Badai PHK Massal, Rapor Merah yang Tak Pernah Usai


Oleh: Dini Koswarini

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), PHK menunjukkan peningkatan pada tahun ini, yakni hampir mencapai 53.000 orang per (26-9-2024). Lebih jauh dijelaskan bahwa PHK didominasi oleh sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang, kasus PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah (Finance.detik.com, 26-09-2024).

Hal ini tentu saja merugikan dan membuat sengsara masyarakat. Maraknya PHK adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara dengan sistem kapitalisme. 

Badai PHK menjadi sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalis karena beberapa kelemahan yang melekat pada sistem ini, di antaranya karena monopoli dan bunga sebagai orientasi ekonomi dapat menghasilkan eksploitasi. Ditambah dengan tidakmerataannya distribusi kekayaan.

Sebab hak milik disandarkan kepada individu atas swasta, sehingga kebebasan ekonomi tanpa campur tangan negara menghasilkan ketidakmerataan distribusi kekayaan. Begitu pula perusahaan swasta seolah menemukan celah untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan terus menjalankan prinsip-prinsip Kapitalisme dalam bisnisnya. Sebab para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau Perusahaan. 

Pemerintah mendukung secara terang-terangan dengan hadirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memberikan kemudahan untuk perusahaan melakukan PHK, sementara mempekerjakan TKA syaratnya makin dipermudah.

Begitulah siklus hidup dalam sistem kapitalisme. Hidup terus memburuk, tanpa solusi yang benar dan mengakar. Oleh karena itu, sistem yang melahirkan pengangguran ini haruslah segera hilangkan.

Lalu bagaimana solusi hakiki agar masyarakat terjamin dan tercukupi?

Dalam sistem Islam, negara akan memfasilitasi agar para lelaki sebagai kepala keluarga mempunyai pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya. Kepala Negara akan melakukan industrialisasi sehingga bisa membuka lapangan kerja secara massal.

Bahkan Negara juga akan membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja. Negara akan memproduksi sendiri terkait kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) sehingga tidak memerlukan impor dari negara luar.

Sebab dalam Islam, Negara adalah sebagai raa’in (pengurus) dan mas’ulun (penanggungjawab). Sehingga negara akan menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja. Peraturan yang menangani masalah ketenagakerjaan akan dibuat berdasarkan pada akidah Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Bukan pada produk hukum buatan manusia yang berubah-ubah dan menyesuaikan kepentingan segolongan orang saja.

Oleh karena itu sudah seharusnya kita kembali menerapkan sistem Islam agar terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh umat, dan mengakhiri sistem kapitalisme yang rusak ini.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar