama negara menerapkan kapitalisme sekular, yang mementingkan kesenangan dunia, dijauhkan dari pencapaian akhirat, maka selama itu pula kekuasaan akan menjadi rebutan karena sebagai sarana memudahkan mendapatkan materi. 

Oleh karena itu hanya dalam sistem Islam, rakyat dapat merasakan manfaat kepengurusan dari kehadiran pejabat ataupun penguasa. Wallahu a'lam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar