Oleh : Aprilya Umi Rizkyi (Komunitas Setajam Pena)
Fomo (Fenomena Fear of Missing Out) telah mewabah di kalangan generasi Z. Dengan kehadiran teknologi digital, terutama media sosial, kecenderungan untuk merasa tertinggal dalam kegiatan yang dianggap penting menjadi semakin nyata. Dari sudut pandang komunikasi, FOMO merupakan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu. Baik di kalangan remaja maupun dewasa.
Media sosial tidak hanya menjadi alat untuk berkomunikasi semata. Namun platform dimana identitas, status sosial, dan pengalaman dibuat dan ditampilkan. Gen Z, yang tumbuh bersama perkembangan media sosial, tak jarang dari mereka merasa tertekan untuk terus mengikuti tren dan perkembangan terkini yang terlihat di media. Berita, cerita, dan konten dari teman atau selebriti menciptakan tekanan tersendiri untuk selalu berada dalam lingkaran informasi. Oleh karena itu, mereka merasa tertinggal dan terisolasi, memicu FOMO.
Fenomena ini juga dapat dilihat melalui sudut pandang interaksi simbolik, yang memandang bahwa manusia membentuk makna melalui interaksi sosial. Dalam hal ini, media sosial berfungsi sebagai ruang di mana interaksi sosial terjadi secara terus-menerus, dan simbol-simbol sosial seperti likes, shares, serta komentar menjadi indikator validasi. Ketika Gen Z tidak mendapatkan validasi ini, mereka merasa bahwa mereka kehilangan sesuatu yang penting dalam kehidupan pergaulan sosial.
Efeknyanya terhadap komunikasi interpersonal sangat besar. Boro-boro mengutamakan kualitas hubungan, FOMO sering kali mendorong komunikasi yang bersifat superfisial dan terburu-buru. Ketika individu terlalu fokus untuk terus memperbarui dan mengikuti informasi, komunikasi yang mendalam dan bermakna tak jarang diabaikan. Interaksi hanya terfokus pada citra, bukan pada makna hubungan itu sendiri.
Akhirnya banyak dari Gen Z terjebak dalam siklus perbandingan sosial yang konstan, yang tidak hanya mengganggu kesehatan mental namun juga kualitas komunikasi. Kecemasan akan tertinggal dalam perbincangan, tren, atau kegiatan populer membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial, yang pada akhirnya mengurangi komunikasi tatap muka atau interaksi nyata yang lebih substansial.
Oleh karena itu, FOMO harusnya dihindari karena merupakan cerminan dari perubahan manusia dalam berinteraksi di media sosial. Namun demikian, kita sebagai muslim hendaklah mampu memberikan solusi untuk Gen Z agar terbebas dari kecemasan yang tak bertepi ketika mereka tidak mengikuti tren, tidak populer, tidak merasa ketinggalan informasi, dan tidak menyia-nyiakan waktu mudanya yang berharga dalam hidupnya hanya untuk bersosial media yang tak penting ini
Dalam Islam, FOMO ini akan berakibat buruk, baik bagi individu, masyarakat, dan terlebih lagi bagi negara. Menurut Retno seorang pemerhati sosial menjelaskan bahwa, generasi FOMO berdampak buruk bagi keberlangsungan negeri. Oleh karena itu, ia menawarkan Islam sebagai solusi. “Islam sebagai agama sempurna menjadi acuan kita dalam mendidik generasi. Sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah disusun dari sekumpulan hukum syariat dan berbagai aturan administratif yang berkaitan dengan pendidikan formal," ujarnya.
Tujuan umum dari sistem pendidikan Islam, di antaranya, pertama, membangun kepribadian Islam setiap warga negara. Kedua, memastikan ketersediaan ulama, mujtahid, dan para ahli dalam berbagai disiplin pengetahuan yang menempatkan negara Khilafah sebagai pemimpin dunia. Bukan hanya pemimpin kaum muslim dan sebuah negara saja.
Ia juga menerangkan bahwa “Untuk mewujudkan tujuan pendidikan ini, disusun kurikulum pendidikan formal yang berlandaskan akidah Islam. Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan pesarta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik terhadap hukum Allah Swt. yaitu bertakwa,” jelasnya.
Dengan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, ia meyakini, akan terbentuk karakter peserta didik yang bertakwa kepada Allah, menjalankan seluruh syariat Islam dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan dari pihak lain. Ia menerangkan bahwa Gen Z akan mampu menyikapi perkembangan iptek dengan berbagai macam perkembangan media sosial, dengan penyikapan yang benar, yaitu memanfaatkan untuk kemaslahan umat dan kejayaan Islam, bukan malah terseret dalam arus pemanfaatan yang salah kaprah.
Dengan penuh keyakinan ia berpendapat bahwa generasi produk pendidikan Islam tidak akan terpengaruh dengan segala macam tren dan lifestyle yang diaruskan dan melenakan.Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menghindarkan Gen Z dari FOMO dan mewujudkan generasi berkualitas tinggi adalah dengan mencabut sistem pendidikan sekuler, karena inilah salah satu akar permasalahan yang sejatinya harus diatasi dan segera untuk ditangani serta menggantinya dengan sistem pendidikan Islam dalam kehidupan yang menerapkan Islam kafah di tengah-tengah umat. Bukan hanya sistem pendidikan saja yang diterapkan, namun seluruh aspek kehidupan hanya diberlakukan sistem Islam.
Dimana sistem Islam telah nyata membangun peradaban yang mulia lebih dari 14 abad lamanya sehingga Islam telah berhasil menguasai dan mendominasi kurang lebih dua per tiga dunia. Bukan hanya satu apa dua negara yang mendapatkan pelayanan dan kesejahteraan, namun seluruh warga negara yang berada dalam naungan sistem Islam yaitu khilafah, mereka mendapatkannya.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang peduli akan generasi maka hendaklah kita senantiasa berada dalam barisan dakwah. Makin mengokohkan iman dan takwa serta memberikan edukasi Islam secara kafah kepada umat. Sehingga umat sadar dan mengharapkan dirinya untuk diatur dengan syariat Islam. Dan pada akhirnya kejayaan, kemuliaan, keagungan dan kesejahteraan umat akan bisa diraih. Allahuakbar!
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar