Sistem Sekulerisme Mematikan Naluri Ibu


Oleh : Ayu Annisa Azzahro

Nasib tragis dialami oleh seorang remaja putri di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia menjadi korban pelecehan dari seorang kepala sekolah dasar berinisial J (41 tahun) yang didalangi oleh ibu kandungnya sendiri (E). Keduanya merupakan anggota PNS.

Kasus ini pertama kalinya dilaporkan pada tanggal 26 Agustus. Ibu kandung korban mengatakan bahwa hal demikian disetujuinya dalam rangka melaksanakan ritual penyucian. Diketahui korban telah dilecehkan sebanyak lima kali, lokasi di rumah (J) bahkan pernah juga dibawa ke hotel. Belakangan kemudian diketahui bahwa J merupakan selingkuhan dari E. Dalih menyucikan diri adalah kedok untuk menutupi perselingkuhan mereka.

Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, mengatakan kepala sekolah dan ibu korban telah diamankan polisi. Mendalami kasus tersebut, anggota Resmob Polres Sumenep melakukan interogasi terhadap pelaku. 

"J mengaku sengaja melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban untuk memuaskan nafsu biologi. Berdasarkan hasil komunikasi dengan bapak kandung korban,  korban mengalami trauma psikis," kata Widiarti menambahkan. 

Di mana pribahasa kasih ibu sepanjang masa? Pantaskah seorang ibu melakukan perlakuan kotor tersebut? Seorang ibu seharusnya tidak akan tega menyakiti buah hatinya. Buah hati yang sudah dia kandung selama sembilan bulan. Melahirkannya dengan penuh perjuangan hingga menyapihnya selama dua tahun dan kini dengan teganya E membuat  korban mengalami trauma psikis. 

Penyimpangan fitrah ini tidak lain disebabkan pertama, keimanan yang lemah. Iman yang lemah tentu saja akan menghasilkan perbuatan yang tidak sejalan dengan keimanan itu sendiri. Akal dan nalurinya telah rusak sehingga segala aktivitasnya dipengaruhi dan dikuasai oleh nafsu buruk.  

Jika bukan karena nafsu maka tidak akan mungkin seorang ibu dengan sangat keji menyerahkan anaknya untuk diperkosa oleh yang tidak lain adalah laki-laki selingkuhannya. Bahkan mengunakan alasan ritual penyucian demi menutupi perbuatan tak pantasnya.

Iman yang lemah tentu saja ada penyebabnya. Maka point kedua adalah sistem sekulerisme yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Di mana sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga apa pun yang dilakukan oleh manusia tersebut tidak berdasarkan aturan agama atau aturan dari Tuhannya. Dari sini, terciptlah keimanan yang lemah, individu yang jauh dari Tuhannya. 

Dalam sistem sekulerisme tujuan hidupnya hanya untuk memenuhi nafsu dan materi yang bersifat dunia. Bukti nyata ini terlihat dari E yang rela anak kandungnya sendiri ia serahkan pada laki-laki hidung belang. Sistem ini menjamin empat kebebasan; kebebasan beragama, berpendapat, berkepemilikan dan yang terakhir kebebasan berperilaku. 

Kebebasan berperilaku ini membuat seseorang tidak akan pandang maksiat. Mereka bebas tanpa batas. Berzina dilakoni, minum khamar, pacaran, berduaan hingga bercambur baur dengan yang bukan mahrom. Mengenakan pakaian yang tidak menutupi aurat, ini merupakan hal biasa. Sistem ini tidak memiliki mekanisme penjagaan dari perzinahan dan pergaulan bebas. Sehingga wajar menimbulkan kejahatan seksual yang merebak di mana-mana.

Ketiga, tidak kita lupakan pula sistem pendidikan yang berorientasi pada materi ini telah menciptakan manusia-manusia yang tidak taat kepada Tuhannya. Porsi belajar agama dalam sekolah-sekolah amat lah sedikit dibandingkan mata pelajaran yang lain. Pelajaran agama tidak menjadi prioritas atau sesuatu yang mendesak. 

Mustahil bagi sistem sekulerisme untuk menciptakan individu yang taat pada penciptanya. Pada kenyataannya, individu ini hanya memikirkan keuntungan materi. Ini karena sistem pendidikan sekulerisme mendidik generasi untuk meraih pencapaian-pencapaian yang bersifat dunia semata.

Belum lagi faktor keeempat adalah sistem sanksi yang tidak ada ketegasan sama sekali. Hukum yang diberlakukan sama sekali tidak memberikan efek jera. Hal ini menjadi efek domino di tengah masyarakat yakni merebaknya perzinahan.

Hal ini tentu berbeda dengan islam yang menjunjungi tinggi kemuliaan seorang ibu. Islam akan menjaga fitrahnya dengan tidak akan membebani seorang ibu atas permasalahan ekonomi. Peran ibu yang begitu signifikan dalam mendidik anak merupakan hal yang tidak bisa dilupakan. Ibu adalah pendidik pertama dan yang paling utama bagi anak-anaknya. Dia akan menjaga dan menanamkan aqidah yang kuat agar senantiasa taat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Sehingga di sini islam mewajibkan seorang ibu memiliki pemahaman islam yang mendalam.

Untuk itu negara di dalam islam akan menjamin kesejahteraan keluarga dengan memudahkan lapangan pekerjaan bagi ayah sebagai pencari nafkah. Tentu saja ibu boleh bekerja. Hanya saja negara akan memporsikan jam kerjanya agar tidak sampai melalaikan tugas utamanya sebagai seorang ibu di rumah.

Untuk menciptakan aqidah yang kuat, pastinya negara akan membentuk sistem pendidikan beraqidahkan islam yang dapat membentuk dan mencetak generasi sekelas sahabat Rasul. Yakni beriman dan bertakwa serta mencerminkan kepribadian islami. Negara akan membentuk tenaga pendidik profesional yang sholeh dan shaliha. Dari mulai sistem pengajaran hingga kurikulum yang berbasis aqidah islam.

Di dalam sistem islam, tidak akan ada yang namanya kebebasan berprilaku tanpa batas. Melalui sistem pendidikan dan pergaulannya, islam akan menjaga fitrah manusia agar tetap pada koridor syara'. Tidak akan ada pacaran dan perzinahan dalam masyarakat. Negara akan melakukan pencegahan-pencegahan seperti halnya meniadakan tontonan dan bacaan berbau pornografi yang dapat meningkatkan nafsu. Negara pula mewajibkan pemisahan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Kebolehan mereka berinteraksi hanya dalam ranah-ranah seperti pendidikan, kesehatan, bermuamalah (berjual-beli), silaturahmi dengan kerabat dan lain-lain yang dibolehkan dalam syariat. 

Dengan pengaturan pendidikan dan sosial seperti ini masyarakat akan senantiasa menjadi individu-individu yang taat kepada pencipta. Masyarakat akan senantiasa melakukan amar-makruf nahi mungkar untuk mencegah adanya tindakan-tindakan asusila dan kriminal lainnya. 

Sistem sanksi yang tegas akan melengkapi pengaturan negara dalam menjaga dan menjamin peran seorang ibu. Pelaku kriminal akan dihukum dengan hukuman yang dapat memberikan efek jera sehingga rakyat yang lain tidak akan mau melakukan tindakan kriminal serupa. Negara tidak akan segan menghukum orang tua yang zalim terhadap anaknya. Begitu pula sebaliknya.

Begitulah islam yang menjaga masyarakatnya sehingga memiliki keimanan yang kuat, berkepribadian islam serta sehat secara fisik dan mental. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar