Siber Menyerang, Negara Meriang


Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd (Aktivis Remaja Bali)

Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian mengkonfirmasi, ada 103 warga negara asing (WNA) yang ditangkap di sebuah vila di Tabanan pada Rabu (26/6/2024), mereka merupakan warga negara Taiwan. Direktur Direktorat  tersebut, Safar Muhammad Godam, mengungkap bahwa kedatangan ratusan WNA Taiwan itu tidak bersamaan, bervariasi sejak tahun 2023 dari berbagai airport di Indonesia.

Dari penggerebekan di vila tersebut, petugas menemukan barang bukti berupa 103 paspor, 450 unit iPhone, 3 unit iPad, 3 unit monitor, 3 unit laptop, 4 unit router wifi, dll. Alaat-alat IT inilah yang dipakai untuk mengincar para korbannya. (bali.idntimes.com, 28/6/2024)

Kejahatan siber bukan sekali dua kali saja. Bukan hanya mengincar warga sipil tetapi juga skala Negara. Gangguan PDN yang terjadi baru-baru ini adalah bukti bahwa data adalah bahan penting untuk tindak kejahatan siber para hacker. Setelah PDN, akses KAI commuter juga mengalami kendala karena ikut menjadi korban peretasan. Entah akan ada berapa banyak lagi data-data penting negara yang bisa diretas.

Bahkan saking seringnya data bocor, di setiap forum oleh warganet, Indonesia dijuluki sebagai open source country. Artinya, data yang dimiliki oleh Indonesia sering dibobol dan dijual bebas oleh para hacker karena sistem open source sangat mudah untuk diakses dan dimodifikasi oleh para pelaku.

Dilihat dari historinya, misal saja tahun lalu masih ingat dengan sosok Bjorka, atau penjualan data paspor imigrasi sebanyak 34 juta, dan pada tahun ini 2024 terjadi di PDN dan KAI. Contoh yang lain jika disebutkan pasti banyak juga. Hacker ini beroperasi pasti dengan tujuan tertentu. Bisa dengan motif ekonomi, pertahanan, bahkan politik.

Peristiwa ini pun bisa dikatakan sebagai perang siber. Perang digital yang dilakukan oleh para hacker independent atau hacker yang sengaja dibayar. Para hacker melakukan aktivitas memata-matai, mencuri data, bahkan berusaha mengganggu infrastruktur penting yang ada, seperti sektor telekomunikasi, pemerintahan, dan lain sebagainya. Hingga membuat sasarannya menjadi panik dan kalap. Apa yang diminta oleh hacker, akan diupayakan meski harus merugi sekian triliun dan data yang sudah terjual dimana-mana belum tentu bisa kembali.

Jadi hal ini sangat bisa dan sudah biasa terjadi ketika perang siber mengiringi perang fisik. Bisa jadi pula karena perang siber tidak terlihat, sehingga jarang disadari oleh korban. Oleh karena itu, negara Indonesia atau negara kaum muslimin lainnya harus sadar tentang bahaya kebocoran data pribadi ini. Kemudian mengusahakan semaksimal mungkin untuk melindungi data-data warga negaranya agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pun dengan upaya oleh negara supaya membuat sistem keamanan ganda yang sulit dibobol.

Melindungi data pribadi warga merupakan tugas pokok negara. Oleh karenanya, negara wajib menjalankan tugas tersebut dengan segala daya dan upaya. Kebocoran data yang terus berulang menunjukkan lemahnya negara dalam membentuk sistem keamanan data. Maka tak salah jika rakyatnya meragukan kapasitas para pemegang kekuasaan hari ini. Mereka tidak benar-benar ikhlas mengurus rakyatnya, terbukti dengan data yang sering bocor. Wallahu a’lam bish showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar