Sistem Pendidikan Sekuler VS Sistem Pendidikan Islam


Oleh : Sitti Fatmawati Ilyas, S.Pd (Pendidik dan Aktivis Muslimah)

Masyarakat Kota Balikpapan dihebohkan dengan adanya aksi bullying yang dialami oleh anak dibawah umur. Korban yang baru duduk di bangku kelas 7 salah satu SMP di Balikpapan itu pun harus mendapat perawatan di rumah sakit lantaran alami geger otak.

Mirisnya lagi, terduga pelaku mengunggah aksi bullyingnya di status whatsapp dengan caption “ala ala aja kesian”. Video berdurasi 13 detik itu pun viral di media sosial instagram yang diunggah oleh kakak korban korban berinisial IW.

Bermula saat korban mengadu kepada gurunya terkait perbuatan pelaku. Kesal, pelaku pun langsung mendatangi korban usai bermain sepakbola di salah satu lapangan kawasan Balikpapan Tengah.

Usai mendapatkan tindak kekerasan tersebut, korban pun pulang ke rumah dengan kondisi memar. Namun saat ditanya, korban enggan menjelaskan. Setelah ditelusuri, rupanya ia kembali menjadi korban bullying temannya.

Tak tahan dengan tindakan pelaku yang kerap membully adiknya, IW dan keluarganya pun melaporkan tindakan tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Balikpapan (Lintas Balikpapan, 28/08/2024).

Viralnya video pelajar SMP Balikpapan ini menambah daftar panjang kasus tindak kekerasan di kalangan pelajar. Hanya saja bullying sekarang sudah mengalami pergeseran, sebab sudah dilakukan secara terbuka dengan membagikannya lewat sosial media. Hal ini mengambarkan bahwa tindakan bullying tidak lagi dipandang sebagai sesuatu hal yang buruk dan bagian daripada tindak kejahatan. Sebaliknya, justru dianggap sebagai pencapaian, suatu hal yang keren dan wajar. Dampaknya akan sangat mengkhawatirkan karena telah menggeser standar dalam memandang keburukan. 

Pelaku bullying nantinya malah akan bangga dengan tindak kriminalnya. Sehingga merasa perlu untuk merayakannya, membagikannya dan membuktikan kepada orang lain. Akibatnya, pada saat yang sama kasus bullying pun akan semakin parah dan lambat laun akan dianggap biasa saja. Tentu hal ini menjadi peringatan bagi dunia pendidikan, para pendidik, orang tua dan pemangku kebijakan bahwa generasi sedang darurat bullying.


Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler

Sebenarnya, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah remaja dari perilaku bullying. Misal di sekolah dibentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) dan edukasi anti bullying. Akan tetapi ternyata hal tersebut belum juga tuntas. Kasus bullying makin hari semakin brutal dan beragam. 

Maraknya bullying dilatar belakangi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sebab kegagalan sistem pendidikan dalam mendidik remaja agar memiliki berkepribadian Islam, berakhlak mulia dan peduli satu sama lain. Hal ini terjadi karena dalam pendidikan sekuler tidak menjadikan akidah sebagai pondasi kurikulum. Misal, dengan penerapan kurikulum merdeka yang diadopsi dari pola pikir global yang berstandar PISA. Mengajarkan pentingnya literasi dan numerasi dalam menghadapi tantangan zaman. Namun, tidak mengajarkan agama sebagai aturan kehidupan. 

Bolak balik kurikulum berganti namun semuanya telah gagal dalam mencetak generasi saleh dan salihah. Kurikulum yang sarat dengan nilai-nilai kebebasan. Sekolah hanya dianggap sebagai tempat meraih prestasi akademik, tetapi kering dari segi prestasi spiritual. Meskipun juga banyak berdiri sekolah agama dan diajarkan mata pelajar agama. Tapi pada faktanya belum juga mampu membendung derasnya arus sekulerisasi yang semakin mencengkram. Akhirnya, perilaku generasi rusak dan kian tidak terkendali.

Kegagalan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan hari ini yang diatur dengan sistem sekulerisme dalam segala aspek. Pandangan yang memisahkan agama dari kehidupan ini menjadikan remaja tidak lagi mengenal agamanya serta abai dari halal dan haram. Sehingga melahirkan kebebasan bertingkah laku pada remaja. Mereka tidak lagi merasa bersalah dan berdosa ketika melakukan kekerasan yang bahkan bisa membahayakan nyawa seseorang. 


Sistem Pendidikan Islam

Berbeda dengan sistem pendidikan Islam, kurikulum yang diterapkan berdasarkan akidah Islam. Menanamkan akidah Islam sejak dini menjadi modal utama. Anak yang memiliki akidah yang kuat akan senantiasa menjaga diri dari hal - hal yang Allah haramkan seperti bullying. 

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam (memiliki pola pikir dan pola sikap Islam), polymath, menguasai ilmu agama dan siap berkontribusi untuk kemaslahatan masyarakat. Dalam mewujudkannya, negara turut serta menutup segala akses yang dinilai menyimpang dari tujuan ini. Misalnya tayangan dan games yang mempertontonkan kekerasan. 

Setiap guru juga tidak akan dipusingkan dengan beban kerja, beban administrasi dan persoalan kesejahteraan. Pada masa peradaban Islam, profesi guru sangat dimuliakan dan digaji tinggi. Sehingga guru hanya fokus untuk mendidik generasi pembangun peradaban yang berkah. 

Sistem ini berjalan secara ideal jika disupport dengan sistem politik ekonomi. Dengan ini, negara dapat membangun fasilitas dan sarana memadai yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selanjutnya akan semakin ideal dengan melibatkan tiga pilar strategis, yakni orang tua, masyarakat, dan negara yang memiliki satu visi yang sama. Bersinergi membentuk generasi bertakwa dan berkepribadian mulia.

Demikianlah, Islam mampu melindungi generasi dari kerusakan dan perilaku yangg rusak. Hal ini akan terwujud dengan adanya penerapan aturan Islam secara kaffah dalam kehidupan. Wallahu a'lam bishshowab. 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar