Agar Guru Profesional Berkarakter Kuat Menuju Indonesia Bermartabat tidak Hanya Sekedar Slogan


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Sebanyak 26 Himpaudi Kecamatan di Kabupaten Sumedang merayakan puncak HUT Himpaudi ke-19 dengan menggelar karnaval seni dan budaya. Acara yang bertema "Guru Profesional, Wujudkan Karakter Kuat, Menuju Indonesia Bermartabat" berlangsung di GOR Tajimalela dan dihadiri oleh Ketua PW Himpaudi Jabar, PGRI Kabupaten Sumedang, serta jajaran Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang.

“Hari ini, adalah puncak perayaan Himpaudi ke-19. Alhamdulillah, sekitar 1.700 orang hadir, yang merupakan bagian dari Himpaudi. Sebelumnya, kami juga menggelar berbagai perlombaan, seperti lomba mendongeng dan pameran hasil karya guru,” kata Euis Nurfaridah selaku Ketua Himpaudi Kabupaten Sumedang di sela acara berlangsung. Euis berharap Himpaudi ke depan semakin solid, maju, dan sukses dalam setiap kegiatan. (Sumedang online, 16/10/2024).

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, Dian Sukamara, menekankan pentingnya peran guru PAUD yang hadir dalam acara tersebut. Dian menambahkan, penyelenggaraan PAUD yang berkualitas sangat penting untuk mengembangkan sumber daya manusia. Guru PAUD telah menunjukkan kreativitas luar biasa dalam mengharmonisasikan teori dan kearifan lokal. Mereka bekerja dengan tulus dari pelosok daerah dan memerlukan perhatian pemerintah. 

Memang benar, di balik hingar-bingar perayaan HUT Himpaudi tersimpan begitu banyak pengorbanan yang telah dikeluarkan berharap asa yang masih menjadi cita-cita dari berdirinya hingga sekarang. Himpaudi lahir pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2005 di Jakarta dan dideklarasikan oleh utusan seluruh pendidik dan tenaga kependidikan PAUD se-Indonesia pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2005 di Batu, Malang- Jawa Timur.

19 tahun sudah asa itu tersimpan, 19 tahun pula hanya terwujud dalam mimpi atau sebatas janji para calon pejabat negeri. Bahkan rezim Jokowi sejak awal kampanye pertama sudah menjanjikan pengangkatan guru PAUD menjadi ASN, namun hingga berakhirnya pemerintahan periode kedua nasib guru begini-begini saja. Tetap dengan gaji sajuta (sabar jujur tawakal).

Nasib baik sekarang insentif guru PAUD diberikan oleh desa masing-masing yang besarannya disesuaikan dengan anggaran desa dengan syarat PAUD tersebut belum atau tidak dimiliki oleh yayasan. Ada yang mendapat Rp75 ribu/bulan, ada yang lebih dari itu, ada yang kurang dari itu. Hari gini uang segitu cukup untuk apa? Kadang untuk ongkos rapat saja tekor. Ada pula dana BOP yang kisarannya disesuaikan dengan jumlah siswa. Namun ribetnya administrasi, dana tersebut habis untuk menutupinya, belum kewajiban-kewajiban lain yang harus dipenuhi seperti pengadaan APE, majalah, dan seragam.

Ada kesempatan menjadi ASN dan PPPK bagi guru lulusan PGPAUD tetapi bukan untuk ditempatkan di PAUD, melainkan untuk ditempatkan di SD menjadi guru kelas kecil (kelas 1-3). Walhasil bagi lulusan PGPAUD yang ingin berpenghasilan lebih baik harus rela meninggalkan PAUD. Ada pula program kuliah gratis tapi untuk PAUD formal. Banyak pula yang beralih dari PAUD non formal ke formal demi meraih itu agar kehidupan lebih baik.

Padahal guru PAUD sejatinya adalah guru kedua setelah orangtua di rumah dimana pembelajarannya tidak cukup hanya dengan tunjuk jari atau sekedar pemberian tugas, lepas itu guru bisa santai atau pergi meninggalkan kelas. Guru PAUD haruslah senantiasa standby memperhatikan siswa didiknya diawal proses pembelajaran, membersamainya saat dan setelahnya. Bahkan harus juga siap ketika ada siswanya hendak ke toilet. Adakah guru di tingkat sekolah lain yang melakukan hal itu?

Sudah seharusnya gaji guru PAUD lebih besar dari Rektor karena beban tanggung jawabnya lebih besar. Dia pencetak generasi awal pemberi warna pada anak usia dini dimana pelajaran yang didapatnya akan bermanfaat Samapi dia besar. Pendidikan awal sangat berpengaruh pada akhlak dan kemampuannya di kemudian hari. 

Namun beginilah nasib guru, bahkan bukan hanya guru PAUD melainkan merata pada setiap profesi yang kerap dipanggil guru. Sistem demokrasi kapitalisme menyebabkan guru harus bangga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Sistem ini pula yang menjadikan guru harus mendua antara profesinya dengan pemenuhan kebutuhannya. 

Berbeda dengan sistem Islam. Islam begitu memuliakan guru. Sistem pendidikan Islam mampu menghasilkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam, memiliki kemampuan terbaik, dan mampu mendidik muridnya dengan baik. Negara yang menerapkan sistem Islam faham betul bahwa peran guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu membangkitkan negara dari keterpurukan. Baik buruknya suatu bangsa di masa depan, bergantung kepada pengajaran yang didapat oleh generasinya. Baik buruknya kualitas pendidikan bergantung pada kurikulum yang dikeluarkan oleh negara. Dan kurikulum yang baik bergantung kepada guru yang profesional sebagai pelaksananya. 

Pada akhirnya guru akan profesional jika kebutuhan dasarnya terpenuhi sehingga akan terfokus pada pembentukan generasi berakhlak mulia dan berpemikiran cemerlang. Itulah sebabnya negara Islam akan memperhatikan kesejahteraan guru. Tidak perlu demo turun ke jalan menuntut haknya, tidak perlu juga mencari pekerjaan sampingan. Semua telah dijamin oleh negara. Bahkan negara akan menghargai guru yang berhasil mencetak buku setara dengan harga emas.

Negara menghargai jasa para guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus umat dengan memberikan gaji yang tinggi. Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar.

Dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis mencapai Rp25,5 miliar per tahun. Az-Zahrani juga menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat keilmuan seorang ulama, gajinya makin besar. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadis paling populer pada masanya, mendapatkan gaji tahunan mencapai 40.000 dinar atau setara Rp255 miliar.

Demikianlah Islam memuliakan profesi guru termasuk guru PAUD. Hanya dengan sistem Islam akan terwujud guru yang profesional, yang akan mencetak generasi berkarakter kuat menjadikan manusia bermartabat, bukan hanya di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Tidakkah kita ingin mewujudkannya?

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar