Oleh : Ummu Aldy
Mulai tahun depan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membangun sendiri atau tanpa kontraktor bakal naik dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen. Mulai 2025 besaran PPN secara umum naik dari yang sebelumnya 11% menjadi 12%. Hal itu sejalan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pada Pasal 7 HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Jika ada kenaikan PPN, maka besaran PPN bangun rumah sendiri juga akan meningkat. Jika besaran PPN tahun depan 12%, maka tarif pajak bangun rumah sendiri naik menjadi 2,4%. Hal itu merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai 12%.
Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menanggapi pemberitaan mengenai penambahan pajak 2,4% bagi masyarakat yang membangun rumah sendiri atau KMS. Menurutnya, pengenaan pajak ini bukanlah pajak baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.
"PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) ini sudah ada sejak tahun 1995, diatur di UU No 11 Tahun 1994. Jadi, bukan PAJAK BARU. Umurnya sudah 30 tahun," kata Prastowo dalam cuitan di akun X-nya @prastow, dikutip Selasa (17/9/2024).
Tujuan pengenaan pajak sendiri, agar semua proses pembangunan baik yang dibantu oleh kontraktor maupun sendiri mendapat tanggungan sama.
"Menciptakan keadilan. Karena kalau membangun rumah dengan kontraktor terutang PPN, maka membangun sendiri pd level pengeluaran yang sama mestinya juga diperlakukan sama," ujarnya.
Namun, perlu diperhatikan penambahan pajak ini tidak berlaku pada semua jenis pembangunan. Melainkan terdapat syarat dan ketentuan. Misalnya luas bangunan 200 meter persegi atau lebih baru dikenakan penambahan pajak pembangunan rumah. Dengan demikian, bagi masyarakat yang ingin membangun sendiri tapi luasnya di bawah 200 meter persegi, tak perlu khawatir karena tidak akan dikenakan PPN.
Menanggapi hal tersebut, CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda menilai hal itu akan sedikit mengganggu bagi masyarakat. Walau demikian, menurutnya tidak akan terlalu mengganggu karena yang dikenakan untuk masyarakat kelas menengah ke atas.
"Meskipun agak sedikit mengganggu, tapi menurut saya untuk luas lahan 200 m2 termasuk golongan menengah-atas tidak terlalu berpengaruh," ujarnya kepada detikcom, Jumat (13/9/2024).
Di sisi lain, Konsultan Properti Anton Sitorus menilai dengan naiknya pajak tersebut akan memberatkan masyarakat. Sebab, yang naik tidak hanya pajak bangun rumah sendiri melainkan pajak-pajak lainnya yang bisa mempengaruhi kantong masyarakat.
"Ya kalau pajak-pajak semua naik, kemampuan daya beli orang nggak naik, bisa jadi hambatan. Hambatan buat masyarakat yang nanti ujung-ujungnya ke negara. Kalau kemampuan ekonomi masyarakat berkurang, daya belinya berkurang, volume ekonominya berkurang, akhirnya pemasukan ke negara juga berkurang," paparnya.
Maka dari itu, ia berharap pemerintah untuk mempertimbangkan ulang terkait kenaikan tarif pajak tersebut. Sebab, dengan adanya kenaikan pajak-pajak yang ada bisa menjadi boomerang bagi pemerintah apabila tidak dipertimbangkan kembali.
Hilang Harapan
Menurut Iin, dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme akan membuat cita-cita orang memiliki rumah sendiri menjadi pupus.
“Bagaimana tidak, kebijakan pajak menjadi sumber pemasukan utama negara. Seolah tanpa pajak, negara tidak dapat melakukan berbagai pembangunan. Padahal negeri ini amat kaya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan bangunan, baik diolah dahulu oleh negara, maupun dimanfaatkan langsung oleh rakyat,”
Sistem kapitalisme, sambungnya, juga menuntut negara untuk menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta dan melakukan privatisasi industri strategis, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan barang tambang yang menjadi bahan-bahan bangunan.
“Pengelolaan sumber daya alam dan privatisasi industri strategis yang menghasilkan bahan bangunan oleh swasta, akan membuat harga bahan bangunan menjadi mahal, karena tujuan swasta adalah meraup keuntungan dari bisnis yang dijalankannya, bukan untuk melayani rakyat dalam penyediaan bahan bangunan yang murah. Adapun nasib rakyat tidak dipedulikan oleh negara,”
Di samping itu,konsep good governance yang dilahirkan dari sistem kapitalisme membuat negara nihil visi riayah.
“Negara tidak peduli dengan kesulitan rakyatnya. Rakyat yang sudah berat beban hidupnya, ditambah lagi dengan kenaikan PPN tentu akan makin berat lagi. Cita-cita memiliki rumah sendiri pun tinggallah impian,”
sistem kapitalisme selamanya tidak akan pernah menjamin tersedianya rumah bagi rakyat.
Islam Memberi Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Pokok
“Sistem kehidupan Islam yang memiliki visi riayah, memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sesuai mekanisme syariah Islam dan tanpa memberatkan rakyat dengan pajak,”
Tata kelola perumahan rakyat dalam Islam, lanjutnya, menjadikan negara sebagai penanggung jawab yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok berupa rumah sebab Rasulullah saw. menegaskan dalam riwayat Bukhari, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.”
“Negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada swasta/operator. Negara wajib menjalankan tanggung jawabnya mengurusi rakyat dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt.. Negara tidak akan membuat rakyat kesulitan akibat kebijakan yang dikeluarkannya,”
Hal itu, terangnya, karena Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam, ”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.”
“Kebutuhan rakyat akan bahan bangunan untuk membangun rumah atau merenovasi rumahnya yang rusak, wajib dijamin oleh negara dengan harga murah. Harga murah itu bisa didapat oleh rakyat karena negara mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sesuai syariat,”
Menurut aturan Islam, ucapnya, sumber daya alam adalah bagian dari kepemilikan umum. “Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.”
Tata kelola perumahan dan sumber daya alam sebagaimana yang terjadi saat ini, mau tidak mau harus dikembalikan pada ketentuan syariah Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar