Antara Nafsu dan Halunya Program Makan Siang Gratis


Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah)

 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih mulai menjalankan program makan siang gratis bagi siswa sekolah dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas gizi anak-anak Indonesia. Oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa program makan siang gratis ini adalah bentuk daripada investasi Sumber Daya Manusia (SDM), yang di mana apabila kualitas SDM meningkat maka meningkat pula perekonomian Indonesia.

Adapun sumber pendanaannya direncanakan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Akan tetapi, ini menjadi sorotan oleh peneliti muda Center for Indonesia Policy Studies (CUPS) Shafrina Indrayadi, yang mengatakan bahwa hal ini akan berdampak pada pembagian alokasi dana kompenen lainnya yang dapat dibiayai oleh BOS.

Sekalipun kemudian program makan siang gratis ini berganti nama menjadi makan bergizi gratis, tidak akan mengubah betapa tidak efektif dan efisiennya program tersebut. Program yang digadang-gadang akan dapat meningkatkan kualitas generasi ini tidak ubahnya hanya sebuah kebijakan yang berdasarkan nafsu tanpa memikirkan resiko jangka panjangnya. 

Belum tentu ketika kualitas isi perut diperbaiki akan mengarahkan generasi menjadi meningkat taraf berpikirnya menuju standar hidup yang hakiki. Di mana-mana kualitas isi kepala atau pemikiran lah yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sebuah tindakan. Tingkah laku hingga tutur katanya akan tercipta sebagaimana isi kepalanya. 

Manusia dapat bangkit apabila ia memahami pemikiran terkait alam semesta, manusia dan kehidupan. Serta hubungan ketiganya akan sesuatu yang ada sebelum dan sesudah kehidupan ini. Maka satu-satunya jalan untuk meningkatkan kualitas generasi adalah mengubah pemahaman mereka terkait hal tersebut sehingga ia dapat membentuk dan memahami akan sesuatu.

Adapun krisis generasi yang terjadi di Indonesia tidak hanya berputar pada sektor pendidikan. Akan tetapi juga pada sektor ekonomi yang menurun hingga pergaulan yang terombang-ambing mengikuti arus berdasarkan gaya hidup hedonisme, yang bebas tanpa batas. Bahkan tidak sedikit yang mengalami mental illnes. Sekalipun di antara mereka ada yang produktif. Keproduktifan mereka masih dengan standar duniawi. 

Oleh karena itu, sistem kapitalisme sekuler ini jika dibiarkan maka akan terus merusak generasi. Terjadi pembajakan dan penyesetan potensi yang terjadi secara massal dan sistemis. Keproduktifan mereka akan digunakan sebagai bahan bakar mesin ekonomi kapitalisme. Dari sini kita dapat melihat bahwa perlunya mengubah pemikiran atau mindset tentang kehidupan.

Adapun ketika kita melihat dari segi pendanaan tidak lah efektif. Dana BOS yang akan digunakan sebagai dana program makan bergizi gratis tidak akan mampu memenuhi. Berdasarkan laporan statistik BPS 2022/2023 data jumlah sekolah dari TK hingga SMA mencapai 399.376 unit. Lalu jumlah peserta didik pada tahun 2023/2024 ini mencapai 51.519.391 jiwa. Sementara dana yang akan digelontorkan untuk satu siswa adalah Rp. 15.000,- yang kemudian turun menjadi Rp. 7.500,- per hari. Jika dikalikan dengan jumlah siswa yang ada, jumlahnya dapat mencapai millyar hingga trilliun.

Pergeseran atau pengalihan dana BOS untuk makan siang gratis dapat merusak apa-apa yang didanai melalui dana BOS ini. Seperti kesejahteraan guru honorer, pengembangan ekstrakurikuler, pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Di mana ini semua untuk keberlangsungan pendidikan nasional. Sementara fakta di lapangan pun telah kita saksikan bahwa masih ada guru-guru honorer yang luntang-lantung. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai terutama di pelosok-pelosok. Lalu bagaimana jadinya ketika dana BOS digunakan untuk program makan bergizi gratis ini?

Jadi, memperbaiki gizi atau jasmani generasi tidak akan cukup meningkat kualitas generasi. Akan tetapi, perlunya juga untuk memperbaiki kurikulum pendidikan yang dipakai, guru yang berkualitas hingga sarana dan prasarana yang memadai.

Lagi pula kebutuhan pokok masyarakat tidak hanya makan siang atau makan bergizi. Melainkan ada kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang perlu dipenuhi. Seperti sandang, pangan, dan papan hingga kebutuhan pelayanan dari kesehatan, pendidikan, politik dan keamanan.

Makan siang atau makan bergizi gratis yang menjadi program utama presiden dan wakil presiden terpilih ini berangkat dari isi stunting dan ketahanan pangan yang merupakan isu global. Hampir tujuh juta anak dan 180 ribu di antaranya terancam meninggal akibat stunting. Angka stunting masih berada persentase 24,4%. Oleh karenanya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting. 

Justru adanya stunting yang terjadi pada usia sekolah adalah bukti gagalnya sistem kapitalisme dalam mengurusi rakyat. Bahkan program yang digadang seolah peduli kepada rakyat nyatanya memberikan peluang usaha kepada konglomerat. Terbukti dari pemerintah yang akan menggandeng mitra swasta dan asing untuk melancarkan programnya. 

Sungguh miris dan betapa ironinya negeri yang terdapat banyak sekali Sumber Daya Alamnya malah mengalami stunting dan kurang gizi. Ini membuktikan lagi bahwa rezim sekuler demokrasi tidak bertanggung jawab dan abai akan kepemimpinannya terhadap rakyat. 

Permasalahan ini perlu solusi yang sistematis yang bisa mensejahterakan rakyat dan hal ini kita dapati dalam negara islam yang menerapkan aturan-aturan berbasis aqidah yang benar yakni dari islam itu sendiri. Negara islam akan menjamin kualitas generasi, baik secara fisik, kepribadian dan mental dengan menerapkan sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis aqidah yang benar tersebut. Tujuan utamanya adalah membentuk kepribadian islam yang terdiri dari pola pikir islami (al-aqliyyah islamiyyah) dan pola sikap islami (al-nasfsiyyah islamiyyah).

Sistem pendidikan islam di negara khilafah tidak hanya berpacu pada ilmu agama semata yang meliputi aqidah, fiqih, tasawuf/akhlak dan lain-lain. Melainkan juga ilmu duniawi seperti sains, matematika dan teknologi. Dengan begini maka, akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas seputar pengetahuan dunia, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam terkait ajaran agama yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi sarana dan prasana hingga guru berkualitas pun akan disediakan oleh negara. 

Pemenuhan akan kebutuhan pokok dan pelayanan akan dipenuhi negara secara merata sehingga tidak akan ada berbagai penyakit seperti halnya stunting. Ini semua dikarenakan negara dalam islam memiliki sistem baitul mal yang diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya SDA. Sumber Daya Alam yang dikelola negara berupa tambang minyak, gas, batu bara, emas, mineral, air dan lain-lain akan dikelola dan didistribusikan kepada rakyat. Bisa dalam bentuk pelayanan kesehatan dan pendidikan yang gratis. Terlebih kepemimpinan dalam islam tentu saja ikhlas melayani rakyat karena memahami hal tersebut merupakan tanggung jawab. Tidak akan membiarkan pihak asing turut ikut campur dalam urusan kepengurusan rakyat.

Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya”.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung dari musuh dengan (kekuasaan)nya." (HR. Muttafaqun 'Alayh)

Atas dasar keimanan dan ketakwaannya kepada Allah dan Rasulnya, pemimpin atau khalifah dalam sistem negara khilafah akan memberikan perhatian penuh atas apa yang dipimpinnya. Sehingga terwujudlah generasi berkualitas dan rakyat yang terpenuhi semua kebutuhannya dan tidak akan cemas.

Wallahu a'alam bishowwab []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar